Yenny tidak melanjutkan topik itu ini.Seperti apa pun sifat Shella, wanita itu tetap kakanya Roni.Roni tidak bisa benar-benar memutuskan kontak dengan kakaknya.Pokoknya, dia sudah menyampaikan isi hatinya. Sekarang, dia meminta Roni untuk sering mengajaknya menemui Russel, untuk mendekatkan diri dengan anak itu. Setelah beberapa lama, Odelina tidak akan keberatan kalau suaminya dan dia mengajak Russel untuk pergi keluar.Setelah itu, dia baru bisa melakukan tugas yang diberikan oleh wanita yang dia tidak tahu namanya itu.Jangan salahkan dirinya kalau dirinya terlalu kejam. Dia sekeluarga juga diawasi orang. Dia hanya membantu membawa Russel pergi ke tempat yang banyak orangnya, supaya orang suruhan orang itu punya kesempatan untuk melakukan apa yang mereka mau lakukan. Asalkan Russel mau mendengarkan mereka, anak itu mungkin tidak akan kenapa-apa.Kalau mau menyalahkan seseorang, salahkan Olivia saja.Dia yang sudah membuat orang tersinggung, sehingga orang itu mau melampiaskan den
Rosalina masih tersenyum dan menjawab, “Aku juga menjual pot bunga, pupuk, tanah yang subur, dan lain sebagainya. Semuanya ready stock. Bapak butuh apa?”Calvin mengatupkan bibirnya. Wanita di hadapannya ini selalu berbicara sambil tersenyum, memberikan kesan yang tenang dan damai, tapi juga suka berbicara.“Aku lihat-lihat dulu,” ujar Calvin, lalu berjalan melewati Rosalina, memasuki toko, dan berkeliling di dalam toko bunga wanita itu.Setelah keliling satu kali, dia menoleh dan mendapati Rosalina selalu berada tidak jauh di belakangnya.Wanita ini berpura-pura buta, tapi mengikuti orang kemana-mana. Bukannya jadi gampang ketahuan?“Pak?” Rosalina tidak mendengar langkah kaki Calvin lagi, jadi dia menoleh ke satu arah dan memanggil Calvin.Melihat ekspresi wanita itu, Calvin jadi sedikit ragu. Sebenarnya wanita ini benar-benar buta atau pura-pura buta?Dia memutuskan untuk mengetes Rosalina.Dia melihat sekeliling, lalu akhirnya memutuskan untuk mengambil satu pot kaktus. Dia mengamb
Calvin mengeluarkan ponselnya dan melihat sepertinya di toko itu tidak bisa melakukan pembayaran menggunakan QR. Dia bertanya pada Rosalina, “Di tokomu nggak bisa bayar pakai scan QR?”Rosalina berkata dengan jujur, “Aku nggak bisa melihat, jadi aku nggak pakai yang gituan, karena aku nggak punya GoPay, atau OVO.”Dia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya kepada Calvin. Ponselnya masih ponsel kuno yang masih ada tombol angkanya, yang hanya bisa melakukan panggilan dan mengirim pesan.Rosalina tidak bisa melihat. Dia hanya bisa menggunakan ponsel model lama ini untuk melakukan panggilan dengan menyentuh tombol-tombol angka dengan tangannya. Dia tidak bisa menggunakan smartphone.“Aku juga sudah memasang papan pemberitahuan di pintu masuk toko, memberi tahu semua orang bahwa toko ini hanya menerima uang tunai. Kalau Bapak benar-benar nggak membawa uang tunai dan kedua karyawanku pas lagi ada di sini, Bapak bisa membayar ke GoPay atau Ovo mereka, lalu mereka akan memberiku uang tunai.
Stefan bergumam menyahuti, melihat adiknya memegang pot kaktus, dan bertanya padanya, “Kamu beli?”“Iya, aku pergi ke Spring Blossom sebelum pergi kerja.”“Spring blossom?” Stefan merasa nama toko itu agak familiar, sepertinya dia pernah mendengarnya dari istri tercintanya.Calvin tidak menyembunyikan apa pun dan berkata dengan jujur, “Itu toko bunganya Rosalina. Nama tokonya sama sekali nggak bagus.”Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Pas, ‘kan? Banyak bunga yang blossom di Spring?”Calvin diam saja.“Kalau memang sudah ke sana, kenapa kamu nggak banyak sedikit?”Calvin mengerutkan bibirnya dan berkata, “Aku nggak berniat membeli bunga. Aku saja terpaksa membeli satu pot kaktus ini.”Dia tidak mungkin tidak membeli satu bunga pun setelah membuat wanita itu tertusuk duri kaktus, ‘kan?“Bukannya lebih bagus taruh kaktus bola di meja kerja? Kalau kaktus yang panjang-panjang gitu, hati-hati gampang tertusuk durinya,” ujar Stefan dengan datar, lalu masuk ke gedung kantor, melirik adikny
Rosalina sangat terkejut mendengarnya.Ternyata seseorang dari Adhitama Group.Karyawan Adhitama Group atau anggota keluarga Adhitama?Rosalina tidak bisa menebaknya.Dia pikir, besok-besok kalau Olivia datang ke tokonya lagi untuk membeli bunga, dia bisa bertanya pada wanita itu, nomor itu digunakan oleh siapa.Olivia tidak tahu Calvin sudah mulai mendekati Rosalina. Setelah diantar Stefan ke toko, dia mengobrol dengan Junia sebentar, dan tak berapa lama kemudian, teman-temannya dari kelas kerajinan tangan yang dia minta datang untuk membantu datang. Olivia meminta mereka untuk membuat satu kerajinan tangan yang kecil berdasarkan keinginan mereka sendiri.Setelah yakin bahwa teman-temannya itu memang memiliki kemampuan yang cukup, dia mengambil banyak bahan kerajinan tangan dari gudang kecilnya dan memberikannya pada mereka semua untuk dibawa pulang.Setelah mengantar teman-temannya ke pintu, Olivia berbalik badan dan ingin masuk kembali ke toko. Kebetulan, Amelia menyetir dan baru sa
Tidak peduli keluarga Hermanus atau tetangganya yang lain di kampung, masa mudanya akan bekerja di luar. Yang tinggal di kampung hanya orang lanjut usia yang sudah menjadi kakek dan nenek. Tidak banyak yang bisa mereka kerjakan. Jika ada bos besar yang ingin pesan, mereka tidak akan menolak kesempatan menerima uang.Mendengar itu membuat Olivia dan Junia juga ikut merasa bahagia. Setelah Amelia menyampaikan perkembangan proyek investasinya, tatapannya mendarat pada sosok Olivia. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, “Kabar gembiranya sudah selesai, aku kasih tahu berita yang buat emosi. Olivia, aku juga minta orang yang membahas kontrak tanah itu untuk menanyakan keadaan keluargamu.”“Apa yang mereka lakukan pasti buat orang lain emosi. Amelia, katakan saja. Apa pun yang mereka lakukan, aku pasti akan sanggup menahannya. Palingan batu pasirnya diambil sama mereka dan dijual.”“Bahan material yang siapkan untuk membangun rumah itu masih ada di sana dan nggak dijual atau dipindahkan.”“
“Cara apa pun yang mereka gunakan, yang pasti harus lewat jalur hukum. Apa yang seharusnya menjadi milik kami berdua, kami nggak boleh mengalah sedikit pun! Kalau bukan milik kami, tentu saja kami nggak akan ambil sedikit pun.”Ucapan Olivia sangat yakin. Dia bukan orang yang berhati kejam. Akan tetapi, dia bisa melakukan hal yang sangat kejam jika pada keluarganya yang antik itu. Luka masa kecilnya memerlukan waktu seumur hidupnya untuk mendapatkan balasannya kembali.“Tentu saja, terserah mereka mau ngomong apa. Aku tetap jalankan semuanya sesuai rencana dan prosedurku. Aku nggak akan mengambil keuntungan dari mereka dan juga nggak akan membiarkan mereka mengambil keuntungan dari aku.”Amelia berkata, “Mereka orang paling nggak tahu malu yang pernah aku temui. Tapi, papa kamu memang anak kandung mereka?”“Menurutku kandung, kalau nggak kandung maka papaku dan kakek tua itu nggak mungkin bisa mirip. Mereka pilih kasih. Memang ada beberapa orang tua yang seperti itu. Mereka sayang yang
Olivia tertawa dan berkata, “Benar benar, aku sangat bahagia. Aku harusnya bersyukur dan aku akan bersyukur.”Keluarga dan teman-temannya dengan mudah dihasut oleh Stefan dan akan membela lelaki itu. Selain itu, Stefan memang bersikap sangat baik dengan dirinya.“Aku saja nggak tahu harus balas dia dengan hadiah apa,” ujar Olivia dengan wajah bingung.Kedua temannya merasa Olivia sedang pamer kemesraan pada mereka. Junia tidak masalah karena Reiki juga baik padanya. Akan tetapi Amelia masih sendiri dan tidak ada pasangan. Tentu saja dia hanya bisa menyimpan rasa iri pada kedua temannya.“Stefan memang nggak kurang apa pun, dia hanya kurang istri. Begitu kami menikah dengannya, dia sudah nggak kurang istri lagi. hanya kurang sepasang anak saja. Lebih baik kamu cepat kasih dia sepasang anak kembar sekalian!”Amelia teringat akan Russel yang lucu dan berkata, “Kalau lucu dan pintar seperti Russel, nggak masalah juga kalau lahir yang lebih banyak. Stefan juga sanggup menghidupi mereka.”“O
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu