Share

Bab 10: Mencari Jalan Keluar

Author: Runa
Dia mengusap-usap pinggangnya sambil berdiri, lalu berdeham. "Aku dari Paviliun Bunga Salju. Baru masuk istana belum lama tapi tidak sengaja tersesat. Apa Kakak Penjaga bisa menunjukkan aku jalan?"

Saat datang, dia ingat melewati tempat bernama Paviliun Bunga Salju. Lurus dari sana adalah istana pengasingan.

Kakak Penjaga?

Yosa sedikit menyipitkan matanya. Tatapan matanya yang dalam menyapu wajah Viola.

Di istana ini, ternyata masih ada pelayan yang tidak mengenal dirinya.

Orang ini pasti datang bersama para wanita terpilih istana itu.

Dia menoleh ke barat, lalu menjawab dengan suara dingin, "Ikuti jalan itu sampai ujung lalu belok kanan, kemudian belok kanan sekali lagi, kamu akan melihat Paviliun Bunga Salju."

Viola sangat bingung. Di zaman modern, dia tidak bisa membaca peta, bahkan bisa tersesat meski mengikuti navigasi. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk tersenyum canggung. "Kakak Penjaga, bisa merepotkanmu antar aku sebentar?"

Tatapan Yosa sedikit mendingin.

Kasim muda ini sungguh tidak tahu diri.

Viola mencibir mendapati raut pria ini tidak senang.

Dia bergumam pelan, "Tidak mau mengantar ya sudah, kenapa galak sekali."

Dia menggosok pinggangnya lagi dan berkata, "Lewat sana, belok kanan, belok kanan, 'kan? Terima kasih."

Viola tidak mau memasang muka ramah untuk berhadapan dengan sikap dingin. Dia pun berbalik dengan tiba-tiba, tapi seketika pinggangnya terkilir di bagian yang tadi jatuh.

Dia merasakan nyeri yang menusuk. Kedua kakinya sontak lemas, dia pun terjatuh di tempat.

Viola yang terkejut buru-buru menutupi wajahnya.

Selama wajahnya tidak rusak akibat benturan jatuh, dia bisa menahan rasa sakit lainnya.

Pada saat kritis, sebuah tangan menarik ikat pinggangnya, lalu mengangkatnya.

Viola pun berdiri tegak, merasa sangat malu sampai ingin menggaruk-garuk kakinya.

Dia berkata dengan jengkel bercampur marah, "Lepaskan! Kalau pinggangku kenapa-kenapa karena kamu tarik, aku akan menuntut ganti rugi saat kita bertemu lagi."

Setelah itu, dia mendorong Yosa dan lari ke depan.

Yosa tersenyum tipis melihat punggung Viola yang panik. Berani-beraninya orang itu menuntut ganti rugi padanya. Kasim muda ini benar-benar tidak menyadari bahaya yang sebenarnya.

Namun setelah kejadian ini, amarah Yosa banyak mereda.

Dia menarik kembali pedang panjangnya dan kembali berjalan menuju Ruang Baca Kekaisaran.

Pada saat ini, Viola sudah berlari kencang. Setelah dua kali belok kanan, akhirnya dia menemukan hutan kecil tempat Nadia tadi buang air.

"Nadia? Nadia?"

Dia memanggil dua kali, tetapi tidak ada yang menjawab. Dia menebak Nadia sudah kembali.

Viola melihat sekeliling, lalu buru-buru merangkak kembali ke lubang anjing.

Begitu masuk, dia mendengar tangisan. Viola berjalan cepat ke dalam.

"Ada apa?"

Nadia sedang berlutut di tanah sambil menangis, di sampingnya berdiri Bibi Asih dengan wajah ketakutan.

Nadia yang melihat Viola pun seketika berbalik dengan gembira.

"Nyonya, kamu pergi ke mana? Hamba ketakutan setengah mati."

Viola menepuk kepala kecil Nadia seperti menepuk seekor anak anjing, lalu menjawab dengan tenang, "Berdirilah. Aku melihatmu buang air kecil, jadi berjalan-jalan sebentar. Jangan menangis lagi, tidak ada apa-apa."

Wajah Bibi Asih masih terlihat tidak enak. Dia memegang roknya yang robek, lalu ikut berlutut.

"Hamba tahu Yang Mulia ingin keluar, tapi tidak bisa seceroboh ini. Kalau sampai ketahuan, kepala bisa terpenggal. Bukankah Yang Mulia selalu berpikir untuk membawa Putra Mahkota menemui Tuan Besar? Kalau sampai sesuatu terjadi pada Anda, siapa lagi yang bisa membawa Putra Mahkota keluar istana?"

Viola juga merasa dirinya sedikit lupa diri.

Dia berdeham dengan merasa bersalah, "Ini salahku. Aku janji tidak akan keluar lagi. Kalian semua berdirilah. Kalau sampai Garong terbangun, kita semua tidak akan bisa tidur."

Viola tidak berani menatap Bibi Asih. Setelah selesai bicara, dia masuk ke kamar dengan merasa bersalah.

Viola berbaring di ranjang dalam keadaan pinggang dan pantatnya yang masih terasa sangat sakit. Ini adalah kedua kalinya dia dibanting, yang pertama kali oleh kakak sepupunya saat berlatih judo.

Lain kali, jangan menepuk orang dari belakang.

Viola tidak bisa tidur, jadi dia masuk ke ruang. Dia mengambil baskom berisi Sumber Spiritual, lalu berendam. Setelah mandi, dia merasa segar dan nyaman di seluruh tubuh.

Dia kembali ke ranjang, tidak lama kemudian dia sudah tertidur pulas.

Dalam keadaan setengah sadar, dia mendengar Bibi Asih berkata dengan marah, "Dua bajingan Aden dan Deden itu makin meremehkan kita. Dua cermin kecil dan dua botol parfum, mereka cuma memberi kita 200 tahil. Itu artinya lima puluh tahil per barang."

Viola seketika duduk. Dia baru menyadari bahwa hari sudah sangat terang.

"Bibi Asih, dua bajingan itu bilang apa?"

Bibi Asih buru-buru masuk, lalu menjawab dengan marah, "Katanya barangnya sulit dijual, jadi cuma bisa dijual dengan harga murah."

Viola juga menjadi jengkel.

"Dua bajingan ini makin serakah. Tidak bisa begini, kita cari orang lain untuk menjualnya."

Bibi Asih berkata dengan wajah sedih, "Kita tidak bisa keluar dari sini. Satu-satunya orang yang bisa kita hubungi cuma mereka berdua."

Viola tidak bisa menahan diri untuk memikirkan penjaga dari tadi malam.

Dari nada bicara penjaga itu, seharusnya seorang pejabat dan kenalannya pasti banyak.

Kalau penjaga itu bisa membantunya menjualkannya, akan jauh lebih baik daripada membiarkan dua bajingan ini mendapatkan uang.

Semua orang masuk istana cuma untuk mencari nafkah. Siapa yang sebodoh itu sampai tidak mau mendapatkan uang?

Dia pun berkata, "Kemarin aku tidak sengaja bertemu dengan seorang penjaga. Bagaimana kalau kita minta tolong padanya? Kalau berhasil, aku akan mencari cara untuk membuat dua bajingan itu mengeluarkan uang kita yang telah mereka tilap."

Bibi Asih menggelengkan kepalanya. "Tidak bisa, ini terlalu berisiko."

Wajah Viola seketika suram. "Apa Bibi Asih punya cara yang lebih baik?"

Bibi Asih seketika terdiam.

Viola berjalan ke samping Bibi Asih, suaranya sedikit melunak.

"Tenang saja. Siapa yang akan berpikir kita berasal dari istana pengasingan? Kalau ada yang tanya, aku akan mengarang nama istana saja."

Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Meski itu barang-barang pemberian Dewa, tetap ada harganya. Aku tidak bisa rugi sendiri, sementara mereka berdua mendapat keuntungan gratis."

Bibi Asih segera mengangkat kepalanya, lalu bertanya dengan cemas, "Apa harga yang harus Yang Mulia bayar?"

"Itu tidak perlu kamu tahu."

Viola berkata dengan datar, lalu melanjutkan, "Masalah ini sudah diputuskan. Malam ini aku akan keluar mencarinya."

Bibi Asih melihat bahwa dia sulit mengubah pikirannya, jadi dia cuma bisa berkata dengan pasrah, "Yang Mulia, mohon berhati-hati. Kalau sampai ketahuan orang, habislah kita."

Viola mengangguk, lalu masuk ke ruang.

Tanamannya belum berbunga, tetapi poinnya terus berkurang.

Dengan berat hati, dia menukar dua cermin kecil, dua botol parfum gosok, dan dua batang lipstik.

Lewat jam sembilan malam, Viola mengganti pakaiannya dengan seragam kasim, lalu merangkak keluar dari lubang anjing.

Agar tidak terlalu mencolok, dia tidak membiarkan Nadia ikut. Dia juga membawa semprotan merica yang ditukar dengan poin. Jika penjaga itu berani melaporkannya, dia akan merasakan sendiri bagaimana hebatnya teknologi tinggi.

Viola mengikuti alur berdasarkan ingatan dari kemarin. Setelah tersesat dua kali, dia akhirnya menemukan Aula Bela Diri.

Di dalamnya terlihat banyak orang, sepertinya cukup ramai. Di samping pintu juga ada dua penjaga yang mengenakan zirah rantai.

Jika dilihat dari situasinya, sepertinya tempat ini tidak bisa dimasuki begitu saja.

Tepat ketika Viola berpikir apakah harus bertanya kepada penjaga di depan, dia mendengar suara yang dalam dan dingin dari belakangnya, "Siapa yang sedang mengintip di sini?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 70: Kaisar, Tolong!

    Istana Cani.Ibu Suri duduk di sofa empuk, di sampingnya berdiri Jenar yang terus menangis tersedu-sedu."Ibu Suri, Kaisar sampai menyuruh ayahku pergi menanam di ladang, bagaimana dengan reputasi Keluarga Lukio kita?"Lima belas menit kemudian, begitu mendengar kabar itu, Jenar segera datang untuk mengadu kepada Ibu Suri.Wajah Ibu Suri juga terlihat sangat tidak enak dilihat.Dia sudah tahu kabar bahwa Wijaya sedang ditahan di kediamannya, kini Kaisar mulai mengarahkan sasaran ke Keluarga Lukio, benar-benar keterlaluan dan tidak tertahankan.Seandainya tahu begini, hari itu dia tidak seharusnya berbelas kasihan. Kalau saja anak itu juga dihabisi, takhta pasti sudah menjadi milik Wijaya.Dia teringat ketika mendiang Kaisar masih hidup, pernah berkata sendiri bahwa menjadikan Yosa sebagai putra mahkota hanyalah untuk diperlihatkan kepada para menteri, sebenarnya tahta akan diwariskan pada Wijaya, anak sahnya.Siapa sangka, saat ajal menjemput, pria tua itu malah berubah pikiran, entah

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 69: Semangka

    Setelah dua perintah ini keluar, para menteri tidak berani berbicara lagi.Yosa melirik semua orang dengan puas, lalu berucap dengan acuh tak acuh, "Kalau ada yang ingin disampaikan, sampaikan sekarang. Kalau tidak ada, bubar."Para menteri menunduk dan berkata, "Hamba tidak ada yang ingin disampaikan.""Bubar."Yosa bangkit dengan agung, lalu berjalan keluar dari Aula Permata.Saat ini Viola sudah mengikuti Andi untuk menunggu di Ruang Baca Kekaisaran.Dia kembali terpikirkan 2.000 tahil itu, yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kehilangan seratus poin yang tidak jelas, dia merasa makin tertekan.Andi melihatnya tidak gembira, jadi bertanya dengan suara rendah, "Ivo, ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Viola menggelengkan kepalanya."Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat ibuku dan anakku. Hatiku merasa sedikit sedih."Andi menghela napas. "Kamu sungguh menyedihkan. Lebih baik seperti aku, tidak ada beban di hati. Hanya perlu perhatikan diriku

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 68: Hamba Sangat Bersedia

    "Kamu juga berdirilah."Suara Yosa terdengar rendah, entah kenapa membawa kesan suram."Terima kasih, Kaisar."Viola berdiri dari bawah, tetapi matanya masih melirik ke arah uang itu hingga tanpa sadar menelan ludah.Nugraha yang masuk dari luar aula, kebetulan melihat gerakan menelan Viola, telinganya pun ikut memerah.Viola agak bingung saat melihat Nugraha menatapnya dengan ekspresi aneh, lalu dia bergeser ke tepi meja.Nugraha tidak berani memperlihatkan lebih banyak, dia buru-buru membantu Yosa berganti pakaian.Saat Yosa dalam posisi membelakangi, Viola segera menarik dua lembar uang, lalu cepat melipat dan menyelipkannya ke lengan bajunya.Meski hanya 200 tahil, setidaknya cukup membuat hatinya terasa lega.Sesaat kemudian, Yosa sudah berpakaian rapi.Mahkota kaisar dengan hiasan batu akik merah melambangkan kekuasaan tertinggi. Naga emas bercakar lima di dadanya tampak gagah dan penuh wibawa.Begitu mengenakan jubah kaisar, aura Yosa seketika menjadi tajam. Tiap gerakannya seak

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 67: Nugraha Salah Paham

    Yosa menekan pergelangan tangan Viola dengan satu lutut. Tangan kanannya sudah mengunci leher wanita itu, lalu sepasang mata tajamnya gelap dan setajam pisau.Viola melihat bayangan hitam raksasa yang menaunginya, membuat jantungnya berdebar seperti genderang."Kaisar, ini aku..."Viola mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang tercekik.Dalam kegelapan, bibir merah muda Viola sedikit terbuka. Dia berusaha keras melepaskan tangan besar Yosa yang seperti penjepit besi.Yosa menyipitkan mata tajamnya, kemudian perlahan melepaskan tangannya.Dia bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu ada di sini?""Hamba berjaga malam bersama Kasim Andi hari ini. Saat hamba mendengar suara Kaisar, hamba pikir Kaisar sakit, jadi hamba masuk untuk melihat kondisi Kaisar."Viola bangkit dengan tergesa-gesa sambil batuk beberapa kali.Mata tajam Yosa sedikit menyipit dengan tatapan tidak menentu.Viola buru-buru berlutut di bawah."Kaisar, hamba sungguh masuk karena mendengar suara. Ham

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 66: Kehilangan 100 Poin

    Jangan-jangan hujan tadi adalah hasil tukar poin darinya?Astaga!Apa-apaan ini?Viola tiba-tiba teringat saat dia menukar susu bubuk untuk Garong, papan di samping toko poin sempat memperbarui beberapa tulisan, sepertinya ada kata tentang Sumber Spiritual. Waktu itu dia buru-buru, makanya tidak sempat memperhatikan.Apa mungkin Sumber Spiritual itu telah meningkatkan suatu fungsi lagi?Makin dipikir Viola makin gelisah. Dia segera berkata pada beberapa orang, "Aku mau ke WC, kalian tunggu di sini sebentar."Seorang kasim muda sambil tersenyum berkata, "Pergilah, kalau Kaisar bertanya, kami akan bantu cari alasan buatmu.""Terima kasih."Viola keluar dari Ruang Baca Kekaisaran. Sekitar dua ratus meter jauhnya ada sebuah WC khusus untuk para pelayan kaisar, baik kasim maupun dayang.Saat berpikir demikian, Viola tiba-tiba menyadari sesuatu.Yang melayani Wijaya sepertinya semuanya kasim, sama sekali tidak ada dayang.Biar saja, siapa pun yang dipakai tidak penting, sekarang dia hanya in

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 65: Sumber Spiritual Menurunkan Hujan?

    Yosa meletakkan alat tulisnya, kemudian melangkah cepat ke pintu.Aroma segar rerumputan bercampur tanah meresap ke dalam hidungnya, membuat Yosa merasa segar.Andi dan yang lainnya berdiri di halaman. Mereka semua melompat kegirangan melihat hujan turun."Hujan! Hujan turun!""Sejuk sekali!"Beberapa orang itu sejenak lupa diri.Saat mereka berbalik dan melihat Kaisar, mereka semua langsung terdiam.Yosa tidak menyalahkan mereka. Setelah lama tidak hujan, hatinya juga sama gembiranya.Saat ini, Nugraha juga kembali membawa es raksasa. Dia berlari sambil berkata, "Kaisar, hujan lebat dari langit ini adalah pertanda keberuntungan. Pasti karena Kaisar sepenuh hati melayani rakyat, sehingga menyentuh surga dan menurunkan hujan ini."Viola berdiri di belakang Yosa. Dia mencibir saat mendengar ucapan ini, 'Orang tua ini sungguh pandai menjilat.'Wajah Yosa tampak tenang, matanya masih menatap tetesan hujan yang jatuh dari langit.Tadi pagi, dia secara khusus bertanya pada Biro Pengawas Astr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status