Share

Melepas Keperawananku

Author: Jewel Lee
last update Last Updated: 2024-01-24 18:12:31

“Apa maksudmu?” tanya Chef. Aku merasa Chef berusaha menjaga nada suaranya. 

Andai saja aku tahu bahwa restoran ini adalah restoran erotik alias restoran prostitusi high class!

Well, bagaimanapun juga aku adalah customer. 

“A-aku berkata kalau aku masih perawan, bukan aku tidak menginginkannya.” Aku berujar dengan ragu. “Aku sungguh-sungguh tidak tahu bahwa kakakku akan memberikan hadiah semacam ini untuk ulang tahunku. Maaf, aku mengacau.”

Aku benar-benar mengacaukan makan malam penuh fantasi ini. 

“Jadi, apa yang kau inginkan?” tanya Chef. 

“Aku ingin merasakannya. Aku ingin terbebas dari rasa malu yang menyedihkan karena sebuah penolakan di masa lalu. Kumohon!” 

Aku ingin merasakan kenikmatan seksual, tapi aku tidak yakin bisa melakukannya untuk pertama kali dengan cara seperti ini. Itu yang sebenarnya ingin aku katakan. 

“Kau ingin melepas keperawananmu bersama dengan orang yang tidak kau kenal?” Alpha Chef mencoba memastikan keputusanku. 

“Aku berbicara tentang sex pertama, bukan cinta pertama. Bukankah benar begitu? Lagipula ini ulang tahunku,” jawabku cepat.

“Baiklah, mari kita lakukan dengan cara yang lebih tepat untuk melepas keperawananmu.” Chef diam sejenak. “Namun aku tetap tidak bisa melepas penutup matamu,” katanya kemudian. 

“Yes, Chef. Aku percaya padamu.” 

Tanpa menjawab lagi, chef melepas ikatan tanganku dan menggendongku. Dia berjalan dan aku merasa dia mendorong sebuah pintu dengan punggungnya. Kemudian dia merebahkan tubuhku pada sebuah kasur. 

Sepertinya chef sedang mengubah menu makan malam dengan rasa yang sedikit berbeda untuk seorang perawan. 

Jantungku masih berdegup, beradu cepat dengan nafasku. Chef membelai lembut wajahku dengan jari tangannya. 

“Miss. Hale, siapapun yang menolakmu adalah laki-laki paling bodoh di dunia. Karena kau begitu sempurna.” 

Hatiku seketika meleleh. Chef mencium lembut bibirku dan menelan semua perasaan ragu dalam diriku. Aku membalas ciuman chef dengan penuh percaya diri. Tanganku menggerayangi wajah dan tubuhnya.

Alpha Chef memperlakukanku dengan sangat lembut dan penuh gaya. Dia membuatku kembali bersemangat. 

Dan malam itu, akhirnya aku melepas keperawananku di usia dua puluh lima tahun. 

**

Aku terkulai lemas di atas kasur setelah makan malam yang nikmat dan melelahkan. 

“Bukalah penutup matamu pada hitungan ke sepuluh. Kenakan pakaian barumu dan keluar melalui pintu yang terbuka. Kau akan menemukan barang-barangmu di ruangan yang sama seperti saat pertama.”

Aku hanya mengangguk menjawab kalimat Alpha Chef itu.

“Miss. Hale, sekali lagi, selamat ulang tahun.” Chef mengecup punggung tanganku dan menghilang. 

Dan dalam hitungan ke sepuluh, aku melepas kain penutup mata. Aku menggerakkan badanku kegirangan. Itu adalah momen paling gila dalam hidupku! 

Aku melihat ke sekeliling. Aku berada di sebuah ruangan yang mirip dengan kamar hotel bintang lima. Mataku menangkap sebuah kotak pakaian. 

Aku sudah bersiap pergi saat Angel datang. Dia membantuku mengenakan mantel dan mengantarku keluar restaurant.

Aku tidak bisa berhenti tersenyum selama perjalanan pulang. Tidak ada kado ulang tahun yang lebih baik. Restoran yang bernama ”Are You Hungry Baby?” telah merubah hidupku!

“Kadomu sungguh luar biasa, Theo!”

Esok harinya aku terbangun oleh suara panggilan masuk ke handphone-ku.

“Halo?” Suaraku masih cukup parau. 

“Miss. Hale, kita perlu bertemu. Sore ini?” kata suara di seberang. 

“Oh, Tuan Anthony. Baiklah. Di tempat yang sama? Oke.” 

Aku menutup teleponku dan menguap. Tubuhku masih terasa lelah setelah keseruan yang gila tadi malam. 

Namun hari ini aku harus menghadapi serangkaian misteri peninggalan mendiang kakakku. 

Sudah satu bulan berlalu sejak kabar kematiannya yang mendadak. Theodore, kakak laki-lakiku satu-satunya memberiku surat wasiat melalui pengacaranya Mr. Anthony. 

Saat itu, seminggu penuh aku berada di rumah untuk berduka dengan orang tuaku di Seattle. Aku dan Theo memiliki selisih usia yang cukup jauh, dia sepuluh tahun lebih tua dariku.

Selama hidupnya, dia hampir tidak pernah memperhatikanku karena dia sibuk dengan teman-teman dan urusannya. Namun Theo selalu memanjakanku ketika kami bersama.

Kadang Theo bersikap aneh. Dia pernah menelepon untuk menyuruhku memutuskan hubungan dengan Andrew, mantan pacarku saat kuliah pasca sarjana hukum di Seattle University.

Well, akhirnya aku memang putus dari Andrew dan sekarang dia adalah senator muda di California dari distrik 13. Dia menikah dengan anak dari keluarga politisi. Dasar brengsek!

Orang tuaku adalah kaum penganut Katolik konservatif dan banyak mengekang. Sedangkan Theo adalah tipe pembangkang. 

Sebagai gantinya aku harus menuruti kemauan orang tuaku untuk memenuhi harapan keluarga yang tidak bisa diwujudkan oleh Theo. 

Aku sendiri tidak benar-benar tahu apa yang selama ini dia lakukan. Siapa teman-temannya dan di mana dia tinggal. Dia adalah misteri terbesar dalam hidupku yang aku abaikan dari sejak lama. 

Minggu lalu Mr. Anthony memberikan wasiat pertama dari Theo berupa sebuah kartu member restoran “Are You Hungry Baby?” sebagai kado ulang tahunku. 

Aku menghela nafas mengingat itu semua. Kemudian aku bersiap menemui Mr Anthony. Entah apa yang kali ini Theo tinggalkan untukku. 

Sore hari, ketika aku bertemu dengan Mr Anthony, mataku tidak berkedip. Aku melihat semua berkas milik Theo yang ada dalam genggaman tanganku. 

“Tunggu Tuan Anthony. Apa kau yakin dengan semua ini?”

“Saya sudah memastikannya. Tuan Theodore mewariskan seluruh kepemilikan aset dan sahamnya di perusahaan Wealth & Delicate Enterprise kepada Anda, Miss Hale. 

“Tuan Theodore adalah pemilik saham utama dengan kepemilikan sebesar 50%. Separuhnya lagi dimiliki oleh rekan ,bisnisnya, Tuan Hugo Sebastian Hart,” jelas Anthony.

Holly! Ini adalah angka yang sangat sangat besar. Aku adalah seorang billionaire sekarang! Oh God! 

Dan, Hugo Sebastian Hart? 

Tidak mungkin! Dia adalah celebrity chef terpopuler dan raja bisnis food & beverage baru di California! 

“Bagaimana mungkin Theo memiliki aset kekayaan sebesar ini?” tanyaku sangat penasaran.

“Anda harus menemui Tuan Hart untuk memastikannya,” jawab Anthony.

Aku hanya menatap Anthony tak percaya. 

“Miss. Hale, maaf, tapi sebaiknya kau berhati-hati terhadap Mr. Hart,” kata Anthony tiba-tiba.

“Panggil Emily saja. Ada apa dengan Mr. Hart?” balasku.

“Okay, Emily. Sejak awal Theo sudah memilihmu sebagai ahli warisnya. Padahal bisa saja suatu saat dia berkeluarga memiliki istri dan anak. 

“Dan saat Theo membuat surat wasiatnya, dia berulang kali menyebutkan bahwa jika terjadi hal buruk sampai dia kehilangan nyawanya, aku harus merahasiakan kematiannya,” cerita Anthony panjang lebar. 

Aku mengerutkan dahi. Apakah itu alasan pemakaman Theo jauh dari Seattle. aku ingat Anthony datang ke rumah saat pemakaman sudah selesai.

“Jadi, Hugo belum tahu?” Aku tidak menutupi kebingunganku. “Dan apakah Mom Dad tahu mengenai warisan ini?” 

“Hugo belum tahu. Dan warisan ini hanya kau yang tahu.”

Aku mencoba memikirkan berbagai alasan mengapa kakakku sudah mempersiapkan kematiannya di usia yang sangat muda dan kaya raya. 

“Emily, Anthony sering membicarakanmu. Bagaimana kau menjadi kebanggaan orang tuamu, dan kegigihanmu saat menekuni bidang hukum dengan orang-orang yang tidak mudah,” ujar Anthony menyadarkanku dari riuhnya pikiranku saat itu.

“Tidak Anthony, dia jauh lebih hebat dariku,” balasku sedikit lirih. 

Theo, apa yang kau pikirkan? Aku mendesah dengan perasaan sedih.

“Jadi, apa rencanamu?” tanya Anthony. 

Aku menghela nafas. Prioritasku adalah mencari penyebab kematian Theo. 

“Aku akan menemui Hugo dengan caraku. Dan aku akan berhati-hati.” Aku menjawab yakin. “Saat ini lebih baik Hugo tidak mengetahui situasiku.”

“Aku setuju. Hubungi aku jika perlu bantuan.” Anthony mengangguk. Dia kembali bersipmati setelahnya. “Theo adalah orang yang baik. Sayang sekali.”

“Tentu. Anthony, terima kasih banyak,” ucapku.

“Jangan khawatir. Theo membayarku banyak untuk ini. Emily, semoga beruntung.”

Aku mengangguk dan kami berpisah. Aku berada di sebuah coffee shop tidak jauh dari apartemen yang baru ku sewa di Los Angeles, khusus atas permintaan Anthony. 

Orang tuaku mengira aku sedang melakukan interview pekerjaan di beberapa firma hukum besar di LA.

Sepertinya aku tau di mana aku harus melamar pekerjaan!!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Permainan Panas Chef Miliarder   Ruang Rahasia Theodore

    “Apa kau sudah gila?” Aku menjauhkan wajahku dari Benjamin. Dia masih merapatkan tubuhnya. Kedua tangannya merengkuh pinggangku. Dia benar-benar tidak peduli apapun. “Tidak ada CCTV disini,” sahutnya. Benjamin benar-benar membuat skandal ini menjadi sesuatu yang sangat serius. Harus kuakui aku sedikit menikmati tantangan ini, namun aku harus lebih hati-hati. “Aku tau. Tapi bukan berarti kau bisa berbuat semaumu. Kenapa kau sudah datang?” tanyaku mengalihkan perhatiannya. “Apa lagi? Tentu saja agar aku bisa mengunjungi kantor barumu.” Ben akhirnya melepaskan pelukannya dan merebahkan tubuhnya di sofa. “Ruangan ini dulu juga seperti ruanganku sendiri. Apa kau tau Theo memiliki ruangan rahasia?” Pertanyaan Ben membuatku melirik ke arahnya. “Apa maksudmu?” tanyaku. “Theo menghabiskan hampir sebagian waktunya di gedung ini. Ada penthouse di lantai atas yang sering dia gunakan untuk istirahat. Anehnya karyawan disini hampir tidak ada yang melihat Theo. Melihat kebiasaannya, dia pas

  • Permainan Panas Chef Miliarder   Pengacara Emily Kembali Bekerja

    Aku masih menunggu jawaban Hugo. Apakah dia akan membiarkanku menjadi pengacara Hugo, atau dia akan melarangku seperti sebelumnya. Hugo memandangku dengan tatapan dingin. Aku sudah tidak menemukan lagi dimana tatapan Hugo yang penuh cinta kepadaku sebelumnya. “Sepertinya kau sudah mulai akrab dengan Benjamin, Emily.” Kata-kata Hugo membuat jantung Emily mulai berdebar. “Entahlah, ku pikir juga begitu. Dia mencarimu. Aku mencarimu. Tapi justru aku dan dia yang bertemu karena kami tidak tau kemana kau pergi,” jawab Emily dengan nada bicara menyindir. “Kau mencari masalah yang seharusnya tidak harus kau temui karena aku sudah berusaha menjauhkan dari semua itu. Tapi sepertinya usahaku sia-sia. Kau benar. Kau berhak tau apapun mulai dari sekarang. Semakin lama kau semakin salah paham. Baiklah, mengapa kita tidak makan malam bersama dengan Benjamin. Layaknya sebuah keluarga,” kata Hugo. Aku terkejut mendengar rencana Hugo untuk mengadakan makan malam bersama Benjamin. Kami bertiga akan

  • Permainan Panas Chef Miliarder   Benarkah Hugo Tidak Pernah Mencintai Emily?

    “Sampai kapan kau akan memelukku, Ben? Seseorang bisa saja memergoki kita,” kataku. Aku sudah menyerah untuk mencoba melepaskan diri dari Benjamin yang tiba-tiba memelukku dari belakang. “Anak-anak berada di rumah barat bersama Mathilde. Hugo masih akan kembali saat akhir pekan. Kenapa kau tidak bisa tenang, Em?” keluh Benjamin. “Tidakkah kau sadar saat ini aku sedang berselingkuh dengan adik iparku sendiri?” balasku. Menyebutkan kata berselingkuh membuatku ngeri. “Berselingkuh? Emily, kau tau Hugo tidak benar-benar mencintaimu. Dia menikahimu karena rasa bersalahnya kepada Theo. Dan kau pemilik saham utama. Berselingkuh? Yang benar saja,” jawab Benjamin. Aku masih merasakan sedikit sakit hati saat Benjamin mengatakan bahwa Hugo tidak benar-benar mencintaiku. “Aku berpikir apa yang kita lakukan kemarin adalah kesalahan saja. Dan kita tidak akan mengulanginya,” kataku lirih sambil menghela nafasnya. Benjamin mendekatkan bibirnya ke telingaku, dia masih memeluk tubuhku dari belaka

  • Permainan Panas Chef Miliarder   Noda Darah

    “Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Kita juga harus menunda keberangkatan kita ke Afrika karena ada masalah di Kimberly,” jawab Ben. Kurasa dia meneleponku bukan untuk mengajakku ke Afrika. Ada urusan lain yang dia inginkan dariku. “Apa maksudmu? Kenapa kita ada masalah dengan Kimberly?” tanyaku. Semua berlian yang diperjualbelikan di hampir seluruh dunia harus memiliki sertifikat dari organisasi Kimberly buatan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka bertugas untuk memastikan bahwa berlian yang dijual perusahaan-perusahaan perhiasan adalah hasil dari penambangan legal. “Tidak semua berlian yang kita peroleh adalah berlian bebas konflik. Sebagian adalah berlian berdarah,” kata Ben. Kurasakan kakiku gemetar mendengar informasi dari Ben. Oh God. Apa yang telah mereka semua lakukan selama ini? “Em, dengarkan aku. Aku juga baru mengetahuinya. Tapi kita hanya perusahaan pembeli. Kita akan menyalahkan penjual yang memberikan berlian dari daerah konflik. Aku tidak bisa sembarangan menyer

  • Permainan Panas Chef Miliarder   Bercinta dengan saudara kembar suamiku

    Ben membalas tamparanku dengan ciuman yang kasar dan keras. Tubuhku reflek memberontak. Namun Ben mencengkeram erat kedua tanganku hingga aku tidak bisa bergerak. Aku tak berdaya menghadapi Ben yang terus melumat habis bibirku. Tenagaku melemah. Perlawananku tidak ada artinya. Namun saat Ben mencium leherku, aku merasakan getaran yang hebat di sekujur tubuhku. “Emily, aku lebih pantas untukmu. Kau akan bahagia bersamaku. Kau dan aku. Kita bersama akan menaklukkan semuanya. Percayalah padaku.” Ben menatapku tajam. Dia bicara kepadaku sambil memegang kedua pipiku untuk memastikan aku mendengar ucapannya. Mataku nanar melihat Ben seakan aku sedang beradu pandang dengan Hugo, laki-laki yang pernah membuatku tergila-gila. Mata sayu Benjamin membuat hatiku ragu. Pandangannya dalam dan tajam. Sosok yang selama ini datang di setiap mimpi burukku berubah dari seoramg monster menjadi bajingan liar yang menawan. Sial! Aku pasti sudah gila.Ben mendekatkan bibirnya yang gemetar oleh desahan n

  • Permainan Panas Chef Miliarder   Serangan Tak Terduga

    “Kau dengr aku, Em. Tinggalkan Hugo dan pergi bersamaku.” Benjamin mengulangi perkataan yang sama sekali tidak masuk akal untukku. Ini seperti kisah drama telenovela murahan. Aku jelas tidak ingin mengiyakan, namun terlalu takut untuk menolak. Bagaimana jika Benjamin berbuat nekat?Belum ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Dadaku sesak penuh penyesalan karena keputusanku yang salah kaprah. Suasana menjadi hening dan menegangkan. Aku tidak mendengar pergerakan Benjamin. Tiba-tiba kedua tangan Benjamin memegang lenganku. Dia berada di depanku. Sepertinya dia sedang berjongkok menghadap ke arahku. Perlahan tangannya mulai membuka tali penutup mataku. Aku mengerjap beberapa kali, kemudian mataku beradu pandang dengan mata tajam Benjamin. Sepasang mata yang terlihat tidak mengenal rasa takut. Benjamin belum melepaskan kedua tanganku yang masih terikat u kursi. “Maafkan aku, Emily. Seharusnya kau mengenalku lebih dulu. Tapi kematian Theo sangatlah tidak mudah. Jika saja kita berte

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status