Masuk"Mas Malik, Jangan!"
Mendengar suara Shireen membuat Malik melepas kerah baju yang sempat ditariknya itu. Sontak, Zayn langsung merapikan pakaiannya. Melihat Shireen dan Elena yang terkejut. Malik langsung menuju ke arah Shireen dan menggenggam tangannya. "Kita cari tempat lain saja." Malik langsung membawa istrinya pergi dari restoran. Sedangkan Elena tertegun. Ada apa? Kenapa Malik begitu marah hingga hendak memukul suaminya? Mungkinkah itu karena dia telah melihat kondisi Elena yang menyedihkan seperti ini? Sehingga membuat Malik murka dan menyerang Zayn? Elena berkecamuk dibuatnya. "Ada apa, mas?" Tanya Shireen lembut saat mereka sedang dalam perjalanan. Shireen memandang suaminya yang tengah fokus menyetir. Setelah menunggu dan tak mendapat jawaban. Pandangan Shireen beralih keluar jendela. Dia dan Elena baru saja keluar dari toilet dan terkejut saat melihat Malik tiba-tiba mencengkram kerah baju suami Elena. Hening. Tak ada percakapan selama di perjalanan. Shireen mengerti mungkin saat ini suaminya tengah marah. Jadi, lebih baik tak usah diajak bicara. Di sisi lain, tubuh Elena dihempas begitu saja di tempat tidur. "Kenapa kamu nggak ceraikan saja aku?" Elena mulai menangis. "Lalu kamu mau kembali dengan mantanmu itu?" Zayn berkacak pinggang. "Apa sebenarnya maumu? Pernikahan kita tidak bisa dipertahankan lagi!" Desak Elena. Pernikahan ini sudah tidak ada harapan. Mereka hanya saling menyakiti. "Aku belum mendapatkan apa yang aku mau!" Zayn keluar kamar dan membanting pintu. *** "Sayang.." Lengan kokoh untuk melingkari pinggang ramping Shireen dari belakang. Shireen sendiri tengah berpakaian karena baru selesai membersihkan diri. "Sudah merasa lebih baik?" Tanya Shireen lembut. Malik hanya berdeham sembari meresapi semerbak harum shampoo dari rambut istrinya yang basah. "Aku mencintaimu." "Apa?" Shireen terkejut lalu membalik diri. "Kamu bilang apa tadi?" "Aku mencintaimu." Malik memandang wajah istrinya lekat. Untuk sekejap, rasa cinta itu terbit. Ya, Malik akui dia menikahi Shireen karena perjodohan oleh orang tuanya. Dia juga sudah lama mengenal Shireen, jadi tak masalah baginya untuk menikahi wanita ini. Walau saat itu, rasa cinta belum ada. Tapi Malik ikhlas saja menjalani pernikahan yang hambar ini. "Mas mencintaiku?" Shireen memastikan apa yang ia dengar. Akhirnya setelah berbulan-bulan, suaminya menyatakan cinta untuknya. Malik mengangguk sambil tersenyum. Begitu juga dengan Shireen. Mata wanita itu bermandikan cahaya setelah mendengar pernyataan cinta suaminya. Malik meraih pinggang ramping istrinya dengan Shireen melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya. Saling menyentuh dahi dan menautkan bibir. Tak lupa sentuhan indra peraba Malik yang bermain di setiap jengkal tubuh istrinya. Shireen sungguh bahagia. Hari ini Malik menghujaninya bukan hanya dengan nafsu, tapi juga cinta. Shireen diajak terbang ke awan oleh permainan yang Malik berikan. Untuk pertama kalinya, Shireen merasa nikmat dalam bercinta. "Tidurlah.." Malik menguatkan pelukannya ketika melihat istrinya kelelahan. Perlahan, Shireen menutup matanya. Tangan Malik masih membelai punggung polos istrinya. Sementara tangan yang lain menjelajah daerah wajah dengan lembut. Sampai tangan Malik menyentuh bibir Shireen yang mengundang untuk dikecup. Malik mendaratkan kecupan kecil di bibir istrinya yang tengah tertidur. Namun bayangan itu muncul. Kenapa bisa-bisanya wajah Elena terlintas saat ia sedang bercinta dengan istrinya? Membuat Malik menjadi semakin merasa bersalah. "Lupakan dia!" Gumam Malik mengeratkan pelukannya. *** Akhir tahun tiba, kinerja pegawai di perusahaan tempat Malik dan Zayn bekerja mendapatkan hasil memuaskan. Sebagai hadiah akhir tahun, seluruh pegawai diberikan liburan ke pulau selama 3 hari dua malam. Bagi yang berpasangan diperbolehkan mengajak pasangan dan anaknya. Begitu juga Malik dan Zayn yang mengajak pasangan masing-masing. Walau Elena ragu, setidaknya liburan kali ini bisa menyegarkan pikirannya yang kelabu. Lain hal lagi dengan Shireen yang menganggap perjalanan ini sebagai bulan madu pertamanya. Setelah menempuh perjalanan melalui udara. Semua sampai ke pulau yang dimaksud. Pulau terbesar kelima belas di negara ini dimana sering menjadi destinasi wisata internasional. Shireen dan Malik mendapat kamar yang menghadap taman dan Zayn Elena mendapat kamar berview kan laut. "Kamu mau jalan keluar?" Tanya Zayn. Elena menggeleng. "Kamu aja." Dia tak berminat. Setelah Zayn meninggalkannya sendirian di kamar, Elena hanya bisa menatapi laut dari balkon kamar miliknya. Sungguh pemandangan yang indah dan sebenarnya bisa menjadi ide menulis untuk dirinya. Sayang sekali, perasaan ini tengah gelisah. Inspirasi menulis hilang begitu saja. Di sisi lain, Shireen menikmati pemandangan yang ada di depan mata. Ia sampai melepas sepatunya agar kaki ini menyentuh pasir pantai. Tawa dan canda Shireen membuat Malik ingin terus-terusan mengecup pipi istrinya yang ranum itu. "Sudah. Dilihat orang. Malu!" Shireen sampai menutup wajah dengan kedua tangannya. Malik terkikik geli melihat tingkah istrinya. Sementara, Elena hanya mengamati dari jauh. Jika dirinya tengah galau atas pernikahan ini, maka lain hal dengan pasangan yang disebrang sana. Mereka sungguh terlihat bahagia. Acara malam pun dilanjutkan dengan pesta barbeque. Semua orang hadir terkecuali Elena. Zayn juga tak mau ambil pusing kalau Elena memang tak berniat untuk bergabung. "Sayang, aku kesana sebentar. Dipanggil pak Bram." Bisik Malik. "Iya." Sahut Shireen sambil tersenyum. Tangannya sedang disibukkan memanggang daging. Ada tiga orang yang dipanggil oleh Pak Bram. Salah satunya adalah Malik. Mereka dipanggil ke kamar pribadi sang pemilik perusahaan. Ada yang menebak ini berkaitan dengan promosi jabatan. "Manggang daging?" Shireen menoleh dan tersenyum ramah. "Mau aku bantu membaliknya?" Tawar Zayn. Kesempatan Malik pergi, dia jadi bisa berdekatan dengan Shireen. "Boleh, mas." Zayn mengambil alih membalik daging. "Kamu sudah coba resep yang aku kasih kemarin?" "Belum sempet, mas." "Lain kali aja." Shireen mengiyakan. "Kayaknya yang itu udah masak." Shireen menunjuk salah satu daging dan Zayn segera mengangkatnya. "Sudah matang." Zayn memastikan. "Mbak Elena kok nggak kelihatan?" Tanya Shireen. "Lagi nggak enak badan." "Kasihan banget. Batuknya belum sembuh, ya?" Seingat Shireen, Elena kemarin mengaku batuk. Zayn hanya mengedikkan bahu. "Maaf, mas." Zayn sampai menoleh. "Untuk apa?" "Untuk sikap mas Malik yang tiba-tiba menyerangmu kemarin. Kayaknya kalian ada salah paham." "Ah, nggak apa-apa. Memangnya Malik cerita kenapa dia marah padaku?" Shireen menggeleng. "Nggak, sih. Cuma aku nggak enak hati. Apalagi kalian berdua berteman baik." "Ya begitulah kehidupan, Shireen. Yang dulunya baik bisa berubah jahat." Shireen terdiam mendengar ucapan Zayn. "Apa kamu bahagia dengan pernikahanmu?" Tanya Zayn. "Bahaga." Shireen tersenyum. "Mas?" "Aku tidak bahagia." "Kenapa?" Shireen terkejut mendengar pengakuan Zayn. "Apa menurutmu kesetiaan itu penting?" "Sangat penting." "Kepercayaan?" "Juga penting." "Aku kehilangan itu semua." Zayn berkata sedih. Shireen jadi mengerti persoalan yang sedang dihadapi Zayn. "Yang sabar ya, mas.." hanya itu yang bisa Shireen katakan. "Kamu juga.. yang sabar!" "Kenapa aku?" Tanya Shireen bingung. Melihat kebingungan Shireen, Zayn tersenyum tipis. "Wanita seagung kamu, tidak pantas untuk disakiti." Shireen tertegun akan ucapan Zayn. "Kalau terjadi sesuatu padamu, jangan sungkan meminta tolong padaku. Aku akan datang padamu." Sambung Zayn memandang wanita ini lekat.Shireen lebih banyak diam di liburan siang ini. Matanya hanya sibuk menatap para rekan kerja suaminya yang bermesraan dengan istri mereka. Ada yang sibuk menghabiskan waktu untuk berbelanja dan ada juga yang sibuk menjelajahi pulau. Tapi, Shireen seperti kehilangan minatnya."Dari tadi kamu cuma diam." Tegur Malik menyadari perubahan sikap Shireen.Shireen hanya tersenyum letih."Kamu sakit?" Malik menyentuh dahi yang sedikit panas itu. "Demam, sayang?""Cuma jetlag.""Ya ampun.." Malik jadi merasa bersalah. Harusnya dia tak memaksa istrinya ikut bergabung dengan rekan yang lain tadi."Mau pulang ke kamar?"Shireen mengangguk. "Kalau boleh.""Nggak apa-apa. Istirahat aja. Nanti makan siang, aku pulang."Sekali lagi, Shireen hanya tersenyum. Tak ingin membuang waktu, Shireen memilih pulang ke kamar dan beristirahat. Kepalanya pusing.Elena juga betah berada di kamar. Membuat Zayn jadi gerah saja."Harusnya tidak usah ikut kalau kamu cuma mau bersemedi disini.""Memangnya kenapa? Nggak
Rasa bosan itu akhirnya melanda, dengan menggunakan sweater Elena keluar dari kamar untuk mencari udara segar. Berkeliling pantai di malam hari sepertinya mampu mengusir kalut yang sedang berkutat di hati dan pikirannya.Baru saja keluar dari koridor kamar, Elena ditegur seseorang."Malik?" Elena tak salah mengenali. Walau minim pencahayaan tapi wajah tampan itu tetap bersinar. "Sedang apa kamu disini?""Baru menemui Pak Bram." Kebetulan kamar Bram satu area dengan penginapan Elena."Oh.. sama Zayn?" Elena memastikan."Tidak. Dia lagi ikut pesta barbeque. Kamu mau kemana? Bukannya pesta ada di sebelah sana?"Elena jadi canggung. "Aku cuma mau nyari angin aja.""Kamu nggak apa-apa? Apa kamu dipukuli lagi?"Elena memandang Malik lalu menggeleng."Seharian kamu nggak bergabung dengan yang lain. Sejujurnya aku sedikit khawatir." Jujur Malik.Elena hanya tersenyum pahit. "Aku cuma ingin sendiri. Sudah, ya! Aku mau kesana dulu.."Elena melewati Malik begitu saja dan pria itu hanya bisa mema
"Mas Malik, Jangan!"Mendengar suara Shireen membuat Malik melepas kerah baju yang sempat ditariknya itu. Sontak, Zayn langsung merapikan pakaiannya.Melihat Shireen dan Elena yang terkejut. Malik langsung menuju ke arah Shireen dan menggenggam tangannya."Kita cari tempat lain saja." Malik langsung membawa istrinya pergi dari restoran.Sedangkan Elena tertegun. Ada apa? Kenapa Malik begitu marah hingga hendak memukul suaminya? Mungkinkah itu karena dia telah melihat kondisi Elena yang menyedihkan seperti ini? Sehingga membuat Malik murka dan menyerang Zayn? Elena berkecamuk dibuatnya."Ada apa, mas?" Tanya Shireen lembut saat mereka sedang dalam perjalanan.Shireen memandang suaminya yang tengah fokus menyetir. Setelah menunggu dan tak mendapat jawaban. Pandangan Shireen beralih keluar jendela.Dia dan Elena baru saja keluar dari toilet dan terkejut saat melihat Malik tiba-tiba mencengkram kerah baju suami Elena.Hening. Tak ada percakapan selama di perjalanan. Shireen mengerti mungk
"Silahkan, mas."Dengan anggun Shireen menaruh satu cangkir teh lemon di hadapan Zayn."Terima kasih."Tak peduli teh tersebut masih panas, Zayn menyesap minuman tersebut perlahan."Sungguh menyegarkan. Enak sekali, Shireen." Pujinya."Mas Zayn memang pandai memuji." Senyum Shireen jadi mengembang karena dipuji oleh Zayn."Zayn!" Tegur Malik. Pria ini baru keluar dari kamar.Tadi dia menenangkan dirinya sebentar. Siapa tahu Zayn datang untuk memakinya. Menuduhnya berselingkuh dengan Elena. Jadi, Malik harus menyiapkan jawaban."Hai, Malik!" Sapa Zayn hangat."Ada apa malam-malam kemari?" Malik lalu duduk di hadapan Zayn, tepat di samping istrinya. Dia harus bersikap biasa saja, seolah tidak tahu apa-apa."Aku ingin memberikan ini. Aku sengaja nggak menghubungimu karena aku sekalian keluar."Zayn lalu mengeluarkan sebuah map dari tas kerjanya."Tadi Pak Bram menitipkan ini pada sekretarisnya. Katanya ini untukmu. Tapi, karena kamu pulang terburu-buru jadi berkas ini dititip padaku."Ma
Malik ingin bertanya lagi tapi suara riuh terdengar dari arah luar. Para pegawai mulai berdatangan. Keduanya hanya bisa saling memandang terutama Zayn yang tatapannya sulit diartikan. Malik pun memutuskan untuk kembali ke meja kerjanya.Saat istirahat makan siang, barulah Malik menemui Zayn."Zayn.." tegurnya."Ya?""Ada yang ingin kukatakan padamu."Zayn berbalik menghadap temannya."Aku mendengarkan.""Aku bertemu Elena kemarin.""Oke. Lalu?""Dia bercerita mengenai masalah rumah tangga kalian."Zayn menutup mata sambil memijit pangkal hidungnya. "Lalu?""Aku tidak ingin ikut campur. Sungguh! Tapi, kurasa kalian harus memperbaiki semuanya. Mulai lagi dari awal."Zayn terkekeh. "Tenang saja. Kami akan mengulang semuanya dari awal."Malik berharap demikian. Pernikahan Zayn dan Elena bisa diselamatkan asal keduanya bisa sama-sama saling mengerti."Zayn tahu kita bertemu?" Tanya Elena di ujung telpon."Iya. Dia juga sudah mengatakan kalau dia ingin memperbaiki hubungan kalian dari awal.
"Sepertinya kamu seneng banget ngobrol sama istrinya Malik?" Sindir Elena."Diamlah! Kalau kamu nggak mau bantu membereskan ini lebih baik masuk kamar!""Kenapa? Ya, benar. Harusnya kamu izinkan aja tadi Shireen membereskan ini, kan?" Elena menunjuk meja makan yang penuh akan piring kotor.Setelah sama-sama menikmati puding yang manis. Shireen minta izin untuk membantu Elena membereskan piring kotor dan membawanya ke tempat cucian piring. Namun, Zayn mencegah."Cukup!" Bentak Zayn.Memerah mata Elena."Kenapa? Yang ku katakan benar, kan? Kamu suka sekali menghabiskan waktumu dengan Shireen?"Bukannya Elena tidak memperhatikan interaksi mereka sedari tadi. Meski Shireen tak menyadari. Elena sadar kalau suaminya seperti tertarik pada Shireen. Dia begitu bersemangat dan lembut saat bicara padanya. Lain hal saat dengan Elena."Kamu cemburu?""Tidak!" Jawab Elena cepat."Lalu?" Zayn menatap Elena tajam."Aku cuma nggak suka suamiku memandang istri orang lain seperti itu.""Dan aku juga ngg







