LOGIN"Mau aku antar pulang?" Tawar Zayn.Keduanya baru saja selesai makan siang."Terima kasih. Aku bisa pulang sendiri.""Kamu yakin?"Shireen menatap balik pria yang tengah memandangnya ini. "Aku baik-baik saja." Shireen tersenyum."Ah.." Zayn jadi ikut tersenyum karena senyuman manis itu. Sepertinya, Shireen tahu kalau Zayn mengkhawatirkan istri Malik ini."Mau aku bantu pesankan taksi?"Shireen menggeleng. "Nggak usah, mas. Makasih bantuannya. Makasih juga makan siangnya."Zayn hanya mengangguk. "Kalau begitu aku duluan.""Hati-hati di jalan." Ucap Shireen.Zayn kembali ke parkiran dan masuk ke mobilnya. Melajukan kendaraan menuju tempat tinggalnya. Sementara, Shireen memesan taksi online untuk pulang.***"Kamu nggak masak, sayang?" Tanya Malik. Dia baru pulang pukul 2 siang."Sudah pulang, mas?" Shireen muncul dari kamar. Suaminya pulang dan berdiri di meja makan."Baru saja. Kamu nggak masak?" Tak biasa-biasanya."Iya. Lagi capek. Mas belum makan siang?""Oh sudah.. tapi aku lapar l
Apa ini? Elena tak mengerti hati dan pikirannya sendiri. Otaknya menolak sentuhan yang diberikan pria ini tapi hatinya menginginkan.Malik menatapnya begitu lekat. Kedua mata coklat itu bertemu. Bak kapal yang menemukan pelabuhan, kapal ini siap untuk bersandar. Degup jantung ini berdebar begitu hebat ketika dahi ini saling menyentuh, hawa nafas ini begitu panas di suhu yang sejuk ini.Bibir ini tertaut begitu saja. Mereka menginginkan. Ya, Elena menginginkannya. Dia sempat mendorong bahu pria ini, mencoba menyadarkan dari apa yang tengah mereka perbuat.Tapi terlambat. Nafsu mengalahkan logika..Elena sudah lama tak disentuh oleh suaminya. Tepatnya tak mengizinkan karena ia tahu Zayn suka sekali menghabiskan waktunya di club malam. Siapapun tahu apa maksudnya.Sementara Malik, merindukan wanita ini. Wajahnya, tatapan matanya, cara bicaranya dan manjanya. Ah.. Malik rindu sekali. Memadu kasih bersama Elena adalah hal yang dirindukannya.Tubuh Elena diangkat begitu saja. Dibaringkan pe
Shireen lebih banyak diam di liburan siang ini. Matanya hanya sibuk menatap para rekan kerja suaminya yang bermesraan dengan istri mereka. Ada yang sibuk menghabiskan waktu untuk berbelanja dan ada juga yang sibuk menjelajahi pulau. Tapi, Shireen seperti kehilangan minatnya."Dari tadi kamu cuma diam." Tegur Malik menyadari perubahan sikap Shireen.Shireen hanya tersenyum letih."Kamu sakit?" Malik menyentuh dahi yang sedikit panas itu. "Demam, sayang?""Cuma jetlag.""Ya ampun.." Malik jadi merasa bersalah. Harusnya dia tak memaksa istrinya ikut bergabung dengan rekan yang lain tadi."Mau pulang ke kamar?"Shireen mengangguk. "Kalau boleh.""Nggak apa-apa. Istirahat aja. Nanti makan siang, aku pulang."Sekali lagi, Shireen hanya tersenyum. Tak ingin membuang waktu, Shireen memilih pulang ke kamar dan beristirahat. Kepalanya pusing.Elena juga betah berada di kamar. Membuat Zayn jadi gerah saja."Harusnya tidak usah ikut kalau kamu cuma mau bersemedi disini.""Memangnya kenapa? Nggak
Rasa bosan itu akhirnya melanda, dengan menggunakan sweater Elena keluar dari kamar untuk mencari udara segar. Berkeliling pantai di malam hari sepertinya mampu mengusir kalut yang sedang berkutat di hati dan pikirannya.Baru saja keluar dari koridor kamar, Elena ditegur seseorang."Malik?" Elena tak salah mengenali. Walau minim pencahayaan tapi wajah tampan itu tetap bersinar. "Sedang apa kamu disini?""Baru menemui Pak Bram." Kebetulan kamar Bram satu area dengan penginapan Elena."Oh.. sama Zayn?" Elena memastikan."Tidak. Dia lagi ikut pesta barbeque. Kamu mau kemana? Bukannya pesta ada di sebelah sana?"Elena jadi canggung. "Aku cuma mau nyari angin aja.""Kamu nggak apa-apa? Apa kamu dipukuli lagi?"Elena memandang Malik lalu menggeleng."Seharian kamu nggak bergabung dengan yang lain. Sejujurnya aku sedikit khawatir." Jujur Malik.Elena hanya tersenyum pahit. "Aku cuma ingin sendiri. Sudah, ya! Aku mau kesana dulu.."Elena melewati Malik begitu saja dan pria itu hanya bisa mema
"Mas Malik, Jangan!"Mendengar suara Shireen membuat Malik melepas kerah baju yang sempat ditariknya itu. Sontak, Zayn langsung merapikan pakaiannya.Melihat Shireen dan Elena yang terkejut. Malik langsung menuju ke arah Shireen dan menggenggam tangannya."Kita cari tempat lain saja." Malik langsung membawa istrinya pergi dari restoran.Sedangkan Elena tertegun. Ada apa? Kenapa Malik begitu marah hingga hendak memukul suaminya? Mungkinkah itu karena dia telah melihat kondisi Elena yang menyedihkan seperti ini? Sehingga membuat Malik murka dan menyerang Zayn? Elena berkecamuk dibuatnya."Ada apa, mas?" Tanya Shireen lembut saat mereka sedang dalam perjalanan.Shireen memandang suaminya yang tengah fokus menyetir. Setelah menunggu dan tak mendapat jawaban. Pandangan Shireen beralih keluar jendela.Dia dan Elena baru saja keluar dari toilet dan terkejut saat melihat Malik tiba-tiba mencengkram kerah baju suami Elena.Hening. Tak ada percakapan selama di perjalanan. Shireen mengerti mungk
"Silahkan, mas."Dengan anggun Shireen menaruh satu cangkir teh lemon di hadapan Zayn."Terima kasih."Tak peduli teh tersebut masih panas, Zayn menyesap minuman tersebut perlahan."Sungguh menyegarkan. Enak sekali, Shireen." Pujinya."Mas Zayn memang pandai memuji." Senyum Shireen jadi mengembang karena dipuji oleh Zayn."Zayn!" Tegur Malik. Pria ini baru keluar dari kamar.Tadi dia menenangkan dirinya sebentar. Siapa tahu Zayn datang untuk memakinya. Menuduhnya berselingkuh dengan Elena. Jadi, Malik harus menyiapkan jawaban."Hai, Malik!" Sapa Zayn hangat."Ada apa malam-malam kemari?" Malik lalu duduk di hadapan Zayn, tepat di samping istrinya. Dia harus bersikap biasa saja, seolah tidak tahu apa-apa."Aku ingin memberikan ini. Aku sengaja nggak menghubungimu karena aku sekalian keluar."Zayn lalu mengeluarkan sebuah map dari tas kerjanya."Tadi Pak Bram menitipkan ini pada sekretarisnya. Katanya ini untukmu. Tapi, karena kamu pulang terburu-buru jadi berkas ini dititip padaku."Ma







