Moreau tidak mengerti tujuan seperti apa yang Abihirt miliki ketika pria itu mengatakan sebuah pernyataan bohong. Barbara sama sekali tidak mencarinya. Malahan, bersikap tidak adil saat memberi tuduhan secara asal.
Barbara menyebut bahwa dia hanya mencari perhatian dengan sengaja datang mendekat selagi wanita itu sedang membicarakan sesuatu bersama Gloriya, yang ditambahkan Roger di antara mereka. Namun, bagaimanapun ... itu kejadian beberapa jam lalu. Perayaan ulang tahun Gloriya bahkan telah diselesaikan dengan sebagian dari keluarga ayah sambungnya telah meninggalkan pedesaan. Hanya tinggal beberapa, yang sejak awal memang telah terlibat dalam melakukan persiapan. Seperti ibunya yang secara tidak langsung menjadi bagian keluarga. “Kau mau ke mana sore – sore begini?” Ada padang rumput yang indah, tetapi Moreau rasa tak perlu menjawab pertanyaan Barbara dengan gamblang. Dia hanya menatap wanita itu sebentar sebelum akhirnya menyimpulkan pernyataan singkat di“Kembalilah ke ayah-mu. Dia akan marah kalau kau di sini terus – terusan merayuku.” Moreau bicara bisik – bisik di samping Chicao. Tidak tahu apakah anjing itu akan mengerti, tetapi biarkan peliharaan Abihirt memberi petunjuk tentang hal yang mungkin ... telah sedikit dipahami. Chicao tidak lagi berusaha mencari perhatian. Malahan dengan antusias berlari ke satu titik di mana Abihirt memberi gestur menyambut. Mereka mungkin akan melakukan interaksi sebagai pemilik satu sama lain. Moreau tidak ingin ikut terlibat, sehingga memilih mencari tempat lainnya sekadar berhenti dan menikmati pemandangan asri dari langit yang telah menjingga. Celakalah, siapa yang akan tahu jika Chicao pada akhirnya selalu berusaha lebih dekat dengannya. Abihirt seperti tidak memiliki upaya tambahan agar bisa mencegah anjing itu berlarian, kembali datang, maupun mengajukan sikap ingin bermain. Moreau tidak keberatan, andai ... dia dan Chicao hanya berdua, tetapi bahkan sesuatu dalam dirinya harus mewaspadai
“Di mana gelang yang Abi berikan kepadamu?” Pertanyaan Barbara menjadi bagian paling mengejutkan saat Moreau masih menghadapi kebutuhan mencuci piring. Sama sekali tidak pernah sadar bahwa wanita itu akan mengamati pelbagai detil dari tubuhnya, hingga mengajukan pertanyaan, yang dia sendiri tidak tahu kapan gelang rantai pemberian Abihirt hilang dari peradaban. Mungkin terjadi saat – saat di mana Moreau melakukan pekerjaan berat, yang selalu melibatkan gerakan tangan, atau barangkali dia terlalu ceroboh sekadar mempertahankan sesuatu di pergelangannya. Tidak tahu apakah pria itu akan marah jika menceritakan hal ini, karena sejak tadi Abihirt terlihat tak memiliki minat serius untuk bicara, melakukan kontak, dan lainnya kepada siapa pun yang ditemui, bahkan selama makan malam berlangsung. Sambil mengerjap. Moreau berusaha mengingat kapan terakhir kali dia menyadari gelang pemberian pria itu masih terasa di tangan. Namun, sejauh mana dia mencoba. Rasanya terlalu mustah
Bagaimana caranya untuk menolak? Moreau menatap wanita itu ragu, tetapi tidak memiliki keberanian penuh demi menjabarkan hal yang dia yakin bukan bagian terbaik bertemu Froy pada waktu – waktu seperti ini. Masih serupa, ini bukan kejutan. Froy berenang di atas jam sembilan malam adalah sebuah kebiasaan yang selalu Moreau kenali. “Kenapa harus aku, Bibi?” Mula – mula, dia dengan hati – hati mengajukan pertanyaan. Gloriya memiliki kesimpulan sendiri, seharusnya tidak akan sulit jika akhirnya wanita itu menjabarkan jawaban. Senyum tipis telah menegaskan situasi di antara mereka, sesuatu yang membuat Moreau menunggu dengan perasaan tegang, tetapi itu tidak akan menguasai waktu terlalu panjang ketika Gloriya menggerakkan bibir samar. “Aku harus menerima sambungan telepon dari temanku. Kalau meminta bantuan ibumu ... aku rasa tidak terlalu sopan. Ada Abi yang juga harus dia urus. Karena usia kau dan Froy kurang lebih, jadi menurutku mungkin tidak masalah, apa kau
“Kau buru – buru sekali.” Mendadak, Froy mengatakan hal tersebut. Seharusnya tidak akan menghentikan Moreau jika pria itu tidak sengaja menciptakan suara lain. Percikan air. Dia berpaling dan benar ... tiba – tiba sebuah siraman langsung mendarat pada kain yang membalut di tubuhnya. Froy tertawa puas, sementara itu membuat Moreau diam beberapa saat. Dia menunduk mengamati setiap hal yang tidak pernah diinginkan, tetapi tidak akan berdiam diri begitu saja setelah pria itu telah berhasil mengambil kesempatan. Harus ada yang membalas sebagai sikap pembelaan diri—meski mungkin tujuan Froy tidak dapat dispesifikasikan demikian. Moreau mendekatkan sebelah kaki di pinggir kolam untuk menendang air ke wajah pria itu. Posisi yang begitu dekat adalah peluang terbaik. Froy kebetulan hanya bisa sedikit menghindar, tetapi tidak juga mengatakan sesuatu dengan marah. “Aku tidak ada urusan lagi denganmu. Jangan coba – coba menggangguku.” Hanya Moreau yang berusaha ti
“Jadi, Froy ... berhentilah menggangguku. Kita tidak bisa berteman dan tidak akan menjadi teman.” Ada jeda cukup lama, membuat Moreau mengira bahwa situasi mungkin telah mendukungnya. Dia akan menjadikan setiap apa pun reaksi Froy sebagai dasar sekadar mempelajari ironi di antara mereka. Sayangnya, masih tersisa ironi lain, yang meninggalkan hal tidak tentu seperti saat Froy berdecak malas, seakan – akan ingin melampiaskan suatu pilihan yang telah Moreau ambil dan pria itu tak setuju untuk menghadapinya. “Kau tak ingin kita menjadi teman karena takut tidak bisa melupakanku.” Froy selalu menggemakan kata – kata serupa sebagai pendapat paling berpengaruh, padahal tidak. Ada sebuah keabsahan yang telah begitu jelas sekadar dijadikan sumber pengetahuan. Namun, Moreau tak mungkin menjabarkan secara gamblang. Percuma. Itu tidak akan mengubah pola pikir Froy. Dia menarik napas kasar merasa kesempatan mereka bicara sudah habis, tanpa pernah tahu bahwa Froy ak
“Apa yang kau dan Froy lakukan di kolam renang?" Napas Moreau tercekat seakan perlu mencegahnya tetap terjebak di tengah tenggorokan, sementara desakan untuk terlonjak dan benar – benar menjadi diam, terpaku, menghadap sumber suara dengan perasaan tegang, adalah pilihan paling mengerikan. Dia baru saja melangkah masuk ke dalam kamar dalam keadaan kuyup. Seketika kebutuhan ingin sekadar melucuti kain membasah di tubuhnya mendadak urung. Abihirt tidak sama sekali memberi petunjuk tentang kemunculan, tetapi pria itu telah berada begitu dekat—diliputi tebakan yang tepat supaya membuat mereka terjebak di satu kamar berdua. Tidak ada yang bisa Moreau temukan di balik mata kelabu ayah sambungnya, meski Abihirt seperti telah menyimpan pelbagai hal di benak pria itu. Sorot mata yang menyerupai sinis seolah – olah sedang menegakkan keadilan. Namun, Moreau tidak mengerti apa yang perlu mereka tegaskan. Tentang perilaku tidak menyenangkan Froy, sungguh, semua berada di luar k
“Apa mau-mu, Abi?” Moreau melipat kedua tangan di depan dada. Akan memastikan sendiri satu tujuan serius ayah sambungnya dengan mengajukan pertanyaan walau sedikit memahami tentang sebuah larangan yang baru saja pria itu deklarasikan. “Kau tak akan pernah benar – benar tahu apa mauku.” Namun, adalah hal percuma jika akhirnya Abihirt akan membentuk teka – teki lain dan tidak berusaha memberitahukan lebih runut. Moreau mengangkat sebelah alis tinggi. Sengaja meninggalkan itu sebagai reaksi pertama. Biarkan berikutnya mengambil alih, karena bagian tersebut telah satu jarak untuk mengacaukan yang paling tertata; mari membicarakan hal relavan. Moreau segera menarik napas. Mencoba lebih gamblang dan bertanya, “Kau sungguh tidak ingin membiarkan pria lain menyentuh tubuhku?” Anggukan samar bukan satu – satunya respons ketika Abihirt terlihat sedang menyimpan keinginan bicara. “Ya, dan kau baru saja membiarkan Froy melakukannya.” Suara serak dan da
Moreau sedang tertarik untuk menantang amarah seorang pria dewasa, atau barangkali—atas pengakuan khusus—bahwa dia menaruh minat pada gairah ayah sambungnya. Tahu jika Abihirt sedang berjuang keras menahan diri. Itu nyaris tak terungkap, seakan sebuah disiplin singkat telah diisyaratkan terhadap usaha menempelkan tinta hitam di antara keputusan mereka. Mendadak, semua terasa tegang saat Moreau menyadari betapa tidak ada selera humor di balik bahu ayah sambungnya. Tidak sekarang ataupun nanti. Pria itu benar – benar menatap tajam. Mendetilkan sebuah gambaran tentang seorang yang sadis. “Kau berada di bawah pengaruh aturan dan seharusnya mematuhi apa pun yang telah dibatasi.” Bagian tersebut kembali diingatkan. Rasanya tidak adil jika semua tidak jelaskan secara gamblang, tetapi dia harus memahaminya. Moreau sendiri tidak tahu apakah dia diberi kesempatan sekadar menyatakan suatu batasan. Segala bentuk tersurat hanya akan membuatnya terus berharap, karena bagaimana
“Sudah ada Juan. Kami bisa saling melindungi. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang pergilah. Bukankah kau akan sibuk dengan urusan perceraian-mu?”“Pengacara-ku akan mengurus semuanya.”“Tidak, Abi. Kau tidak bisa di sini,” bantah Moreau tegas. Hanya akan berakhir dengan perkara besar, jika pria itu tidak berusaha memahami kondisi di sekitar. Abihirt sudah menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak mata yang bertentangan terhadap hubungan mereka. Hubungan terlarang ... secara terang – terangan dijadikan sebuah tontonan oleh satu orang. Pria itu bisa menilai sendiri bagaimana hasilnya.“Pergilah, Abi. Aku dan Juan akan baik – baik saja di sini.”Lagi. Moreau tak bisa menunggu lebih lama sekadar menyaksikan sikap Abihirt yang tampak begitu enggan. Ego terus melarangnnya mempersilakan pria itu di sini. Tetap terasa jauh lebih adil jika Abihirt memang melangkahkan kaki pergi.“Mengertilah ....”Kali ini, Moreau bisa mendengar sendiri betapa suaranya begitu ge
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah
“Jadi kau sudah tahu?” Suara serak dan dalam Abihirt persis begitu dekat. Lagi – lagi Barbara menelan ludah kasar, bahkan segera tersentak saat ruang untuk beranjak mundur telah habis dibatasi dinding kamar. Napas Barbara segera tercekat diliputi tangan kasar Abihirt yang mencekiknya dengan hebat. Pria itu kalap. Hampir tidak pernah ada tindakan mengerikan seperti ini, dan Barbara tidak bisa melakukan apa pun ... selain berharap Abihirt akan segera sadar. “Aku yakin kau juga sudah tahu kalau keputusan untuk menikahimu hanyalah ajang pembalasan dendam. Sekarang kau akan merasakan semua akibat dari perbuatanmu di masa lalu.” Di mata kelabu itu, sungguh tidak ada ampun. Barbara bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Abihirt luar biasa membencinya. Ternyata begitu banyak topeng penyelematan, meski saat ini ... semua akan diselesaikan hingga tuntas. Barbara memejam sebentar. Cengkeraman Abihirt masih cukup memberinya kesempatan bicara. Dia mati – matian mengumpulkan hasrat untuk