Home / Romansa / Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu / Bab 4 : Bau Busuk di Atas Kertas

Share

Bab 4 : Bau Busuk di Atas Kertas

Author: Murufu
last update Last Updated: 2025-10-08 08:01:58

Tengah malam tiba seperti kain beludru hitam yang membekap Istana Bunga Es. Keheningan begitu pekat hingga Rania bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang tenang dan terukur, kontras dengan napas Elara yang terdengar cepat dan gugup di sampingnya. Di bawah cahaya bulan yang pucat, mereka berdua tampak seperti bayangan yang terbuat dari kegelapan itu sendiri, mengenakan gaun paling gelap yang bisa mereka temukan.

"Waktunya," bisik Rania. Suaranya nyaris tak terdengar, namun penuh dengan otoritas yang membuat Elara langsung mengangguk.

Misi mereka dimulai. Bergerak menyusuri koridor yang dingin terasa seratus kali lebih berbahaya di malam hari. Setiap embusan angin terdengar seperti bisikan, setiap bayangan dari obor yang berkedip-kedip tampak seperti penjaga yang bersembunyi. Rania berjalan di depan, langkahnya ringan dan penuh perhitungan, mengandalkan denah mental yang telah ia bangun. Elara mengikuti di belakangnya, membawa lentera yang ditutup kain tebal, setiap derit papan lantai di bawah kakinya membuatnya tersentak ngeri.

Mereka tiba di depan pintu kantor Pengurus Istana. Udara terasa lebih dingin di sini, seolah ruangan di baliknya menyimpan rahasia yang beku. Elara menyerahkan kunci besi itu kepada Rania, tangannya gemetar hebat.

"Aku tidak bisa, Yang Mulia," bisiknya. "Tangan saya terlalu gemetar."

Rania mengambil kunci itu tanpa berkata apa-apa. Dengan gerakan yang mantap, dia memasukkannya ke lubang kunci. Bunyi *klik* dari mekanisme kunci yang berputar terdengar begitu nyaring, seolah berteriak ke seluruh istana. Keduanya membeku, menahan napas, menunggu suara langkah kaki atau teriakan alarm.

Tidak ada. Hanya keheningan.

Rania mendorong pintu itu perlahan, membuka celah yang cukup untuk mereka menyelinap masuk. Bau kertas tua, debu, dan tinta yang apek langsung menyergap mereka. Kantor itu gelap dan sunyi. Setelah menutup pintu dengan hati-hati, Elara akhirnya memberanikan diri membuka sedikit kain penutup lenteranya, memancarkan lingkaran cahaya keemasan yang gemetar di tengah ruangan.

Kantor itu tampak persis seperti yang Rania bayangkan: teratur dalam kekacauannya. Berkas-berkas menumpuk di meja, tetapi rak-rak buku besar yang menjulang di dinding tersusun rapi berdasarkan tahun.

"Pekerjaan dimulai," kata Rania, nadanya kini sepenuhnya berubah menjadi seorang manajer proyek. "Elara, kau mulai dari rak sebelah kiri. Turunkan semua buku besar pengeluaran dari tahun ini. Letakkan di atas meja. Aku akan memeriksa catatan inventaris."

Gadis itu mengangguk dan segera bekerja, gerakannya cepat karena adrenalin. Dalam beberapa menit, meja besar di tengah ruangan itu telah dipenuhi oleh buku-buku tebal berjilid kulit. Bagi Elara, itu adalah tumpukan pekerjaan yang menakutkan. Bagi Rania, itu adalah harta karun.

Dia membuka buku besar pertama. Matanya memindai barisan angka dan tulisan dengan kecepatan yang tidak manusiawi. Dia tidak membaca kata per kata; dia mencari anomali, pola yang tidak masuk akal.

"Elara," panggil Rania setelah beberapa menit, suaranya tajam. "Buka buku inventaris dapur untuk bulan ketiga. Bacakan catatan penerimaan gandum."

Elara dengan cepat menemukan halaman yang dimaksud. "Tercatat... tujuh puluh karung gandum kualitas terbaik, Yang Mulia."

"Sekarang lihat buku besar pengeluaran yang kupegang," kata Rania, jarinya menunjuk sebuah baris. "Di sini tercatat pembelian seratus karung. Tiga puluh karung menghilang setiap bulan. Itu lebih dari seratus keping emas yang hilang hanya dari gandum dalam setahun."

Mata Elara membelalak. "Tiga puluh karung?"

"Ini baru pemanasan," gumam Rania, sudah beralih ke halaman lain. "Lihat ini. Anggaran pembelian anggur dari Wilayah Selatan. Lima puluh botol setiap dua minggu. Apakah kita pernah mengadakan pesta di sini, Elara?"

"Tidak pernah, Yang Mulia. Anggur terbaik hanya disajikan untuk Puan Delia dan Tuan Valerius."

"Aku yakin begitu," kata Rania sinis. "Tetapi anggur yang mereka minum mungkin hanya lima botol. Sisa empat puluh limanya dijual kembali ke pedagang di kota dengan setengah harga. Keuntungan bersih, tanpa modal."

Mereka terus bekerja dalam keheningan yang tegang, hanya dipecah oleh suara lembaran kertas yang dibalik dan bisikan Rania saat dia menemukan kejanggalan lain. Pembelian sutra fiktif. Biaya perbaikan palsu. Gaji untuk penjaga yang tidak pernah ada. Bau busuk keserakahan dan pengkhianatan menguar dari setiap halaman kertas tua itu.

Elara, yang pada awalnya hanya merasa takut, kini mulai merasakan gelombang kemarahan yang dingin. Uang-uang ini seharusnya bisa digunakan untuk membeli selimut yang lebih hangat untuk para pelayan, makanan yang lebih layak, atau untuk memperbaiki atap yang bocor di kamarnya. Kemarahan memberinya fokus baru. Dia tidak lagi hanya membantu karena diperintah; dia kini adalah bagian dari perlawanan ini.

Setelah hampir dua jam, Rania bersandar di kursinya. Dia telah menemukan lusinan pencurian kecil hingga menengah. Cukup untuk menjebloskan Delia dan Valerius ke penjara. Tapi dia tahu ini belum semuanya. Harus ada buku catatan utamanya, sebuah buku besar bayangan tempat semua keuntungan haram ini dicatat.

"Mereka tidak akan sebodoh itu menuliskannya di buku resmi," gumam Rania pada dirinya sendiri. Dia bangkit dan mulai memeriksa kantor itu dengan lebih teliti. Matanya memindai setiap sudut, setiap celah. Di balik tumpukan perkamen? Tidak ada. Di laci meja yang terkunci? Dia membukanya paksa dengan sebuah pisau surat, isinya hanya surat-surat pribadi.

Lalu, matanya tertuju pada sebuah rak buku di sudut yang paling gelap. Isinya bukan buku keuangan, melainkan koleksi buku-buku puisi dan sejarah yang tampak jarang disentuh. Sebuah insting dari dunianya—di mana data paling penting seringkali disembunyikan di tempat yang paling tidak terduga—menggerakkannya.

Dia menarik salah satu buku yang tebal secara acak. Buku itu terasa lebih ringan dari yang seharusnya. Dia membukanya. Halaman-halaman di dalamnya telah dilubangi, menciptakan sebuah kompartemen rahasia. Dan di dalamnya, terbaring sebuah buku catatan kecil bersampul kulit hitam.

"Kena kau," bisik Rania.

Dia membawa buku itu kembali ke meja. Ini bukan buku keuangan biasa. Isinya adalah kode. Nama-nama samaran dan persentase.

'Bunga Lily: 10%'. 'Burung Kenari: 5%'. 'Angin Utara: 7%'.

Dan yang paling sering muncul, dengan persentase terbesar: 'Hadiah untuk Nyonya C: 25%'.

"Nyonya C..." gumam Rania. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Sebuah fragmen ingatan Aurelia yang kabur melintas di benaknya—seorang wanita bangsawan cantik dengan senyum semanis madu, yang sering mengirimkan hadiah dan surat-surat simpati. Wanita yang selalu memanggil Aurelia "adikku tersayang".

Selir Cordelia.

Saat nama itu terbentuk di benaknya, semua kepingan puzzle langsung menyatu. Kebangkrutan House Thorne setelah Aurelia menjadi permaisuri. Rumor-rumor buruk yang tiba-tiba menyebar tentangnya. Pengasingannya yang begitu cepat dan tanpa pembelaan. Semuanya didalangi oleh 'teman' terdekatnya.

"Cordelia," bisik Rania, nama itu terasa seperti racun di lidahnya.

Dia telah menemukan ularnya. Dan sekarang, dia memegang peta menuju sarangnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 9: Pisau Sang Auditor

    Fajar menyingsing di atas Istana Bunga Es, bukan membawa kehangatan, melainkan cahaya abu-abu dingin yang menyoroti kelelahan dan kekacauan dari malam yang panjang. Di balkon kantor darurat Rania, Delia berdiri dengan bahu merosot, napasnya masih terengah-engah. Di atas meja, tergeletak setumpuk tebal perkamen—laporan inventaris yang ditulis dengan tergesa-gesa, penuh dengan coretan dan noda tinta."Sudah... sudah selesai, Yang Mulia," kata Delia, suaranya serak. "Setiap paku. Setiap sendok. Semuanya." Dia telah menyelesaikan tugas yang mustahil itu, dan kini menunggu putusan dari sang Ratu Iblis di hadapannya.Rania melirik tumpukan laporan itu, lalu menatap Delia. Mata kepala pelayan itu merah, rambutnya berantakan, dan ada noda jelaga di pipinya. Dia tampak hancur, tetapi dia tidak patah. Dia telah menyelesaikan tugasnya."Kerja bagus, Manajer Operasional," kata Rania datar, menggunakan kembali gelar yang ia berikan. "Kau memenuhi target."Delia tampak terkejut. Dia jelas mengharap

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 8: Malam Panjang Penghitungan

    Perintah itu menggantung di udara aula yang dingin, terasa lebih berat daripada keheningan itu sendiri. Selama beberapa detik, tidak ada yang bergerak. Seratus pasang mata menatapku dari puncak tangga, lalu beralih ke Delia, yang wajahnya kini sepucat kain kafan.Menghitung ulang seluruh inventaris istana—secara manual—dalam waktu kurang dari dua belas jam bukanlah tugas yang sulit. Itu adalah tugas yang mustahil, dan semua orang di ruangan itu tahu. Itu adalah sebuah hukuman, sebuah pertunjukan kekuasaan yang dirancang untuk menghancurkan semangat mereka sebelum pekerjaan dimulai.Delia adalah yang pertama pulih dari keterkejutannya. Dia tahu dia tidak punya pilihan. Di hadapan seluruh staf yang selama ini ia tindas, ia membungkuk dalam-dalam, suaranya bergetar karena campuran antara ketakutan dan kebencian yang tertahan."Akan... akan saya laksanakan, Yang Mulia.""Bagus," jawabku, nadaku dingin dan tanpa emosi. "Rapat selesai. Kembali bekerja."Kerumunan itu bubar dalam kekacauan y

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 7: Rapat Umum Pemegang Proyek

    Perjalanan kembali ke Istana Bunga Es adalah kebalikan dari prosesi pemakaman beberapa jam yang lalu. Sepuluh Pengawal Kerajaan yang sama masih mengelilingiku dalam formasi kotak yang kaku, tetapi atmosfernya telah berubah secara fundamental. Keheningan mereka tidak lagi terasa mengancam, melainkan protektif.Kapten Pengawal berwajah bekas luka itu kini berjalan sedikit di depanku, bukan lagi sebagai seorang sipir, melainkan sebagai seorang pengawal kehormatan. Tatapannya lurus ke depan, memastikan jalan di depanku bersih. Saat kami berpapasan dengan para bangsawan dan pejabat di koridor, tatapan mereka tidak lagi berisi cemoohan. Kini yang kulihat adalah kebingungan, keterkejutan, dan secercah rasa takut yang baru.Berita menyebar lebih cepat daripada api di istana ini. Permaisuri Terbuang yang seharusnya dihukum, justru keluar dari Ruang Takhta dengan sebuah dekrit kekuasaan dari Kaisar sendiri. Aku tidak lagi dianggap sebagai mangsa; aku telah menjadi anomali, sebuah variabel tak d

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 6 : Laporan Kepada Direksi

    Keheningan yang ditinggalkan Lysander terasa berat dan dingin. Selama beberapa saat, satu-satunya suara di kantor pengurus yang pengap itu adalah isak tangis tertahan dari Elara, yang kini merosot di lantai, terlalu takut untuk berdiri. Rania sendiri tidak bergerak. Matanya terpaku pada ruang kosong tempat Lysander lenyap. Tangannya, yang beberapa saat lalu memegang buku catatan hitam yang menjadi kunci kemenangannya, kini terasa ringan dan kosong secara absurd. Senjatanya telah dicuri, tepat di depan matanya, oleh hantu yang tersenyum. Otaknya berpacu lebih cepat dari sebelumnya, mencoba memasukkan data yang mustahil ini ke dalam kerangka logis. Sihir itu nyata. Itu adalah fakta pertama yang harus ia terima. Entitas dengan kekuatan tak terukur ada di istana ini. Itu fakta kedua. Dan yang paling mengerikan, entitas itu mengetahui rahasianya. Fakta ketiga. "Yang Mulia..." rintih Elara, suaranya pecah. "Si-siapa itu? Hantu? Iblis?" Rania akhirnya bergerak. Dia berjongkok di depan El

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 5 : Pemain di Luar Papan Catur

    "Cordelia." Nama itu keluar dari bibir Rania dalam bisikan yang nyaris tak terdengar, namun terasa seperti guntur di keheningan kantor yang pengap. Udara di sekitarnya seolah membeku. Elara, yang berdiri di sampingnya, menatap dengan bingung dan takut pada perubahan ekspresi Permaisurinya. Bagi Elara, nama itu hanyalah nama seorang Selir yang kuat. Tapi bagi Rania, nama itu adalah kunci yang membuka ruang arsip berisi penderitaan Aurelia. Semua kepingan puzzle yang tadinya berserakan kini menyatu dengan presisi yang brutal. Senyum manis Cordelia yang palsu, hadiah-hadiah kecil yang seolah penuh perhatian, bisikan-bisikan simpati yang ternyata adalah racun. Semuanya adalah bagian dari sebuah kampanye penghancuran karakter yang panjang dan terencana. Aurelia yang asli pasti akan hancur, dilumpuhkan oleh rasa sakit pengkhianatan dari seseorang yang ia anggap teman. Tapi Rania tidak merasakan itu. Yang ia rasakan adalah sesuatu yang jauh lebih dingin dan lebih berbahaya: kejelasan. Kem

  • Permaisuri Gila! Kaisar Tak Bisa Melepaskanmu   Bab 4 : Bau Busuk di Atas Kertas

    Tengah malam tiba seperti kain beludru hitam yang membekap Istana Bunga Es. Keheningan begitu pekat hingga Rania bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang tenang dan terukur, kontras dengan napas Elara yang terdengar cepat dan gugup di sampingnya. Di bawah cahaya bulan yang pucat, mereka berdua tampak seperti bayangan yang terbuat dari kegelapan itu sendiri, mengenakan gaun paling gelap yang bisa mereka temukan. "Waktunya," bisik Rania. Suaranya nyaris tak terdengar, namun penuh dengan otoritas yang membuat Elara langsung mengangguk. Misi mereka dimulai. Bergerak menyusuri koridor yang dingin terasa seratus kali lebih berbahaya di malam hari. Setiap embusan angin terdengar seperti bisikan, setiap bayangan dari obor yang berkedip-kedip tampak seperti penjaga yang bersembunyi. Rania berjalan di depan, langkahnya ringan dan penuh perhitungan, mengandalkan denah mental yang telah ia bangun. Elara mengikuti di belakangnya, membawa lentera yang ditutup kain tebal, setiap derit papan la

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status