Melihat Mbok Nani berlari sontak saja Azam tercengang. Pria itupun langsung menghampiri Mbok Nani. "Ada apa Mbok? Apa yang terjadi?" tanya Azam dengan wajah khawatirnya."Mbok coba ceritakan ada apa sampai Mbok bisa sepanik ini?" Zen berucap seraya memegang tangan Mbok Nani. Melihat Mbok Nani mencoba menenangkan wanita paruh baya itu yang terlihat begitu linglung dan bingung. "Begini Tuan Azam, Mas Zen, tadi si Mbok pergi menebus obat Non Alena di apotik rumah sakit. Si mbok pergi sekitar 15 menitan tapi tadi saat si mbok kembali Non Alena sudah tidak ada Tuan, Mas Zen," terang Mbok Nani dengan raut wajah penuh kesedihan. Wanita paruh baya itu benar-benar tidak menyangka jika Alena yang hanya ia tinggalkan selama 15 menit kini menghilang entah kemana. Mendengar cerita Mbok Nani, Azzam langsung bergegas ke ruangan tempat di mana Alena dirawat. Azam menatap nanar pada ranjang pasien, pria itu pun memeriksa setiap sudut ruangan. Tak ada tanda-tanda kekerasan seperti penculikan disana
Alena mulai tersadar dari pingsannya. Wanita itu terkejut, ketika mendapati tubuhnya terikat dengan mata dan mulut yang tertutup. Alena perlahan mencoba menggerakkan tubuhnya. Akan tetapi nihil, tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. Bahkan untuk membuka mata dan membuka mulutnya pun ia tak mampu. Sementara, senyum penuh kemenangan tersungging di bibir wanita paruh baya yang telah menculik Alena, ketika melihat Alena terikat tak berdaya. Sorot mata penuh kebencian begitu terlihat jelas dimatanya. Wanita paruh baya itu kemudian melangkah mendekat kearah Alena."Kau menghancurkan kebahagiaan putraku, beraninya kau lakukan itu Alena!" teriknya seraya menjambak rambut Alena kuat. "Uumm!" Alena seketika menjerit tertahan karena merasakan sakit. Mulut yang masih tersumpal membuatnya tak bisa mengeluarkan jeritan kerasnya. "Aku akan menyingkirkanmu selamanya Alena, aku akan membuatmu lenyap dari dunia ini! Lebih baik kau tiada dari pada Jonatan harus melihatmu bersama Azam!" ucap Nyonya R
Sorot mata Azam begitu tajam menatap Karen dan Nyonya Reina. Keduanya terdiam tak percaya jika Azam mampu menemukan mereka secepat ini. Karen terlihat begitu ketakutan, wajahnya bahkan terlihat memucat. Berbeda dengan Nyonya Reina yang nampak tenang dan biasa saja. Tak ada rasa takut dalam diri wanita paruh baya itu. Sebab Nyonya Reina yakin putra tirinya itu tidak akan berani berbuat apapun padanya. Mengingat dirinya pasti akan mendapatkan pembelaan sepenuhnya dari Tuan Abraham sang suami tercinta. "Zen urus mereka! Aku akan bawa Alena pulang," ucap Azam memerintahkan Zen sang asisten untuk mengurus Karen dan Nyonya Reina."Baik Tuan." Zen menjawab patuh kemudian melangkah mendekat pada kedua wanita beda generasi itu. Alena terdiam namun, wanita itu sepertinya tengah menunggu Azam menghukum kedua wanita yang sudah berniat untuk membunuhnya. Alena seketika merasakan kehangatan ketika Azam rupanya mencari dan menyematkannya. "Nyonya Reina, Nona Karen silahkan pergi dari tempat ini
Keesokan harinya Azam pergi menemui Jonatan. Mereka janjian bertemu disebuah privat room restoran. Azam yang kala itu datang terlebih dahulu, tersenyum penuh kemenangan. Ketika melihat sosok Jonatan yang akhirnya mau datang menemuinya.Pria itu sudah mempersiapkan berbagai bukti tentang kejahatan sang mamah tiri. Azam benar-benar tak sabar melihat bagaiman reaksi Jonatan. Melihat aksi sang mamah tercinta yang hampir saja membunuh wanita yang ia cintai."Bagaiman kabarmu Jo?" ucap Azam tersenyum miring menyapa Jonatan yang baru saja datang. "Langsung saja aku tidak punya banyak waktu!" Jonatan menjawab dengan nada dingin seraya mendudukan dirinya di kursi tepat dihadapan Azam."Hahaha, kau terburu-buru sekali Jo, bukankah kita sudah lama tidak ngobrol?" "Aku tidak ingin berbasa-basi jika tidak ada yang penting maka, aku akan pergi sekarang." Jonatan berkata dengan malas seraya bangkit dan melangkah pergi. "Nyonya Reina kemarin hampir membunuh istriku!" ucap Azam seketika menghentika
Alena kembali terbaring lemah dengan selang infus yang kembali terpasang di tangannya. Keadaan Alena kemabli drop akibat luka-lukanya. Ditambah lagi suntikan cairan kalium klorida yang sempat masuk kedalam tubuhnya. Membuat keadaan Alena memburuk. Azam terus menunggu Alena di ruang rawat wanita itu. Azam bahkan tertidur di sofa saking lelahnya. Hingga dering ponselnya membangunkan pria itu dari tidur lelapnya. "Hallo ada apa?" tanya Azam menjawab telponnya tanpa melihat siapa si penelpon. "Anak durhaka! Kembali ke rumah sekarang juga!" Tuan Abraham dengan marah berteriak membentak sang putra. Sontak saja Azam terkejut dan langsung tersadar. "Azam pulang sekarang papah ingin bicara! Tiga puluh menit, papah tunggu di rumah!" tegasnya lagi kembali memerintahkan sang putra untuk segera pulang. Telpon pun ditutup secara sepihak oleh tuan Abraham.Azam hanya menghembuskan nafas panjangnya. Pria itu memang sudah menduga jika sang papah pasti akan menyuruhnya untuk pulang. Azam juga sudah
Azam membuka pintu kamar Alena dengan tergesa-gesa. Setelah salah satu bodyguard yang menjaga Alena memberitahukan jika ada dokter yang masih melakukan pemeriksaan. Padahal jam sudah menunjukan pukul 21.30, dan itu sangat tidak masuk akal.Sontak saja pria itu sudah bisa menebak siapa dokter yang ada di dalam. Azam kemudian melangkah cepat kearah Jonatan. Tanpa aba-aba pria itu langsung melayangkan pukulan ke wajah Jonatan."Akhhhh!" erang Jonatan ketika pukulan kuat Azam mengenai wajahnya. Darah segar pun mengalir di sudut bibirnya akibat luka sobek pada bagian itu."Brengsek! Beraninya kau menyusup!" Azam langsung menyeret Jonatan keluar dari ruang rawat Alena. Tak ingin jika sampai perkelahiannya dengan Jonatan mengganggu Alena yang masih belum sadarkan diri."Beraninya kau masuk dan menyentuh istriku!" ucap Azam seraya kembali melayangkan pukulannya ke perut Jonatan."Akhhh!" Jonatan kemabali mengerang kesakitan, memegangi perutnya yang terasa sangat nyeri.Sungguh Azam begitu mar
Keesokan harinya Alena diperbolehkan pulang. Wanita berparas cantik itu kini sudah terlihat lebih segar. Wajah pucatnya kini sudah terlihat merona. Azam terus menjaga Alena sepanjang malam. Azam bahkan bahkan dengan telaten mengupas buah untuk Alena. Meski pun begitu, pria itu tetap memasang wajah datarnya. Sikap Azam yang begitu hangat malam tadi, justru membuat Alena tak enak hati. Satu sisi ia merasa begitu hangat namun, disatu sisi hatinya merasakan kegundahan. Alena merasa takut jika apa yang Azam lakukan saat ini hanyalah kebohongan. Alena takut jika nantinya yang dilakukan Azam hanyalah sebuah kamuflase untuk mengelabui dirinya. Alena tentu tidak ingin cepat menjatuhan hatinya. Meski tak bisa dipungkiri jika ada rasa yang lain yang menjalar ketika dirinya mendapat perlakuan manis dari suaminya itu. "Hati-hati." Azam berucap lembut pada Alena ketika memindahkan sang istri dari kursi roda ke dalam mobilnya. "Terima kasih," ucap Alena pelan dengan wajah tertunduk. Azam kem
Azam langsung bergegas pergi menuju kafe XX. Tempat dimana Zen ingin bertemu dengannya. Sepeninggal Zen dari kediaman Azam, rupanya pria itu menemukan informasi dari Juan orang suruhannya. Ternyata wanita yang dicari Azam selama ini benar berada di Jakarta.Azam memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pria itu begitu tak sabar ingin mengetahui siapa dan dimana keberadaan cinta masa kecilnya itu. Azam sudah menunggu selama 10 tahun mencari keberadaan gadis masa kecilnya itu. Setelah menempuh perjalanan selama 25 menit. Akhirnya Azam sampai juga di kafe XX. Sepanjang perjalanannya, Azam terus tersenyum senang. "Tuan, silahkan duduk." Zen langsung Azam mempersilahkan untuk duduk."Terima kasih, jadi bagaiman dimana dia Zen?" ucap Azam penuh antusias. "Tuan ternyata ada keluarga yang berasal dari Jakarta yang telah mengadopsi gadis itu. Dan ternyata dia juga berkuliah di universitas Bhakti Bangsa tempat Nona Alena berkuliah, hanya itu informasi yang bisa saya sampaikan Tuan. Maaf." Z