Jasmine berdehem. Merasa lega dan gugup dalam waktu bersamaan. Reiner memang paling pintar mengalihkan perhatian dan perasaan Jasmine.
"Ya sudah, Reiner, masuk ke dalam yuk."
Reiner mengangguk. Dia merangkul bahu Jasmine sembari berjalan menuju rumah.
"Habis ini kamu langsung tidur saja. Biar energi kamu pulih lagi," titah Jasmine.
"Cuma bertemu kamu saja energiku langsung full lagi, Honey."
"Mulai deh, gombal lagi." Jasmine memutar bola matanya malas.
Reiner hanya tersenyum. Dia ingin sekali tertawa, tapi perutnya pasti akan terasa sakit. "Kamu lagi apa barusan di taman?"
"Cuma mengecek bunga mawar putih. Aku kira akan mekar hari ini. Tapi ternyata belum."
Keduanya melangkah seirama masuk ke dalam rumah. Reiner merasa seperti sudah lama sekali tidak pulang. Padahal cuma dua hari.
"Aku menyiapkan minuman dulu buat kamu, Reiner."
"Oke. Aku juga mau mandi."
Jasmine mengangguk. Dia segera masuk ke dapur untuk
Reiner mengendurkan ikatan dasinya sambil bersandar di punggung kursi. Dia kesal karena waktunya terbuang percuma oleh orang-orang seperti mereka."Cari kandidat lain. Aku tidak suka dengan tiga perempuan tadi. Kurang kompeten." Reiner mengembuskan napasnya kasar.Bayu memaklumi, Reiner memang ingin yang sempurna. Apalagi setelah Elis berkhianat. Reiner jadi lebih selektif.Padahal menurut Bayu, tiga perempuan tadi sangat cantik dan menarik. Tapi Bayu tahu bahwa Reiner tidak melihat mereka dari tampilan luar."Baik, Pak. Iklan lowongan pekerjaan akan dipasang lagi di website secepatnya.""Hm." Reiner menyahut dengan gumaman. "Sudah dapat informasi kapan jadwal persidangan Luna?" tanya Reiner beralih pada topik lain"Belum, Pak. Kemungkinan hari ini akan keluar jadwalnya.""Oke. Segera kabari kalau sudah ada. Sekarang kamu boleh keluar."Bayu menurut dan segera keluar tanpa menunggu Reiner memerintah dua kali.Reiner mula
"Aku cuma bercanda, Sayang," ralat Reiner, "kamu kenapa? Mau cerita sama aku kenapa kamu sensitif banget pagi-pagi?"Jasmine menggigit bibir bawah, ragu untuk cerita pada Reiner. Padahal Jasmine bukan orang seperti ini sebelumnya. Meminta Reiner untuk lebih perhatian padanya pun Jasmine tidak berani. Tapi sekarang Jasmine merasa khawatir pria itu akan berpaling darinya."Reiner ... selain jelek, aku juga gendut, ya? Perut aku juga tidak selangsing dulu. lya, kan?""Hah?"Reiner terperangah usai mendengar pertanyaan Jasmine yang menurutnya sangat aneh. Ternyata ini yang membuat Jasmine sensitif, pikir Reiner."Hei, siapa yang bilang kamu gendut? Kamu sama sekali tidak gendut, Honey." Reiner menggeleng yakin sembari mengamati tubuh Jasmine."Bohong. Kamu pasti cuma mau buat aku senang, kan?""Ast
Reiner menjauhkan diri dari Jasmine, lalu menjatuhkan kepalanya di atas lengan sofa. Jasmine yang melihat Reiner frustasi pun hanya meringis prihatin, tapi mau bagaimana lagi? Anak-anaknya sedang butuh Jasmine sekarang."Aku ke kamar dulu ya." Jasmine mengelus rahang Reiner yang tengah memejamkan mata."Hmm." Reiner hanya menyahut dengan gumaman. Dia mendengar derap langkah kaki Jasmine yang semakin lama semakin menjauh.Setelah cukup lama menenangkan diri, Reiner akhirnya membuka mata. Dia terlonjak kaget sambil mengumpat keras begitu melihat adegan di televisi yang mulai memasuki adegan panas."Sialan. Tidak sopan sekali kalian!" gerutunya sambil menekan tombol power pada remote dengan kasar.Diraihnya botol minum air mineral, lalu dia tenggak air itu sampai habis setengah botol. Lima belas menit lamanya Reiner menenangkan diri sebelum akhirnya memasuki kamar. Hatinya mendadak terasa menghangat begitu melihat pemandangan di atas ranjang.J
"Jasmine, Jeanice nangis, nih. Kayaknya dia cuma mau berhenti kalau sama kamu."Mengabaikan Tante Santy, Jasmine lantas menyongsong Kanaya dan mengambil alih Jeanice ke pangkuannya. Sedangkan Santy langsung pergi."Kamu ngobrol sama Tante Santy? Apa yang dia bilang?"Jasmine tersenyum tipis sambil menerima botol susu dari Mei. "Dia cuma tanya kabar anak-anak saja, Nay.""Ooh. Kalau dia ngomong macam-macam jangan dimasukin ke hati ya. Mulutnya memang perlu di sekolahin."Jasmine sebenarnya tidak mau memasukkan ucapan Santy ke hati. Tapi, ucapannya benar-benar keterlaluan. Masalah anak bukan Jasmine yang mengatur. Jasmine cuma bisa pasrah dan menerima saat diberikan oleh Tuhan.'Bunda sayang sama kamu, Nak,’ batin Jasmine sembari mengamati Jeanice yang tampak lahap menyusu. Kanaya sedang mengobrol dengan sepupunya."Kamu mau makan apa, Honey?" Reiner tiba-tiba duduk di sampingnya, tanpa Jeanette."Hm? Jeanette mana?"
"Reiner, kamu tidak pegal gendong mereka sekaligus?" Jasmine membetulkan bandana warna pink yang memiliki aksen bunga di kepala Jeanice."Mereka sama sekali tidak berat, Honey. Santai saja.""Tapi tetap saja kalau kelamaan nanti tangan kamu bisa pegal.""Nanti juga kalau ketemu tante-tante di sana, mereka pasti langsung minta gendong anak kita," ucap Reiner sembari menunjuk ke arah para tantenya di kursi yang ada di sisi kiri ballroom itu.Jasmine mengamati Reiner yang terlihat tampan dan gagah dengan kemeja putih yang dibalut oleh tuksedo hitam.Sedangkan Jasmine sendiri mengenakan dress satin putih tulang yang menjuntai sampai mata kaki. Dengan model membentuk lekukan tubuh Jasmine. Tatanan rambut Jasmine dibiarkan tergerai den bergelombang.Saat ini mereka ada di tengah-tengah pesta yang digelar dengan mewah di sebuah ballroom hotel. Acara yang diadakan oleh orang tua Reiner untuk menyambut kelahiran baby twins J, telah berlangsung tiga p
Helaan napas lega akhirnya lolos dari bibir Reiner ketika melihat Jasmine sedang duduk di depan televisi. "Ternyata kamu di sini. Aku kira kamu ngurung diri di ruangan lain sambil nangis lagi."Reiner langsung mengatupkan bibirnya saat ucapannya ditanggapi dengan delikan mata. "Yah, masih ngambek."Reiner duduk di samping Jasmine, membawa sebelah lengannya ke belakang bahu Jasmine untuk dia rangkul. Tapi Jasmine segera menghindar. Membuat Reiner harus meningkatkan kesabaran menghadapi ibu menyusui yang sedang merajuk.Reiner berani bersumpah. Dia lebih baik dimarahi daripada didiamkan seperti ini."Aku mau ke rumah Evano dulu, ya. Sebentar.""Mau ganti perban?" Jasmine akhirnya bersuara meski ekspresinya tampak datar.Reiner mengangguk. Dalam kondisi merajuk pun wanitanya ini tetap saja terlihat cantik."Kamu pikir, aku tidak bisa melakukannya?""Hah?" Reiner sedikit terperangah. Apalagi ketika Jasmine tiba-tiba berdiri dan men