Share

Bab 9: Kau Gila Ya?

Author: Runa
"Kurang ajar, sungguh kurang ajar!"

Yosa langsung melemparkan si Putih ke bawah, lalu menatap tangan hitam itu, kedua matanya memancarkan api amarah.

Dia berujar dengan geram, "Siapa si bajingan yang berani mempermainkan si Putih? Nugraha, sudah berhari-hari kamu menyelidikinya, siapa pelaku utamanya?"

Nugraha langsung berlutut dengan gemetar. "Hamba sudah menanyai hampir semua orang di istana, tapi tidak pernah mendengar Tuan Putih pergi ke istana mana pun. Beberapa wanita terpilih istana baru memang ingin mendekati Tuan Putih, tapi beliau berwatak kasar, jadi mereka sama sekali tidak bisa mendekat. Bahkan Tuan Putih tidak peduli pada Selir Anggreini. Hamba sungguh tidak tahu siapa yang melakukan hal senekat ini."

Yosa menyipitkan mata tajamnya, lalu memaki dengan suara berat, "Sampah! Urusan sekecil ini saja tidak bisa kamu selesaikan. Mulai besok, kamu ikuti si Putih. Kalau tidak ketahuan juga, jangan kembali lagi."

"Baik."

Nugraha menjawab dengan wajah muram, lalu berlari keluar untuk mengambilkan pakaian bela diri milik Yosa.

Akhir-akhir ini, setiap kali Kaisar sedang murung, beliau akan pergi ke Aula Bela Diri. Banyak pengawal latih tanding yang babak belur karenanya.

Nugraha mulai berkeringat saat membayangkan wajah para pengawal yang lebam biru. Dia tidak peduli asal bukan dirinya yang dipukul. Lagi pula, tulangnya yang sudah tua ini tidak akan sanggup menahan pukulan Kaisar.

Sementara Nugraha sedang meratap, biang keladi Viola justru sedang duduk di halaman, dia asyik mengunyah mentimun.

Aroma segar langsung tercium, membuat Nadia menelan ludah.

Viola menatapnya. "Mentimun ada banyak, kamu dan Bibi Asih juga makanlah. Terlalu banyak makan daging kadang juga perlu segarkan mulut."

Nadia buru-buru menggeleng.

"Nyonya saja yang makan, biar habis untuk Nyonya."

"Ini bukan benda berharga. Di tempat Kakek Dewa ada banyak sekali. Ambil saja, bawakan juga untuk Bibi Asih."

"Baik."

Nadia pun senang, mengambil dua buah mentimun, lalu sebentar kemudian kembali.

Dengan suara pelan dia berkata, "Nyonya, Bibi Asih dan Putra Mahkota sudah tidur."

Viola mengangguk pelan. Memang Bibi Asih sangat repot mengurus Garong. Sebentar buang air besar, sebentar buang air kecil, sebentar minta makan, ditambah usianya yang sudah lanjut, tubuhnya tentu mudah lelah.

"Kalau begitu, jangan ganggu dia, kita saja yang makan."

Nadia mengangguk, lalu duduk gembira di samping Viola.

Viola tidak tahan untuk bertanya, "Nadia, apa istana ini sangat besar?"

Nadia mengangguk. "Tentu saja besar."

Viola menatap langit lalu bertanya lagi, "Kalau begitu … di dalam istana ada tempat indah apa saja?"

"Tempat indah itu apa maksudnya?" Nadia agak bingung.

Viola dengan sabar menjelaskan, "Tempat yang indah dan menyenangkan."

Nadia memiringkan kepala sambil berpikir sejenak.

"Mungkin Taman Kekaisaran. Sekarang bunga-bunga langka sedang bermekaran, pasti sangat indah."

Viola sudah terkurung di istana pengasingan lebih dari seminggu, cuma bisa melihat secuil langit di atas kepala, perasaannya pun jadi agak sumpek.

Kalau terus terjebak di tempat bobrok ini, belum sempat mengumpulkan cukup uang, dia sudah depresi duluan.

Dia dengan tidak tahan bertanya, "Taman Kekaisaran itu jauh dari istana pengasingan kita?"

Nadia tertegun lalu berkata kaget, "Nyonya, jangan bilang kamu mau keluar?"

Viola melirik ke dalam, lalu berkata pelan, "Sudah larut, kalau kita menyelinap keluar jalan-jalan, sepertinya tidak akan ada yang tahu."

"Ini…"

Bibir Nadia ragu, tetapi matanya penuh semangat.

Viola tentu bisa membaca pikirannya, lalu meraih pergelangan tangan Nadia dan menariknya berdiri.

Dia berkata pelan, "Ambilkan baju kasim, kita ganti lalu menyelinap keluar sebentar. Bibi Asih sepertinya tidak akan terbangun."

Nadia merasa bersemangat sekaligus tegang.

"Nyonya, apa boleh kita begini?"

"Seharusnya aman, kita tidak akan pergi jauh, anggap saja keluar buat menghirup udara segar."

Sesaat kemudian, majikan dan pelayan itu merangkak keluar melalui lubang anjing.

Mereka berdua memutar dari belakang tembok, langsung terlihat sebuah jalan panjang di depan mata.

Viola merasa napasnya menjadi jauh lebih lega tatkala melihat lorong yang luas itu.

Dia melihat lorong itu kosong melompong tanpa seorang pun, keberaniannya pun bertambah. Dia menarik Nadia untuk berjalan perlahan ke depan.

Majikan dan pelayan itu seperti nenek-nenek terperangkap memasuki taman besar. Dia berjalan sambil menoleh ke sana-sini. Nadia yang terlalu gugup, saat sampai di hutan kecil di depan, wajahnya memerah sambil berkata, "Nyonya, aku ingin buang air kecil."

"Pergilah, aku akan berjaga."

Nadia sudah tidak tahan lagi, dia pun berlari kecil masuk ke hutan.

Viola berkacak pinggang. Setelah menghirup udara luas, hatinya terasa sangat senang.

Namun, tidak lama kemudian kegembiraannya berubah menjadi kemalangan.

Saat dia sedang memandang ke sekitar, sekelompok pengawal patroli berjalan dari arah berlawanan.

Viola terlihat berdiri di tengah jalan, jadi mereka langsung membentak, "Kamu dari istana mana? Tengah malam begini lagi apa di sini?"

Viola yang terkejut pun langsung menundukkan kepala, tiba-tiba muncul satu nama di kepalanya.

"Hamba dari Istana Salih."

"Kalau begitu, cepat kembali."

"Baik."

Viola berbalik hendak pergi, tetapi prajurit yang memimpin memanggilnya.

"Istana Salih ke arah sini."

"Terima kasih, Kakak Pengawal, malam gelap begini aku jadi kurang tahu arah."

Viola terkekeh kaku, lalu berjalan ke arah yang ditunjukkan pengawal.

Awalnya dia berniat berjalan beberapa langkah lalu berbalik. Siapa sangka, pasukan pengawal itu terus mengikutinya. Viola pun terpaksa berjalan bersama mereka. Setelah berbelok dua kali, dia benar-benar tersesat.

Dia ingin bertanya pada para pengawal itu, tapi baru sadar mereka sudah pergi jauh.

Viola menatap lorong-lorong yang bentuknya hampir sama semua, cuma bisa terdiam. Dia harus cepat kembali, jika Nadia tidak melihatnya, gadis itu pasti akan cemas.

Saat hendak mencari seseorang untuk bertanya, tiba-tiba dari istana di sampingnya keluar seorang pria membawa pedang panjang dan mengenakan pakaian bela diri hitam mirip para pengawal tadi.

Viola segera berlari mendekat, lalu menepuk bahu pria itu.

Namun, pergelangan tangannya langsung dicengkeram oleh tangan besar bak capit besi. Belum sempat bereaksi, tubuhnya sudah dibanting ke tanah.

"Aduh."

Viola terjatuh dengan posisi terbalik, topi di kepalanya pun miring.

Dia menahan sakit sambil buru-buru membetulkan topinya, lalu berkata kesal, "Kamu gila, ya? Aku bukan pembunuh, cuma mau tanya jalan, perlu main pukul begitu? Aduh, pinggangku."

Pria itu sudah berbalik. Saat melihat jelas wajahnya, mulut Viola langsung terbuka membentuk huruf O.

Astaga, tampan luar biasa!

Pria di depannya berusia sekitar 20 tahun. Pakaian bela diri hitam membuat bahunya tampak lebar dan pinggangnya ramping, tubuhnya tinggi semampai. Di zaman modern, dia jelas seperti model profesional.

Wajahnya pun sangat tampan. Hidungnya tinggi mancung, bibir tipis, dan garis wajahnya tegas bak pahatan pisau.

Pria itu menyipitkan mata yang berkilat dingin saat menatap Viola. Setiap gerak-geriknya memancarkan aura dingin yang terlepas dari hasrat duniawi.

"Lancang, kamu dari istana mana?"

Suara rendah itu keluar dari bibirnya, seketika membuat Viola tersadar.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 70: Kaisar, Tolong!

    Istana Cani.Ibu Suri duduk di sofa empuk, di sampingnya berdiri Jenar yang terus menangis tersedu-sedu."Ibu Suri, Kaisar sampai menyuruh ayahku pergi menanam di ladang, bagaimana dengan reputasi Keluarga Lukio kita?"Lima belas menit kemudian, begitu mendengar kabar itu, Jenar segera datang untuk mengadu kepada Ibu Suri.Wajah Ibu Suri juga terlihat sangat tidak enak dilihat.Dia sudah tahu kabar bahwa Wijaya sedang ditahan di kediamannya, kini Kaisar mulai mengarahkan sasaran ke Keluarga Lukio, benar-benar keterlaluan dan tidak tertahankan.Seandainya tahu begini, hari itu dia tidak seharusnya berbelas kasihan. Kalau saja anak itu juga dihabisi, takhta pasti sudah menjadi milik Wijaya.Dia teringat ketika mendiang Kaisar masih hidup, pernah berkata sendiri bahwa menjadikan Yosa sebagai putra mahkota hanyalah untuk diperlihatkan kepada para menteri, sebenarnya tahta akan diwariskan pada Wijaya, anak sahnya.Siapa sangka, saat ajal menjemput, pria tua itu malah berubah pikiran, entah

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 69: Semangka

    Setelah dua perintah ini keluar, para menteri tidak berani berbicara lagi.Yosa melirik semua orang dengan puas, lalu berucap dengan acuh tak acuh, "Kalau ada yang ingin disampaikan, sampaikan sekarang. Kalau tidak ada, bubar."Para menteri menunduk dan berkata, "Hamba tidak ada yang ingin disampaikan.""Bubar."Yosa bangkit dengan agung, lalu berjalan keluar dari Aula Permata.Saat ini Viola sudah mengikuti Andi untuk menunggu di Ruang Baca Kekaisaran.Dia kembali terpikirkan 2.000 tahil itu, yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kehilangan seratus poin yang tidak jelas, dia merasa makin tertekan.Andi melihatnya tidak gembira, jadi bertanya dengan suara rendah, "Ivo, ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Viola menggelengkan kepalanya."Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat ibuku dan anakku. Hatiku merasa sedikit sedih."Andi menghela napas. "Kamu sungguh menyedihkan. Lebih baik seperti aku, tidak ada beban di hati. Hanya perlu perhatikan diriku

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 68: Hamba Sangat Bersedia

    "Kamu juga berdirilah."Suara Yosa terdengar rendah, entah kenapa membawa kesan suram."Terima kasih, Kaisar."Viola berdiri dari bawah, tetapi matanya masih melirik ke arah uang itu hingga tanpa sadar menelan ludah.Nugraha yang masuk dari luar aula, kebetulan melihat gerakan menelan Viola, telinganya pun ikut memerah.Viola agak bingung saat melihat Nugraha menatapnya dengan ekspresi aneh, lalu dia bergeser ke tepi meja.Nugraha tidak berani memperlihatkan lebih banyak, dia buru-buru membantu Yosa berganti pakaian.Saat Yosa dalam posisi membelakangi, Viola segera menarik dua lembar uang, lalu cepat melipat dan menyelipkannya ke lengan bajunya.Meski hanya 200 tahil, setidaknya cukup membuat hatinya terasa lega.Sesaat kemudian, Yosa sudah berpakaian rapi.Mahkota kaisar dengan hiasan batu akik merah melambangkan kekuasaan tertinggi. Naga emas bercakar lima di dadanya tampak gagah dan penuh wibawa.Begitu mengenakan jubah kaisar, aura Yosa seketika menjadi tajam. Tiap gerakannya seak

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 67: Nugraha Salah Paham

    Yosa menekan pergelangan tangan Viola dengan satu lutut. Tangan kanannya sudah mengunci leher wanita itu, lalu sepasang mata tajamnya gelap dan setajam pisau.Viola melihat bayangan hitam raksasa yang menaunginya, membuat jantungnya berdebar seperti genderang."Kaisar, ini aku..."Viola mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang tercekik.Dalam kegelapan, bibir merah muda Viola sedikit terbuka. Dia berusaha keras melepaskan tangan besar Yosa yang seperti penjepit besi.Yosa menyipitkan mata tajamnya, kemudian perlahan melepaskan tangannya.Dia bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu ada di sini?""Hamba berjaga malam bersama Kasim Andi hari ini. Saat hamba mendengar suara Kaisar, hamba pikir Kaisar sakit, jadi hamba masuk untuk melihat kondisi Kaisar."Viola bangkit dengan tergesa-gesa sambil batuk beberapa kali.Mata tajam Yosa sedikit menyipit dengan tatapan tidak menentu.Viola buru-buru berlutut di bawah."Kaisar, hamba sungguh masuk karena mendengar suara. Ham

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 66: Kehilangan 100 Poin

    Jangan-jangan hujan tadi adalah hasil tukar poin darinya?Astaga!Apa-apaan ini?Viola tiba-tiba teringat saat dia menukar susu bubuk untuk Garong, papan di samping toko poin sempat memperbarui beberapa tulisan, sepertinya ada kata tentang Sumber Spiritual. Waktu itu dia buru-buru, makanya tidak sempat memperhatikan.Apa mungkin Sumber Spiritual itu telah meningkatkan suatu fungsi lagi?Makin dipikir Viola makin gelisah. Dia segera berkata pada beberapa orang, "Aku mau ke WC, kalian tunggu di sini sebentar."Seorang kasim muda sambil tersenyum berkata, "Pergilah, kalau Kaisar bertanya, kami akan bantu cari alasan buatmu.""Terima kasih."Viola keluar dari Ruang Baca Kekaisaran. Sekitar dua ratus meter jauhnya ada sebuah WC khusus untuk para pelayan kaisar, baik kasim maupun dayang.Saat berpikir demikian, Viola tiba-tiba menyadari sesuatu.Yang melayani Wijaya sepertinya semuanya kasim, sama sekali tidak ada dayang.Biar saja, siapa pun yang dipakai tidak penting, sekarang dia hanya in

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 65: Sumber Spiritual Menurunkan Hujan?

    Yosa meletakkan alat tulisnya, kemudian melangkah cepat ke pintu.Aroma segar rerumputan bercampur tanah meresap ke dalam hidungnya, membuat Yosa merasa segar.Andi dan yang lainnya berdiri di halaman. Mereka semua melompat kegirangan melihat hujan turun."Hujan! Hujan turun!""Sejuk sekali!"Beberapa orang itu sejenak lupa diri.Saat mereka berbalik dan melihat Kaisar, mereka semua langsung terdiam.Yosa tidak menyalahkan mereka. Setelah lama tidak hujan, hatinya juga sama gembiranya.Saat ini, Nugraha juga kembali membawa es raksasa. Dia berlari sambil berkata, "Kaisar, hujan lebat dari langit ini adalah pertanda keberuntungan. Pasti karena Kaisar sepenuh hati melayani rakyat, sehingga menyentuh surga dan menurunkan hujan ini."Viola berdiri di belakang Yosa. Dia mencibir saat mendengar ucapan ini, 'Orang tua ini sungguh pandai menjilat.'Wajah Yosa tampak tenang, matanya masih menatap tetesan hujan yang jatuh dari langit.Tadi pagi, dia secara khusus bertanya pada Biro Pengawas Astr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status