"Turunin dong, Mas," bisik Naura, ia pun tak kalah maulu dari suaminya."Ah engga, kata siapa." Feri menurunkan sang istri dari gendongan.Bu Nisya hendak berbalik pulang tapi ingat di jalanan sedang macet, terpaksa ia duduk di sofa."Lanjut aja, biar Mama di sini istirahat dulu." Bu Nisya senyum-senyum."Lanjut ngapain, orang kita lagi becandaan iya ga, Yang?" Feri melirik istrinya.Duh malu banget "Iya beneran, Ma. Aku buatin minum dulu ya." Naura segera ke dapur.""Loh kok ke situ, Yang, dapur 'kan di sana," sahut Feri saat melihat istrinya salah jalan.Naura menepuk jidat, gara-gara kepergok mertua ia mendadak pikun."Oh iya iya." Ia hanya bisa terkekeh sedangkan Bu Nisya mesem-mesem sambil geleng-geleng kepala.Bahagia sekali melihat anak mantunya bahagia, tak lama Jeni masuk."Eh ada Kak Jeni juga, ayo duduk, Kak." Ajak Naura dengan ramah.Perempuan yang belum memiliki anak di usia pernikahan ke enam tahun itu pun sibuk melihat-lihat isi rumah Dara.Perabotannya belum lengkap,
Dara dan ibunya begitu bahagia, sepanjang jalan mereka cekikikan selepas pulang dari rumah Ki Joko--seorag dukun kampung--"Aku ga sabar, Bu, lihat Naura mewek karena suaminya berubah dan kepincut cewek lain," ujar Dara sambil mengendari motor yang dahulu milik Naura.Motor itu tak jadi dijual lantaran Bu Rita selalu membutuhkannya untuk bepergian, apalagi kini ia merintis usaha online, sangat membutuhkan untuk mengantar pesanan."Kita lihat aja nanti lama-lama si Feri bakal bosan sama istrinya," jawab Bu Rita yang berada dibelakang putrinya.Motor telah sampai di halaman rumah, begitu melihat ponsel Bu Rita teramat senang karena berbagai chat masuk dari beberapa pelanggan yang memesan dasternya.Sudah beberapa hari ini Bu Rita memulai bisnis daster, uang hasil menggadaikan rumah ia putar untuk usaha tersebut sehingga tak terlalu pusing untuk membayar cicilan ke rentenir."Lihat ini Dara, penglaris dari Ki Joko mulai bekerja, banyak chat masuk yang mau beli daster Ibu." Mata wanita me
Tiga hari kemudian telpon Dara berdering ia berjingkrak senang saat mengetahui nomor telpon perusahaan yang masuk."Ini pasti dari pabrik Kak Feri," gumamnya sambil menggeser gambar gagang telpon warna hijau."Halo iya pagi."...."Apa? Interview? Iya bisa, Bu, besok ya saya datang ke sana."...."Baik, Bu, wa'alaikumussalam."Dara menjerit dalam kamarnya, merasa senang akhirnya tujuan untuk mendekati bos pabrik itu berjalan lancar."Ibuuu!"Gadis itu berlari ke luar."Apaan sih?" Bu Rita sedang sibuk menggoreng ayam di dapur."Aku dapat panggilan dari pabrik besok suruh interview, duh ga sabar pengen cepet-cepet deketin Kak Feri."Mata Bu Rita membulat."Waah, ya ampun Ibu ikut seneng, pokoknya nanti kamu pakai baju bagus dan dandan cantik biar Feri kepincut sama kamu." "Pasti dong, hari ini aku mau belanja baju buat kerja ah, minta duit ya, Bu.""Tenang, pokoknya kamu belanja baju yang bagus yang pas di tubuhmu, supaya terlihat makin cantik di mata Feri." "Oh ya, Bu, sore ini juga
"Selamat ya besok bisa langsung kerja."Senyum di wajah Dara mengembang, tentu ia sangat gembira. Namun, sejak tadi ia risih melihat Pak Bagus mondar-mandir di ruang tempatnya wawancara."Terima kasih, Bu.""Sama-sama, kamu ditempatkan di bagian staff accounting, nanti bisa temui saya dulu ya sebelum kerja untuk mengikutinya arahan kerja kamu."Dara mengangguk."Baik, Bu"Wawancara telah usai Dara segera pulang tapi saat di parkiran Pak Bagus menghampiri, gadis itu berdecak kesal harusnya yang ngejar-ngejar itu Feri, kenapa harus aki-aki?Menyebalkan!"Kok buru-buru banget sih pulangnya?" "Ya terus emang mau ngapain lagi di sini? Wawancaranya juga udah beres." Dara mendelikkan mata.Mau mengeluarkan motor kesulitan karena terjepit motor lain dan terhalangi tubuh Pak Bagus, mau bertindak kasar pun tak enak secara dia komisaris utama di pabrik ini."Boleh ya saya minta nomormu, kamu 'kan udah jadi karyawan di sini, masa saya ga boleh punya nomor kamu."Aki-aki menyebalkan! Dari kemarin
bab 30.B Ms"Hemm, Ibuuu, gimana ini?" Dara merengek meratapi kebodohannya sendiri."Hihh kamu ini gimana sih, ingat ga kata Ki Joko peletnya bakal langsung kena sama pemilik celana dalam itu, dan ga bakal hilang kalau buhulnya ga ditemukan, berarti bener kalau Pak Bagus ngejar-ngejar kamu, yang diambil kemarin celana aki-aku kampret itu."Seketika Bu Rita panik, otaknya berputar mencari-cari ide membereskan masalah putrinya ini."Gimana dong, Bu, aku ga mau sama aki-aki." Dara merengek."Aki-akinya juga kaya, udahlah deketin aja porotin uangnya." Bu Rita kehabisan akal.Jelas saja Dara makin kesal, walau ia butuh lelaki kaya tapi fisik juga penting demi menunjang rasa gengsinya."Enak aja, aku malu apa kata Alvin nanti kalau lihat aku dapetin aki-aki, Ibu tega banget sih ngejatuhin harga diri anak." Dara berdecak sebal.Ponselnya berbunyi, ia melirik benda pipih tersebut dan seketika bibir yang ranum karena lipstik mahal itu merenggut."Nih lihat ini pasti si aki-aki yang nelpon." Da
Bu Rita dan Dara saling melirik terkejut, gadis yang masih mengenakan celana bahan hitam dan kemeja putih itu merasa putus asa."Kok bisa meninggal, padahal beberapa hari yang lalu dia sehat kok," gumam Bu Rita yang didengar oleh lelaki tadi."Ki Joko punya penyakit jantung sama darah tinggi, kata anaknya dia abis makan daging kambing sama Pete terus ga lama dia kesakitan sambil megangin dadanya, dibawa ke rumah sakit terus meninggal, Bu." Lelaki itu dengan detail menjelaskan.Dara mencolek pergelangan ibunya yang gempal lalu berbisik. "Gimana ini, Bu?""Kita pulang aja lah."Mereka bergegas pergi tanpa pamitan pada sekelompok lelaki yang sedang berkumpul itu.*Keesokan harinya ialah hari pertama Dara masuk kerja, sesuai titah ibunya ia mengenakan kemeja putih ketat, dipadukan dengan celana bahan hitam ketat di bagian paha ke atasnya.Bokong Dara yang sexy tentu saja mengundang perhatian mata lelaki tapi itu tak berlaku bagi Feri, lelaki yang kini memelihara jenggot tipis-tipis itu m
Apa? Perempuan itu datang ke sini mau ngapain coba?" Naura mendadak emosi."Dia datang sama anak perempuan seumuran kamu, karena ga terima ditertawakan Ibu menyerang Rita sampai babak belur, padahal waktu itu Ibu belum puas." Sorot mata Bu Rita mendadak tajam."Itu pasti Dara."Naura menghirup napas, muncul sebuah ide dalam kepalanya untuk membuat wanita yang menjadi penyebab ibu kandungnya gila itu menjadi hina."Ibu tenang aja ya, suatu saat dia akan terhina dengan sendirinya, sekarang Ibu fokus sembuh, banyak istighfar ikut pengajian yang ada di yayasan ini." Hati Naura bergemuruh menahan amarah."Waktu itu Ibu emosi, Neng, tiap malem kepikiran terus, kadang Ibu ngerasa ga pantes jadi ibunya Eneng." Bu Nendah menjadi murung Naura tersenyum sambil menatap mata sayu sang ibu."Denger, cuma Ibu yang pantes jadi ibunya Naura, ga akan pernah ada yang bisa gantiin Ibu." Tak kuasa, Naura memeluk ibunya dengan erat.Usai berbincang-bincang penuh tawa akhirnya Naura pamit pulang. Namun, se
"Kalian harus tahu dialah yang telah melahirkan saya, sejak usia dua tahun kami dipisahkan, sekarang aku ingin Ibu dikenal oleh teman dan kerabat semua pihak." Naura tersenyum haru lalu memeluk sang ibu.Bu Rita yang emosi dan kesal segera turun menapaki tangga altar pelaminan yang lumayan tinggi, ia berjalan membelah kerumunan menuju ke arah belakang.Karena tak tega Dara menyusul ibunya dengan tergesa-gesa, melihat ibunya diperlakukan begitu hatinya pun merasa pedih."Bu, kita pulang aja yuk, Naura emang nyebelin," bisik Dara.Bu Rita diam mematung menahan gemuruh amarah dalam dadanya, jika di tempat ini tak banyak orang mungkin ia sudah mengamuk dan memaki Naura beserta ibunya."Ayolah, Bu, kita pulang sekarang aku juga bosen di sini." Dara cemberut.Ia cemburu melihat Feri begitu serasi dengan sang istri, apalagi mereka berlaku mesra di hadapan orang-orang, membuat hatinya semakin terbakar."Lihat saja aku akan buat Nendah makin gila, biar Naura tahu rasa." Bu Rita segera berdiri