Share

Bab 8: Jangan Biarkan Dia Senang

Penulis: Runa
Viola juga ikut ke pintu, bersembunyi di samping untuk menguping.

Bibi Asih bertanya dengan tidak sabar, "Aden dan Deden, apa barangnya sudah terjual?"

Aden menjawab dengan kegembiraan yang tidak bisa ditahan, "Sudah! Dari mana kalian dapatkan barang-barang ini?"

"Itu bukan urusanmu, berikan uangnya ke dalam," jawab Bibi Asih.

Terdengar suara gerutuan. Pintu istana didorong hingga terbuka sedikit, sebuah bungkusan uang perak pun diserahkan dari luar.

Deden kemudian berkata, "Bibi Asih, barang ini memang mudah dijual, tapi harganya tidak setinggi yang Anda katakan. Empat barang total terjual 300 tahil. Bagaimana menurut Anda?"

Bibi Asih tidak bisa menahan diri untuk melirik Viola. Viola sedikit mengerutkan alisnya, tetapi kemudian mengangguk.

Bibi Asih menerima perak itu, "Baiklah. Lain kali jual lebih mahal sedikit. Soalnya barang kami ini sangat langka dan berharga."

Deden terkekeh.

"Nyonya tenang saja. Kalau ada barang lagi, aku jamin akan berusaha sekuat tenaga kujualkan untukmu."

Viola sudah masuk ke dalam kamar.

Tiga ratus tahil untuk empat barang sudah cukup banyak. Di zaman ini, 300 tahil perak sudah cukup untuk menghidupi keluarga biasa selama lima hingga enam tahun.

Namun, dibandingkan dengan biaya yang dia butuhkan untuk keluar dari istana, itu terlalu sedikit.

Pertama, dia harus menyiapkan pakaian dan kartu identitas. Semua prajurit yang menjaga gerbang istana harus diberi suap. Tidak akan cukup tanpa beberapa ribu tahil.

Selain itu, dia juga curiga Aden dan Deden ini menilap uangnya.

Belum sempat dia berbicara, Bibi Asih sudah berkata, "Dua orang ini bukan orang baik. Kalau dijual di dalam istana, harganya paling tidak 600 hingga 700 tahil."

"Sudahlah, aku biarkan mereka menilapnya. Kita tidak punya jalan lain di istana. Dengan status mereka yang rendah, kalau mereka menjualnya di dalam istana, pasti akan ada orang yang bertanya-tanya dan akhirnya kita bisa terbongkar. Bibi Asih, ambilkan sisa cermin dan parfum itu untuk mereka berdua. Lain kali kalau mereka datang, suruh mereka bawakan tiga set pakaian kasim dan belikan sedikit daging untuk kita," balas Viola dengan nada datar.

Bibi Asih mengiyakan, mengambil sisa cermin dan parfum, kemudian keluar.

Tiga hari kemudian, Aden dan Deden kembali untuk menyampaikan pesan. Setelah dikurangi biaya pakaian dan daging, mereka cuma membawa kembali 400 ratus tahil.

Bibi Asih merasa jengkel.

"Dua bajingan ini, mereka pasti mengincar kita karena tahu kita mudah ditipu. Pakaian dan daging paling-paling harganya cuma 20 tahil perak."

Viola tersenyum sinis saat berucap, "Ini namanya, begitu bangsawan kehilangan kekuasaan, pasti akan menjadi sangat sengsara."

Nadia juga tidak bisa menahan diri untuk berkomentar, "Nyonya, kalau kita biarkan saja mereka, bukankah uang yang kita dapatkan berikutnya malah lebih sedikit?"

Viola memutar matanya. "Lalu, apa yang bisa kita lakukan? Kita juga tidak bisa keluar."

Nadia menunjuk ke lubang anjing dan berbisik, "Nyonya, Anda lupa? Sebenarnya kita bisa keluar. Kita bisa menghubungi Kasim Agung sendiri, meminta mereka membantu kita menjualkannya, pasti uangnya lebih banyak."

Bibi Asih segera menolak, "Tidak bisa. Kalau mereka bertanya kita dari istana mana, kita jawab apa? Ini terlalu berbahaya."

Nadia menarik tangan Bibi Asih. "Sebelum Yang Mulia Viola melahirkan, aku dengar dari Dapur Kekaisaran kalau ada banyak wanita terpilih istana baru yang datang ke istana. Kita sebutkan saja salah satu dari mereka. Bisa, 'kan? Kita tidak bisa membiarkan koin perak sebanyak ini dicuri oleh orang lain."

Viola juga menyayangkan poinnya. Pagi ini saat pergi ke ruang, dia melihat bibit-bibit itu baru saja bertunas. Dengan kecepatan ini, panen masih harus menunggu beberapa hari lagi.

Dia juga tidak berani menghabiskan sisa poinnya sembarangan, sebab harus disimpan guna membeli susu bubuk untuk Garong.

Namun jika harus keluar, dia tidak punya kenalan di istana dan terlalu berisiko.

Setelah berpikir panjang, dia cuma bisa menerima kerugian ini untuk sementara. Nanti begitu akan pergi, dia akan memberi pelajaran kepada dua bajingan Aden dan Deden ini.

Setelah makan siang, Viola kembali dengan berat hati pergi ke ruang untuk menukar dua cermin kecil dan dua botol parfum gosok, lalu menyuruh Bibi Asih memberikannya kepada Aden dan Deden.

Kedua pria itu sangat gembira setelah mendapatkan barang-barang itu. Penjualan pertama mereka jual ke toko perhiasan dengan harga 150 tahil per barang. Penjualan kedua, mereka menitipkannya untuk dijual di kediaman Cendekiawan Agung Eko, mereka mendapatkan seribu tahil.

Mata kedua pria itu seketika berbinar saat melihat begitu banyak barang datang lagi.

Aden berbisik, "Adik, kamu memang hebat. Barang-barang kecil ini bisa membuat kita menghasilkan beberapa ratus tahil. Hanya saja ... bukankah tidak baik kalau kita terus menilap uang mereka?"

Deden mendengkus, "Tidak baik apanya? Yang Mulia itu dikurung di istana pengasingan, bahkan tidak bisa keluar. Apa lagi yang perlu kita khawatirkan? Bagaimana kalau suatu hari nanti kita dipindahkan? Kita tidak akan bisa menghasilkan uang lagi. Mumpung mereka masih punya barang, kita harus meraup keuntungan besar."

Setelah dipikir-pikir, Aden merasa ucapan Deden masuk akal juga.

Begitu masuk ke istana pengasingan, jangan harap bisa keluar seumur hidup. Memang tidak ada yang perlu ditakutkan.

Dia kemudian bertanya dengan bingung, "Kamu bilang mereka dikurung di istana pengasingan, lalu dari mana asal barang-barang ini?"

Deden menimpali dengan tidak sabar, "Persetan dari mana, yang penting dapat uang, 'kan?"

Viola juga sangat membenci mereka. Meski barang-barang ini tidak membutuhkan banyak poin, poin juga tidak datang dengan cuma-cuma.

Dua bajingan ini, dia harus cari cara untuk memberi keduanya pelajaran yang pantas.

Pada malam hari, Viola memerintahkan Nadia untuk memasak daging kecap. Dengan gula dan kecap, warna dan rasanya langsung meningkat beberapa tingkat.

Nadia menelan ludah.

"Nyonya, Anda belajar dari siapa? Kenapa tiba-tiba bisa memasak begitu banyak hidangan?"

"Tentu saja dari Kakek Dewa. Coba cicipi, enak tidak?"

Viola mengulurkan alat makan untuk mengambil sepotong daging. Begitu dia mengangkat tangannya, sepotong daging itu direbut lagi oleh mulut yang besar.

Viola merasa jengkel sekaligus geli.

"Kamu ini binatang pintar juga. Setiap kali aku menumis sayur, kamu tidak datang. Tapi saat memasak daging, kamu datang lebih cepat daripada siapa pun."

Si Putih sudah menelan dagingnya.

Mulutnya mengeluarkan suara-suara aneh, sedangkan kakinya mulai menyembah Viola lagi.

Viola mengambil sepotong daging berlemak dan melemparkannya padanya.

Sambil menepuk kepala besarnya, dia bertanya, "Nak Putih, apa tuanmu marah setelah aku merias wajahmu?"

Pikiran si Putih cuma tertuju pada daging. Setelah selesai makan, ia kembali berterima kasih. Kedua kaki belakangnya melompat-lompat di tanah, seolah-olah ingin melompat ke dalam panci.

Viola melemparkan sepotong lagi dan berkata, "Setelah selesai makan, aku akan meriasmu lagi. Aku jamin tuanmu akan senang melihatnya."

Kali ini, Viola melukis si Putih menjadi seekor panda raksasa. Dia juga mengoleskan noda hitam yang besar di tubuhnya.

Si Putih dengan senang hati keluar dari lubang anjing dengan mata panda sembari mengibas-ngibaskan pantatnya.

Nadia menahan tawa selama beberapa saat, tetapi akhirnya tertawa terbahak-bahak.

"Nyonya, Anda punya imajinasi yang luar biasa. Kalau Kaisar melihatnya, dia pasti akan marah besar. Saat masih di Kediaman Putra Mahkota, dia sangat menyayangi anjing ini. Kalau ada satu helai bulunya yang rontok, sedihnya bisa sangat lama."

Viola menepuk-nepuk tangannya. "Bagus kalau dia marah sampai mati. Pria bajingan seperti itu tidak boleh dibiarkan hidup terlalu senang."

Saat Viola sedang berbicara, si Putih sudah berlari ke Ruang Baca Kekaisaran.

Yosa sedang memeriksa laporan. Saat dia melihat si Putih berlari masuk dengan dua lingkaran hitam di matanya, ekspresi wajahnya langsung berubah.

"Siapa yang bertindak seberani ini sampai membuat matamu jadi seperti ini?"

Si Putih sudah melompat ke arahnya. Yosa baru menyadari bahwa area di sekitar mata anjing itu diolesi abu gosok.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 70: Kaisar, Tolong!

    Istana Cani.Ibu Suri duduk di sofa empuk, di sampingnya berdiri Jenar yang terus menangis tersedu-sedu."Ibu Suri, Kaisar sampai menyuruh ayahku pergi menanam di ladang, bagaimana dengan reputasi Keluarga Lukio kita?"Lima belas menit kemudian, begitu mendengar kabar itu, Jenar segera datang untuk mengadu kepada Ibu Suri.Wajah Ibu Suri juga terlihat sangat tidak enak dilihat.Dia sudah tahu kabar bahwa Wijaya sedang ditahan di kediamannya, kini Kaisar mulai mengarahkan sasaran ke Keluarga Lukio, benar-benar keterlaluan dan tidak tertahankan.Seandainya tahu begini, hari itu dia tidak seharusnya berbelas kasihan. Kalau saja anak itu juga dihabisi, takhta pasti sudah menjadi milik Wijaya.Dia teringat ketika mendiang Kaisar masih hidup, pernah berkata sendiri bahwa menjadikan Yosa sebagai putra mahkota hanyalah untuk diperlihatkan kepada para menteri, sebenarnya tahta akan diwariskan pada Wijaya, anak sahnya.Siapa sangka, saat ajal menjemput, pria tua itu malah berubah pikiran, entah

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 69: Semangka

    Setelah dua perintah ini keluar, para menteri tidak berani berbicara lagi.Yosa melirik semua orang dengan puas, lalu berucap dengan acuh tak acuh, "Kalau ada yang ingin disampaikan, sampaikan sekarang. Kalau tidak ada, bubar."Para menteri menunduk dan berkata, "Hamba tidak ada yang ingin disampaikan.""Bubar."Yosa bangkit dengan agung, lalu berjalan keluar dari Aula Permata.Saat ini Viola sudah mengikuti Andi untuk menunggu di Ruang Baca Kekaisaran.Dia kembali terpikirkan 2.000 tahil itu, yang membuatnya merasa sangat tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kehilangan seratus poin yang tidak jelas, dia merasa makin tertekan.Andi melihatnya tidak gembira, jadi bertanya dengan suara rendah, "Ivo, ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"Viola menggelengkan kepalanya."Tidak apa-apa, aku hanya tiba-tiba teringat ibuku dan anakku. Hatiku merasa sedikit sedih."Andi menghela napas. "Kamu sungguh menyedihkan. Lebih baik seperti aku, tidak ada beban di hati. Hanya perlu perhatikan diriku

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 68: Hamba Sangat Bersedia

    "Kamu juga berdirilah."Suara Yosa terdengar rendah, entah kenapa membawa kesan suram."Terima kasih, Kaisar."Viola berdiri dari bawah, tetapi matanya masih melirik ke arah uang itu hingga tanpa sadar menelan ludah.Nugraha yang masuk dari luar aula, kebetulan melihat gerakan menelan Viola, telinganya pun ikut memerah.Viola agak bingung saat melihat Nugraha menatapnya dengan ekspresi aneh, lalu dia bergeser ke tepi meja.Nugraha tidak berani memperlihatkan lebih banyak, dia buru-buru membantu Yosa berganti pakaian.Saat Yosa dalam posisi membelakangi, Viola segera menarik dua lembar uang, lalu cepat melipat dan menyelipkannya ke lengan bajunya.Meski hanya 200 tahil, setidaknya cukup membuat hatinya terasa lega.Sesaat kemudian, Yosa sudah berpakaian rapi.Mahkota kaisar dengan hiasan batu akik merah melambangkan kekuasaan tertinggi. Naga emas bercakar lima di dadanya tampak gagah dan penuh wibawa.Begitu mengenakan jubah kaisar, aura Yosa seketika menjadi tajam. Tiap gerakannya seak

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 67: Nugraha Salah Paham

    Yosa menekan pergelangan tangan Viola dengan satu lutut. Tangan kanannya sudah mengunci leher wanita itu, lalu sepasang mata tajamnya gelap dan setajam pisau.Viola melihat bayangan hitam raksasa yang menaunginya, membuat jantungnya berdebar seperti genderang."Kaisar, ini aku..."Viola mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengeluarkan suara yang tercekik.Dalam kegelapan, bibir merah muda Viola sedikit terbuka. Dia berusaha keras melepaskan tangan besar Yosa yang seperti penjepit besi.Yosa menyipitkan mata tajamnya, kemudian perlahan melepaskan tangannya.Dia bertanya dengan suara berat, "Kenapa kamu ada di sini?""Hamba berjaga malam bersama Kasim Andi hari ini. Saat hamba mendengar suara Kaisar, hamba pikir Kaisar sakit, jadi hamba masuk untuk melihat kondisi Kaisar."Viola bangkit dengan tergesa-gesa sambil batuk beberapa kali.Mata tajam Yosa sedikit menyipit dengan tatapan tidak menentu.Viola buru-buru berlutut di bawah."Kaisar, hamba sungguh masuk karena mendengar suara. Ham

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 66: Kehilangan 100 Poin

    Jangan-jangan hujan tadi adalah hasil tukar poin darinya?Astaga!Apa-apaan ini?Viola tiba-tiba teringat saat dia menukar susu bubuk untuk Garong, papan di samping toko poin sempat memperbarui beberapa tulisan, sepertinya ada kata tentang Sumber Spiritual. Waktu itu dia buru-buru, makanya tidak sempat memperhatikan.Apa mungkin Sumber Spiritual itu telah meningkatkan suatu fungsi lagi?Makin dipikir Viola makin gelisah. Dia segera berkata pada beberapa orang, "Aku mau ke WC, kalian tunggu di sini sebentar."Seorang kasim muda sambil tersenyum berkata, "Pergilah, kalau Kaisar bertanya, kami akan bantu cari alasan buatmu.""Terima kasih."Viola keluar dari Ruang Baca Kekaisaran. Sekitar dua ratus meter jauhnya ada sebuah WC khusus untuk para pelayan kaisar, baik kasim maupun dayang.Saat berpikir demikian, Viola tiba-tiba menyadari sesuatu.Yang melayani Wijaya sepertinya semuanya kasim, sama sekali tidak ada dayang.Biar saja, siapa pun yang dipakai tidak penting, sekarang dia hanya in

  • Permaisuri Bangkit: Dari Istana Dingin Menuju Tahta   Bab 65: Sumber Spiritual Menurunkan Hujan?

    Yosa meletakkan alat tulisnya, kemudian melangkah cepat ke pintu.Aroma segar rerumputan bercampur tanah meresap ke dalam hidungnya, membuat Yosa merasa segar.Andi dan yang lainnya berdiri di halaman. Mereka semua melompat kegirangan melihat hujan turun."Hujan! Hujan turun!""Sejuk sekali!"Beberapa orang itu sejenak lupa diri.Saat mereka berbalik dan melihat Kaisar, mereka semua langsung terdiam.Yosa tidak menyalahkan mereka. Setelah lama tidak hujan, hatinya juga sama gembiranya.Saat ini, Nugraha juga kembali membawa es raksasa. Dia berlari sambil berkata, "Kaisar, hujan lebat dari langit ini adalah pertanda keberuntungan. Pasti karena Kaisar sepenuh hati melayani rakyat, sehingga menyentuh surga dan menurunkan hujan ini."Viola berdiri di belakang Yosa. Dia mencibir saat mendengar ucapan ini, 'Orang tua ini sungguh pandai menjilat.'Wajah Yosa tampak tenang, matanya masih menatap tetesan hujan yang jatuh dari langit.Tadi pagi, dia secara khusus bertanya pada Biro Pengawas Astr

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status