Share

Bab 90 Berbincang

Penulis: yourayas
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-17 21:49:58

Setelah makan malam, mereka pindah ke ruang tamu. Udara di ruang tamu terasa hangat, meski AC berhembus pelan dari sudut ruangan. Lampu gantung kristal di langit-langit menyinari sofa besar yang berlapis kain abu-abu lembut. Elena duduk dengan punggung tegak, menuangkan teh hijau ke dalam dua cangkir keramik putih polos. Tangannya bergerak hati-hati, seolah ia sedang mengatur sesuatu yang lebih dari sekadar cairan panas.

Gerald mengamati setiap gerakan itu. Ada sesuatu yang menenangkan dalam cara Elena menuang teh—gerakan yang sederhana, namun penuh kendali, sekaligus kelembutan.

“Teh hijau, tanpa gula,” kata Elena, menyerahkan satu cangkir pada Gerald.

Gerald menerima, jemarinya sengaja menyentuh jemari Elena sejenak. Sentuhan itu singkat, tapi membuat Elena terdiam sepersekian detik. Jantungnya berdetak lebih cepat, padahal wajahnya tetap berusaha tenang.

Mereka duduk berdampingan di sofa, jarak di antara mereka hanya beberapa sentimeter. Namun keheningan yang hadir di sana terasa j
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 97 Sayang Sayang

    Gerald keluar dari kamar dengan kemeja rumah berwarna abu-abu muda dan celana panjang santai. Rambutnya masih agak basah, sebagian meneteskan air, membuat wajahnya tampak lebih segar. Ia mengusap lehernya dengan handuk kecil sambil melangkah ke ruang makan.Elena sudah menata meja. Sup ayam bening mengepul di mangkuk besar, ikan bakar tersaji dengan sambal kecap dan irisan cabai merah, serta sayur jagung manis yang tampak segar. Nasi hangat di dalam penanak masih mengeluarkan aroma gurih. Di sisi meja, ia menaruh dua gelas air putih dan segelas teh manis hangat untuk Gerald.Saat Gerald muncul, Elena menoleh. Sekilas matanya menangkap perubahan sosok pria itu—lebih santai, lebih hangat, tidak lagi penuh bayangan kerja seperti biasanya. “Sudah segar?” tanyanya, mencoba terdengar biasa.Gerald mendekat, senyumnya tulus. “Segar sekali. Tapi lebih segar lagi karena tahu kamu sudah menyiapkan ini semua.” Ia menarik kursi, tapi sebelum duduk, ia menatap Elena sebentar, lalu—dengan spontan—m

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 96 Pulang Ke Rumah

    Pintu apartemen itu terbuka dengan suara klik yang pelan. Dari luar, lorong sudah lengang, hanya cahaya lampu kuning pucat yang menemani kepulangan Gerald malam itu. Begitu melangkah masuk, ia langsung disambut aroma harum masakan yang memenuhi ruang tamu. Bukan wangi parfum, bukan juga wangi minuman mahal, melainkan aroma sederhana—bawang putih yang ditumis, daging yang dipanggang, dan sayuran rebus yang menebarkan rasa nyaman.Gerald berdiri sejenak di ambang pintu, menghirup dalam-dalam aroma itu, seakan ingin menyerap semuanya ke dalam dada. Rumah… ini rumahku, batinnya. Bukan sekadar apartemen mewah dengan perabotan mahal, tapi ruang yang kini dipenuhi jejak seorang perempuan bernama Elena—istrinya, rumahnya.“Sayang…” Suara Gerald pelan, nyaris berbisik, seakan takut mengganggu harmoni yang sudah tercipta di dalam.Dari arah dapur, terdengar suara sendok beradu dengan panci, lalu langkah kaki yang ringan. Elena muncul dengan celemek bunga terikat di pinggang, rambutnya dikuncir

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 95 Bayangan Cemburu Clara

    Hari itu, cahaya matahari menembus kaca tinggi gedung Mahatma Entertainment, menyoroti ruangan megah di lantai atas yang selama ini menjadi pusat kendali salah satu raksasa perfilman terbesar di negeri itu. Dinding kaca setinggi langit-langit memberikan panorama kota Jakarta yang sibuk; deretan gedung pencakar langit berkilau diterpa matahari pagi.Ruangan Gerald, CEO Maha Pictures—anak perusahaan paling prestisius Mahatma Entertainment—tampak lebih hangat dari biasanya. Sofa kulit cokelat yang baru dipindahkan ke sisi ruangan menambah kesan nyaman, sementara meja kayu mahoni besar di tengah ruangan tampak berkilau setelah dipoles ulang. Tetapi ada satu benda baru yang menjadi pusat perhatian: sebuah bingkai foto pernikahan, berukuran sedang, berdiri tegak di meja kerja.Foto itu menampilkan Gerald dalam balutan jas hitam klasik, berdampingan dengan Elena dalam gaun putih sederhana namun anggun. Tidak ada senyum lebar di sana, hanya senyum tipis. Tapi sorot mata keduanya jelas menunju

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 94 Kebiasaan

    Elena duduk berhadapan dengan Gerald, mencoba menjaga jarak seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Namun dari cara Gerald memandangnya, jelas pria itu masih memikirkan momen-momen singkat di kamar tadi.Gerald mengambil garpu, memotong pancake, lalu menatap Elena sambil mengunyah perlahan. “Hmm… enak.”“Habiskan,” balas Elena singkat, menatap piringnya sendiri.Gerald tersenyum samar. “Aku pasti akan habiskan. Pancake ini terlalu sayang kalau dilewatkan.”Elena menunduk, menyembunyikan senyum kecil yang terbit tanpa ia sadari. Ia sibuk menuang madu ke atas pancake miliknya, menatap cairan keemasan yang menetes perlahan, pura-pura tak peduli pada tatapan pria di depannya.Gerald memperhatikan gerakan itu, bahkan caranya menuang madu pun membuat matanya berbinar. Ada kelembutan dalam setiap gestur Elena, hal-hal kecil yang tak pernah ia sadari dulu.“Bagaimana jadwalmu hari ini?” tanya Gerald, kali ini dengan nada lebih serius.Elena mengangkat wajah, mengunyah potongan kecil pancake

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 93 Pancake dan Kecupan

    Dapur rumah itu dipenuhi aroma manis sejak pagi. Wangi adonan yang dipanggang di atas teflon perlahan bercampur dengan aroma kopi hitam yang baru saja menetes dari mesin pembuat kopi di sudut meja. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar, menyoroti meja dapur yang tertata rapi, sementara kursi tinggi di sisi pulau dapur tampak kosong, menunggu pemiliknya duduk.Elena berdiri di depan kompor dengan celemek krem membungkus gaun kerja sederhananya. Rambut hitamnya ia ikat setengah, sisanya jatuh bebas di bahu. Tangan mungilnya sibuk menuang adonan ke atas pan datar, memperhatikan bulatan pancake yang mulai menggelembung dengan hati-hati. Sesekali ia membalik dengan spatula, memastikan permukaannya berwarna cokelat keemasan yang cantik.Wajahnya masih menyimpan sisa rona merah dari adegan di kamar tadi. Setiap kali ingatan itu muncul—bibinya menyentuh pipi Gerald, lalu ciuman cepat yang pria itu curi—jantungnya kembali berdebar tanpa kendali. Ia mencoba mengalihkan pikiran. Menyiapkan

  • Pernikahan Bisnis Dua CEO   Bab 92 Clingy

    Elena menutup pintu kamar mandi dengan cepat, lalu bersandar pada daun pintu yang dingin. Kedua tangannya menutupi wajah yang terasa panas seperti bara. “Ya Tuhan…” gumamnya lirih, suaranya hampir pecah. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, melihat pipi merah merona yang tak bisa disembunyikan.“Kenapa aku… melakukan itu?” bisiknya lagi, lebih pada dirinya sendiri. Hatinya berdebar kencang, mengingat bagaimana bibirnya benar-benar menyentuh pipi Gerald meski hanya sekilas. Itu mungkin hanya ciuman kecil, singkat, tapi bagi Elena… rasanya seperti melompati jurang besar. Jurang yang selama ini ia takuti untuk diseberangi.Ia memercikkan air dingin ke wajah, berharap rasa panas itu sedikit reda. Namun semakin ia mencoba menenangkan diri, semakin jelas pula bayangan wajah Gerald yang terlintas di kepalanya—mata hitamnya yang memandang penuh kepuasan, senyum kecilnya yang begitu percaya diri, dan suara beratnya yang menantang agar ia mencium.Elena menutup mata erat-erat, mencoba mengusir

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status