Share

2. Tidak Suci?

Alfian yang merasa begitu terkejut langsung melepaskan penyatuan antara dirinya dan Cassandra dengan kasar, lelaki itu mengacak rambutnya frustasi kemudian melangkah menuju ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air shower agar emosi yang bergejolak dalam batinnya saat ini dapat mereda. Apa ini, Cassandra yang ia pikir seorang gadis polos ternyata sudah tidak suci lagi.

"Apa jangan-jangan semua yang dibilang Dira tadi benar adanya, Cassandra adalah wanita murahan?" Batin Alfian dalam hati.

Prasangka buruk itu tiba-tiba melintas, membuat Alfian merasa semakin frustasi. Lelaki itu menjaga dirinya agar sang istri menjadi yang pertama, tapi apa yang ia dapat. Cassandra telah membohonginya.

Sedangkan Cassandra hanya bisa menggigit bibir bawahnya sembari menatap punggung sang suami yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Wanita itu segera menutupi tubuh polosnya dengan selimut, air mata mulai menetes di pipi mulus nan putih milik Cassandra.

Hampir tiga puluh menit berlalu, Alfian keluar dari kamar mandi dengan wajah merah penuh amarah. Matanya menatap Cassandra dengan pandangan yang sulit diartikan. Perlahan, Alfian melangkah dan menghenyak di sisi ranjang. Menatap sang istri yang masih menangis karena perlakuannya tadi.

"Kenapa kamu nggak bilang dari awal kalau kamu sudah nggak perawan, Cassandra? Aku menjaga diriku selama ini agar istriku menjadi orang pertama yang mendapatkannya, tapi kamu ...." Alfian tak mampu lagi melanjutkan kata-katanya, lelaki itu masih belum bisa menerima kenyataan jika Cassandra Amalia. Wanita yang ia anggap polos ternyata sudah tidak suci lagi saat menikah dengannya.

Wanita cantik itu kian terisak dan memilih memutar badannya memunggungi sang suami sembari memutar otak. Memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan pada sang suami.

"Katakan Cassandra, katakan kenapa kamu tidak jujur padaku sejak awal? Apa kamu memang sengaja membohongiku? Atau jangan-jangan yang dikatakan Dira tadi semuanya benar?" cecar Alfian dengan suara yang mulai meninggi, emosinya benar-benar sudah di ubun-ubun. Bahkan lelaki itu tak lagi peduli jika saat ini Cassandra belum memakai kembali pakaiannya.

Cassandra yang mendengar tuduhan bertubi-tubi dari sang suami segera menghapus air mata di pipinya dengan kasar. Wanita itu bangkit dari posisinya dan menyandarkan tubuhnya yang hanya ditutupi selimut itu ke kepala ranjang.

"Mas, bukankah kamu sendiri yang selalu bilang akan menerimaku apa adanya. Bahkan setiap aku akan menceritakan segala masa laluku, kamu selalu berkata itu semua tidak penting. Karena itu, aku pikir kamu juga bisa menerima semua kekuranganku. Dan asal kamu tahu saja, Mas. Aku jadi begini juga bukan mauku," teriak Casaandra histeris, air mata kembali menetes di pipi wanita itu.

"Kalau bukan maumu lalu mau siapa? Hah?" balas Alfian tak mau kalah.

"A- aku, aku kehilangan kesucianku karena aku dirudapaksa oleh teman almarhum ayahku, Mas," tangis Cassandra kian menjadi hingga terdengar di telinga Bu Yuni yang tengah beristirahat di dalam kamarnya.

Wanita paruh baya itu khawatir mendengar suara keributan dari kamar dan langsung melangkah lebar menghampiri sepasang pengantin baru itu. Pintu yang dikunci dari dalam membuat wanita paruh baya itu kian panik.

"Alfian, Cassandra, ada apa, Nak? Kenapa Cassandra menangis sampai seperti itu? Alfian, buka pintunya!" teriak Bu Yuni yang tak berhenti mengetuk pintu kamar putranya.

Alfian yang mendengar suara panik sang ibu langsung beranjak untuk membukakan pintu tanpa memikirkan Cassandra yang masih belum sempat memakai baju dan hanya menutupi tubuhnya dengan selimut. Mata Bu Yuni membola sempurna melihat penampilan sang menantu yang tengah duduk bersandar di kepala ranjang tanpa mengenakan pakaiannya, rambut berantakan dengan wajah yang dipenuhi air mata membuat wanita paruh baya itu geleng-geleng kepala.

"Cassandra, kenapa penampilan kamu seperti itu, Nak. Alfian, apa yang sudah kamu lakukan pada istrimu. Ini masih siang dan kamu sudah mau minta istrimu menunaikan kewajibannya?" cerocos Bu Yuni menatap tajam ke arah putranya.

Alfian dengan terpaksa menjelaskan apa yang telah terjadi termasuk soal pengakuan Cassandra yang telah dirudapaksa oleh sahabat almarhum ayahnya. Bu Yuni membekap mulutnya sendiri setelah mendengar penjelasan dari putranya, tak habis pikir mengapa kehidupan menantunya begitu menyedihkan. Perlahan, wanita paruh baya itu mendekat dan merengkuh tubuh Cassandra ke dalam pelukannya.

"Cassandra, apakah benar semua yang telah dikatakan oleh Alfian tadi, Nak? Bagaimana bisa sahabat ayahmu melakukan hal sekeji itu padamu?" tanya Bu Yuni sembari membelai lembut puncak kepala sang menantu.

Cassandra mengurai pelukan itu, menatap wajah Alfian dan Bu Yuni secara bergantian. Air mata masih belum mau berhenti mengalir dari kedua netra indah itu.

"Dulu sahabat ayah yang bantu biaya sekolah Cassandra setelah ayah meninggal, Bu. Sampai suatu saat Cassandra jatuh sakit dan dia yang merawat Cassandra." Wanita muda itu menjeda untuk menyeka kedua sudut mata yang basah.

"Waktu itu Cassandra juga nggak menyangka kalau saat Cassandra sakit dan nggak berdaya, dia malah tega melakukan hal sekeji itu. Sekarang Cassandra sadar kalau Cassandra memang wanita kotor, Bu. Kalau memang Mas Alfian tidak bisa menerima Cassandra, nggak apa-apa. Cassandra cukup tahu diri."

"Maksud kamu apa Cassandra?" tanya Bu Yuni seraya menaikan sebelah alisnya menatap wanita cantik itu.

"Bu, Cassandra ini wanita kotor. Wanita rusak, jadi kalau memang Mas Alfian tidak bisa menerima keadaan ini maka Cassandra akan pergi dari sini. Lalu, Mas Alfian bisa langsung mentalak Cassandra sekarang juga," tegas Cassandra menatap tajam wajah sang suami yang tadi sudah menuduhnya macam-macam.

Alfian yang sedari tadi hanya diam membisu tiba-tiba memeluk tubuh Cassandra dengan erat. Lelaki itu menyesal telah berbicara kasar pada sang istri tanpa meminta penjelasan secara baik-baik.

"Maafkan aku Cassandra, aku tak tahu kalau hidupmu semenderita itu. Aku mencintai kamu, aku akan tetap menerima kamu sebagai istriku. Lagi pula ini bukan salahmu, kamu hanya korban dari nafsu biadap sahabat ayahmu itu," ucap Alfian setelah mengurai pelukannya.

Kini, mata Cassandra beralih pada sosok Bu Yuni yang juga ikut meneteskan air mata.

"Ibu, apakah Ibu mau menerima wanita kotor sepertiku sebagai menantu?" tanya Cassandra meminta pendapat wanita paruh baya itu.

"Tentu saja Cassandra, kamu tidak kotor, Nak. Kamu hanya sebagai korban, kamu tetap menantu yang Ibu sayangi."

"Terima kasih, Bu. Cassandra beruntung sekali memiliki suami dan mertua sebaik kalian."

"Sama-sama, Nak. Sekarang kamu istirahat ya, Ibu akan masak makan malam spesial untuk kalian berdua."

Alfian dan Cassandra mengangguk, Bu Yuni segera bergegas keluar dari kamar itu. Membiarkan anak dan menantunya untuk beristirahat.

Kini, hanya tinggal Alfian dan Cassandra yang berada di dalam kamar itu, Cassandra kembali merangsek masuk ke dalam pelukan sang suami. Alfian membalas pelukan itu dan menge- cup puncak kepala sang istri penuh kasih sayang.

"Cassandra, sekarang kamu istirahat ya. Kamu pasti lelah sekali, apalagi aku sudah membuatmu menangis seperti tadi," titah Alfian pada sang istri.

Kepala Cassandra mendongak, menatap dalam ke arah manik mata sang suami yang begitu teduh dan menenangkan.

"Apa kamu tidak jadi meminta hakmu padaku, Mas? Atau ... karena kamu masih merasa jijik padaku?"

Alfian segera meletakkan jari telunjuknya di depan bibir sang istri, "Sssstt, aku akan memintanya nanti malam, sekarang kita istirahat dulu ya."

Lelaki itu membantu sang istri untuk mengenakan kembali pakaiannya sembari menahan hasrat melihat keindahan bentuk tubuh kekasih halalnya. Alfian kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh Cassandra. Membiarkan sang istri tidur dengan berbantalkan lengan kekar miliknya.

Baru saja Casaandra hendak memejamkan mata, suara deringan handphone memaksa wanita itu untuk kembali membuka mata.

"Siapa sih, ganggu orang istirahat aja," kesal Cassandra sembari mencari-cari benda pipih di dalam tas miliknya.

"Diangkat dulu aja sayang, siapa tahu penting," sahut Alfian yang juga belum terlelap sepenuhnya.

Mata Cassandra memincing menatap nomor tak dikenal yang terpampang di layar benda pipih miliknya. Wanita itu segera menggeser icon berwarna hijau dan menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

"Hallo, siapa ini?"

"Cassandra, berani-beraninya kamu menikah setelah menggugurkan anakku. Jangan harap kamu akan bahagia setelah ini, kamu harus kembali kepadaku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status