Share

Bab 10

Author: Vannisa
Mantel Easton masih membawa hawa dingin. Aroma kayu gaharu menguar lembut di udara. Easton menindih Maggie di dinding, lalu membungkuk untuk mencium wanita itu.

Maggie segera merasakan dunia seakan-akan berputar. Tubuhnya digendong secara melintang ke ranjang. Telapak tangan Easton yang lebar dan hangat melepaskan ikatan tali gaun tidur Maggie dengan kasar. Tubuhnya menekan Maggie dari atas.

Easton mencium Maggie dari atas ke bawah. Kedua tangannya menjelajahi tubuh Maggie dengan nakal, lalu menanggalkan semua pakaian wanita itu dengan kasar. Maggie awalnya masih mencoba melawan. Dia terus mendorong dan menendang Easton.

Sampai pergelangan tangannya ditangkap dan ditarik kuat ke bawah, Maggie tanpa sadar menekuk lututnya dan membungkuk. Posenya seakan-akan menyambut pria yang berada di atas tubuhnya.

Jarak mereka berdua sangat dekat. Maggie bahkan bisa melihat jelas bulu mata Easton. Napas yang panas menyentuh tengkuknya yang putih. Begitu tidak sengaja menyentuh bagian tubuh Easton yang panas, Maggie seketika terdiam dan membiarkan Easton mencium semua titik sensitif di tubuhnya.

Kamar sempit yang hangat diterangi cahaya lampu yang redup. Rintik hujan di luar jendela tampak kabur, membentuk tetesan air yang bergulir pelan di kaca. Kota Jostam menyambut hujan pertamanya pada musim gugur tahun ini.

Easton berhenti saat momen yang paling krusial. Maggie memegang pergelangan tangan Easton dengan paksa, lalu menuntun tangannya menyentuh perut bagian bawahnya. Dia menatap sepasang mata yang menggoda itu.

Bulu mata Maggie yang lentik bergetar pelan. Matanya yang berkaca-kaca memandang Easton dengan memelas, menyiratkan permohonan yang dalam. Easton tiba-tiba berhenti, seakan-akan mendadak terbangun setelah terhanyut dalam mimpi yang memabukkan.

Easton langsung mengenakan pakaian dan pergi tanpa mengatakan apa-apa. Setelah tersadar, dia baru merasa betapa impulsifnya dirinya tadi, seolah-olah tidak mampu mengendalikan diri. Dia menyesal karena hampir melukai Maggie dan anak di dalam kandungannya.

Sopir sudah menunggu lama di bawah. Melihat sosok jangkung keluar dari lift, dia segera membuka payung dan menjemput bosnya. Ketika datang, langit masih mendung dan hujan belum turun. Begitu angin berembus, hujan lebat mengguyur tanpa henti. Suhu pun turun beberapa derajat.

Easton malah mengangkat tangan untuk menepis payung, membiarkan air hujan yang dingin membasahinya. Panas yang bergelora di dalam tubuhnya akhirnya mereda sebagian besar.

Easton duduk di kursi belakang. Dia menyelipkan akta nikah ke saku mantelnya dengan hati-hati. Di dalam benaknya terlintas momen-momen kebersamaannya bersama Maggie barusan. Sampai ponselnya bergetar, pikirannya yang berkecamuk baru perlahan mereda dan kembali tenang.

"Kak Easton, Alvian dan Charles sudah kembali dari Kota Nando. Mau kumpul nggak? Sekalian buat pesta penyambutan untukmu," teriak Lucano. Musik metal di tempatnya sangat berisik sampai membuat Easton sakit kepala.

Suara Easton terdengar serak. Dia langsung menolak dengan kesal, "Nggak usah."

"Kak Easton, kenapa kamu kayak orang yang hasratnya nggak terlampiaskan? Ayo, keluar cari hiburan untuk melampiaskan kekesalanmu," timpal Lucano.

Lucano mengaktifkan pengeras suara, jadi terdengar beberapa orang di sana yang tertawa mengejek. Pendengaran Easton yang tajam bisa mendengar bahwa suara tawa Alvian yang paling keras.

Lantaran merasa tersinggung, Easton langsung mengakhiri panggilan.

Easton menggenggam ponselnya dan termenung cukup lama sebelum menghubungi asistennya. Dia berpesan, "Besok kamu ke Kompleks Lazaya untuk bantu istriku pindah rumah. Begitu aku pulang saat malam, aku mau lihat dia sudah tinggal di rumah. Nomor rumah dan nomor teleponnya sudah aku kirim padamu."

"Baik, Pak Easton. Apa ada perintah lain lagi?" balas asisten.

"Dia nggak bisa bicara. Jangan buat dia merasa nggak nyaman," tambah Easton.

Asisten mengakhiri panggilan. Apakah itu hanya perasaannya? Kenapa dia merasakan emosi yang berbeda dari suara Easton yang rendah dan dingin? Seperti ada rasa sayang yang tertahan dan terkendali.

Keesokan paginya, Maggie terbangun karena suara bel pintu. Setelah belajar dari kejadian semalam, dia secara khusus melihat ke luar melalui lubang intip. Terlihat beberapa pria bertubuh kekar yang mengenakan seragam hitam dan bersikap garang. Orang yang memimpin sedikit familier.

Maggie mencoba mengingat dengan saksama. Seketika, dia teringat bahwa mereka adalah orang-orang yang ada di rumah sakit kemarin. Dia ragu apakah harus berpura-pura tidak ada orang di rumah atau tidak. Namun, ponselnya justru berdering pada saat yang tidak tepat.

Orang-orang di luar jelas mendengar itu. Mereka pun menekan bel pintu lagi.

Maggie mengenakan gaun rajut dengan asal-asalan, lalu membuka pintu dengan enggan.

"Halo, Bu Maggie. Aku Jasvin, asisten pribadi Pak Easton. Sesuai perintah Pak Easton, aku datang untuk membantumu pindah rumah," jelas Jasvin. Dia mengenakan setelan jas abu-abu yang rapi, berambut pendek, dan mengenakan kacamata berbingkai hitam. Terlihat terampil dan cerdas.

Maggie tetap berwaspada. Dia berdiri di belakang pintu yang sedikit terbuka. Matanya terus bergerak mengamati mereka dari celah pintu.

"Bu Maggie, kondisimu nggak memungkinkan untuk melakukan pekerjaan berat. Rumah pernikahanmu dan Pak Easton ada di Vila Swallow Blok 1. Jaraknya harus melewati dua kawasan dari sini," ucap Jasvin.

Maggie sedikit goyah. Rumah ini baru disewa beberapa hari. Dia sudah membayar uang sewa setengah tahun sekaligus. Namun, jika tidak pindah .... Ekspresi Easton yang muram dan menyeramkan membuat Maggie takut.

Setelah mempertimbangkannya, Maggie hanya mengemas beberapa pakaian dan laptop kerja. Jasvin menatap satu koper itu, lalu menoleh melihat pengawal bertubuh tinggi besar yang dia bawa kemari. Seketika, dia merasa seperti melakukan hal yang berlebihan untuk urusan kecil.

Vila Swallow adalah kawasan elite di Kota Jostam. Biaya manajemen tahunan setahun saja cukup bagi orang biasa untuk membeli rumah di pinggiran Kota Jostam. Tingkat penghijauannya hampir setara dengan Taman Hutan Lahan Basah Jostam.

Maggie duduk di kursi belakang. Tata letak Vila Swallow yang rumit membuatnya pusing dan seketika merasa mual. Dia bersandar di kaca jendela dengan wajah pucat.

Setibanya di depan sebuah vila yang mewah, Jasvin berlari pelan ke belakang. Dia membuka pintu untuk Maggie dengan sopan sembari berkata, "Bu Maggie, kita sudah sampai di rumah."

Rumah? Apakah Maggie masih punya rumah?

Maggie masuk ke vila yang mewah dengan perasaan gelisah. Yang terlihat adalah ruang tamu setinggi 6 sampai 7 meter. Lampu kristal menggantung seperti air terjun. Sofa kulit asli berwarna hitam terletak di sudut ruangan. Karpet kasmir buatan tangan yang terbentang luas beberapa meter tampak bersih tak bernoda.

Seisi vila didekorasi dengan mewah, tetapi justru terkesan sepi dan kosong. Tidak ada tanda-tanda penghuni.

Jasvin menuntun Maggie berjalan melewati meja di tengah dapur, lalu langsung menuju tangga kaca kristal. Pegangan tangga dengan ukiran berlapis emas terasa dingin. Lampu di atas tangga memancarkan cahaya lembut.

Maggie sekali lagi diam-diam merasa takjub dengan gaya hidup Easton yang begitu royal. Apakah Maggie termasuk gadis biasa yang menikah dengan pria tajir melintir?

"Vila ini ada dua lantai. Luasnya 600 meter persegi. Kopernya sudah diletakkan di kamar utama lantai dua," jelas Jasvin memperkenalkan struktur rumah. Dia sudah terlihat seperti agen properti profesional.

Jasvin melanjutkan, "Ruang kerja di lantai dua adalah tempat Pak Easton biasa bekerja. Di lantai dua ada 3 kamar tamu dan masing-masing ada kamar mandi di dalam. Bu Maggie dan Pak Easton tinggal di kamar utama yang menghadap timur. Di area pintu masuk ada ruang pakaian tuan dan nyonya rumah."

"Ini kartu akses vila. Simpan baik-baik," tambah Jasvin.

Maggie menerima sebuah amplop, lalu langsung membukanya. Di dalamnya ada sebuah kartu hitam.

"Ini kartu kredit yang disiapkan Pak Easton untukmu. PIN-nya tanggal ulang tahunmu," ujar Jasvin.

Maggie bertanya dengan bahasa isyarat.

[ Dia nggak akan tinggal di sini, 'kan? ]

Jasvin tidak mengerti. Namun, begitu teringat Easton berpesan untuk jangan membuat Maggie merasa tidak nyaman, Jasvin diam-diam bertekad untuk mendaftar kursus bahasa isyarat. Sebagai asisten pribadi Easton, bagaimana dia tidak bisa mengerti perintah istri bosnya? Itu karena dia tidak kompeten!

Maggie seperti teringat sesuatu. Dia mengetik di ponsel.

[ Cuma aku sendiri yang tinggal di rumah ini, 'kan? Dia nggak akan datang, 'kan? ]

Jasvin seketika menghela napas lega. Dia terus menggeleng dan menegaskan, "Ini tempat tinggal Pak Easton. Sejak kembali dari luar negeri, dia selalu tinggal di sini."

Jasvin mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat waktu yang tertera di jam tangan, lalu menyampaikan kabar mengejutkan. Katanya, "Malam ini, Pak Easton nggak ada pekerjaan. Sekitar 30 menit lagi akan sampai di rumah."

Maggie sedikit membuka mulutnya. Dia seketika merasa sangat bingung.

Jasvin berbalik untuk menjawab telepon. Ekspresinya tampak serius. Dia berkata dengan ragu, "Malam ini, mungkin Bu Maggie harus pulang ke rumah lama bersama Pak Easton. Pak Easton sedang dalam perjalanan pulang untuk menjemputmu."

Maggie tiba-tiba berharap bahwa ini hanya mimpi. Setidaknya, dia tidak perlu berhadapan dengan Easton yang kejam dan menakutkan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 190

    Easton tidak menggubrisnya, matanya tetap terpaku pada layar ponsel. Kemudian, dia menatap Kimmy dengan tatapan tajam. "Dalam keadaan seperti apa seorang wanita akan memblokir semua kontak seorang pria?""Eh?" Kimmy jelas terkejut. Dia mengernyit, lalu menatap Alvian dan terbata-bata tanpa tahu harus menjawab apa."Hei, kamu sampai diblokir sama istrimu?" Alvian yang sedang dalam suasana hati yang bagus menahan tawa, dalam hati memberi jempol untuk istri bisu Easton. Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat temannya ini kena batunya."Diam." Jelas sekali, Easton sedang tidak mood. Tatapannya yang tajam kembali tertuju pada Kimmy. "Kamu belum jawab pertanyaanku."Kimmy yang cerdas segera menangkap bahwa pria di depannya ini tampaknya sangat memperhatikan wanita yang memblokirnya. Saat dia masih berpikir bagaimana menjawab tanpa menyinggung perasaan siapa pun, Alvian tiba-tiba duduk lagi di sebelahnya."Kak Easton tanya kamu, kamu jawab saja apa adanya. Aku ini nggak suka cewek yang li

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 189

    "Siapa yang milih lagu sialan ini sih? Nggak sampai sepuluh menit lagi, semua buaya darat di bar ini pasti langsung sadar diri, nangis-nangis mau tobat."Alvian datang terlambat. Dia mengenakan sweter putih polos dan celana panjang hitam. Gayanya benar-benar berbeda dari biasanya yang selalu serius dan kaku. Kini, seluruh penampilannya penuh semangat muda khas mahasiswa, sampai-sampai orang yang melihatnya tidak bisa menahan diri untuk merasa kagum.Lucano menyipitkan mata dengan ekspresi jijik. Mulutnya berbicara duluan sementara otaknya ketinggalan. "Penampilanmu ini norak banget nggak sih? Salah urat di mana? Tiba-tiba saja kayak kakek tua yang ingin tampil muda."Alvian melirik sinis padanya, lalu menarik gadis muda di belakangnya dan menaruh tangannya di pinggang ramping si gadis seolah-olah sedang menyatakan kepemilikan. "Perkenalkan, ini Kimmy, pacarku."Mata Lucano langsung berbinar. Dia menyikut Easton di sebelahnya dan bersiul dengan gaya genit. "Aku ingat terakhir kali Alvia

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 188

    Bagaimanapun juga, mereka memang tidak punya banyak hal untuk dibicarakan. Satu-satunya bentuk komunikasi di antara mereka hanyalah di atas ranjang ....Mungkin karena terlalu lelah, Maggie tertidur pulas hingga sore hari. Dia baru terbangun saat Rora mengetuk pintu dan dengan hati-hati menyampaikan pesan, "Nyonya, Tuan bilang malam ini Tuan nggak pulang untuk makan malam."Maggie mengangguk, seolah-olah tidak peduli.[ Itu malah bagus. ]Rora tampak ragu. "Tuan juga bilang ...."Maggie merentangkan telapak tangannya dan menggerakkannya sedikit, membuat gerakan tangan bertanya.[ Apa? ]"Tuan bilang, Nyonya harus mengeluarkannya dari daftar blokir." Rora tersenyum penuh arti. "Orang bilang, mana ada pasangan suami istri yang menyimpan dendam semalaman? Harus berdamai di ranjang. Nyonya ... mau makan malam sekarang?"[ Aku nggak lapar malam ini, nggak usah pedulikan aku. Setelah makan, kamu langsung istirahat saja. Aku mau tidur lagi. ]Maggie menggunakan bahasa isyarat untuk menyela. J

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 187

    Ruangan yang dipenuhi pemanas terasa hangat. Beberapa berkas sinar matahari menembus celah tirai, berkilau dan menyilaukan mata Maggie hingga terasa perih. Dia dengan enggan mengangkat tangan untuk menutupi alis dan matanya.Hanya karena satu gerakan kecil itu, dia langsung merasa seluruh tulangnya seperti bergeser. Dari pinggang ke bawah terasa pegal luar biasa, seolah-olah dia dipaksa mendaki gunung semalaman.Maggie berbalik pelan, diam-diam mengutuk Easton dalam hati. Dia tiba-tiba melotot. Semalam setelah mandi, dia tidak kembali ke ranjang, tetapi kenapa sekarang dia justru berbaring di tempat tidur dengan rapi?Maggie menyingkap selimut, menyentuh rambutnya, lalu mendapati rambut yang tadinya basah kini sudah benar-benar kering.Mungkin karena semalaman berlalu, jadi kering dengan sendirinya. Tidak mungkin Easton tiba-tiba berhati baik, membantu mengeringkan rambutnya dan mengangkatnya kembali ke tempat tidur, 'kan?Maggie lebih percaya matahari terbit dari barat daripada memerc

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 186

    Air mata mengalir menuruni pipi Maggie.Di luar jendela, hujan deras disertai angin dan petir. Kamar yang remang-remang hanya diterangi oleh satu lampu kekuningan. Di atas karpet, terlihat piama yang robek dan kemeja putih yang berkerut.Maggie terbaring lemah, pandangannya kabur. Dia tidak tahu mana yang lebih keras, suara hujan yang menghantam kaca jendela, atau detak jantung dan napas berat di telinganya.Entah berapa lama waktu berlalu, akhirnya Easton menghentikan penyiksaannya, lalu melepaskan dasi yang melilit pergelangan tangan Maggie. Dia meraih tangan Maggie, lalu meletakkannya di pinggangnya.Keringat membasahi pelipis dan rambut di dahi Easton. Matanya yang berbinar-binar pun menatap Maggie.Dia menarik napas pelan, melepaskan tangan yang menopang tubuhnya, lalu menunduk. Wajahnya menempel di bahu Maggie, napasnya berat."Maggie, ini hukuman yang pantas untukmu."Mungkin karena efek alkohol belum sepenuhnya hilang, Easton terus bergumam tidak jelas. Ini adalah pertama kalin

  • Pernikahan Dadakan: Gadis Bisu Pemenang Hati Presdir   Bab 185

    Di Vila Swallow, Maggie berbaring di atas ranjang besar yang sudah lama tidak dia tempati. Suara hujan deras yang jatuh di luar jendela terdengar memantul di kaca, membuat rasa kantuk menyerangnya sedikit demi sedikit hingga akhirnya dia terlelap.Menjelang senja, Rora mengetuk pintu. "Nyonya, makan sedikit bubur dulu baru lanjut tidur ya."Di dalam kamar hanya ada satu lampu berdiri yang memancarkan cahaya kekuningan. Udara hangat mengisi ruangan. Maggie perlahan membuka matanya, masih setengah sadar.Rora datang membawakan semangkuk bubur hangat dan meletakkannya di nakas. "Nyonya harus makan dengan baik, biar cepat pulih."Maggie tak tega menolak perhatian itu, jadi dia mengambil sendok dan makan beberapa suap sebagai tanda terima kasih. Tiba-tiba, dari lantai bawah terdengar suara samar, seperti suara langkah kaki dan gesekan kain. Gerakannya seketika berhenti."Mungkin Tuan Easton sudah pulang," kata Rora lembut, berusaha membujuk Maggie untuk makan lagi. Namun, semakin suara itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status