“Lesti, untung kamu ingatkan, kalau nggak aku bakalan membuat Den Stefan marah besar.”“Kamar Den Stefan sudah didekorasi sesuai permintaan Den belum?” tanya Pak Arif.“Sudah, romantis sekali! Dijamin Non Olivia akan merasa berbeda dan bisa membuat hubungan keduanya semakin bertambah.”Dengan penuh pengharapan Bi Lesti berkata, “Semoga Non Olivia segera dapat kabar baik.”“Kalimat seperti ini cukup kamu katakan di hadapanku saja, jangan sampai di hadapan Non. Nanti Non Olivia tertekan, hubungan mereka juga belum lama, kemungkinan masih mau menikmati masa berdua dulu.”Meski Pak Arif juga menginginkan kehamilan Olivia. Akan tetapi jika manikannya ingin menikmati waktu berdua dulu, sebagai karyawan hanya bisa menunggu saja.“Aku tahu, aku nggak akan bahas hal seperti ini di hadapan Non Olivia. aku jauh lebih berharap Non Olivia dan Den Stefan harmonis dibandingkan kalian semua,” kaya Bi Lesti.Dia menjadi saksi dari perjalanan cinta majikan mudanya itu. Selain itu Bi Lesti juga menjadi s
“Ok!” jawab Stefan penuh sayang.Olivia meletakkan bunga pemberian Stefan ke atas nakas dan mengambil ponselnya. Dia mengambil gambar dan video dari ruangan yang penuh akan cinta Stefan padanya. Setelah selesai, dia tidak lupa mengambil foto dia dan Stefan juga.“Coba lihat ke lantai atas.”Olivia tertawa dan berkata, “Kamar kita juga kamu dekor seperti ini? Pasti sangat indah dan romantis. Aku benar-benar bahagia sekali.”Stefan tertawa sambil menggandeng tangan Olivia dan membawanya naik ke lantai dua. Apa yang Olivia tebak tadi memang tidak salah. Karpet merah mengarah ke depan kamar mereka. Ketika pintu kamar dibuka, senyuman di wajah Olivia semakin merekah. Dekorasi di kamar tidak jauh berbeda dengan di lantai satu, tetapi jauh lebih penuh cinta dan romantis.Di dalam kamar yang begitu romantis, ditambah anggur merah yang manis membuat malam itu menjadi jauh lebih sempurna. Malam itu begitu indah dan hangat.Keesokan harinya Olivia bangun lebih siang dari biasanya. Dia masih terle
Sarah sudah berhasil melahirkan sepasang suami istri yang saling mencintai. Tugasnya selanjutnya adalah berhasil menikahkan cucu-cucunya yang lain. Setelah itu dia tinggal menunggu kesempatan menggendong cicit perempuan.Siapa pun yang ingin mendapatkan hadiah 10 triliun, maka mereka harus melahirkan anak perempuan!Stefan sudah menghabiskan sarapannya dan duduk di sofa ruang tamu. Setelah membaca koran selama 15 menit, lelaki itu bangkit dan bersiap-siap kembali ke kantor. Sebelum pergi, dia tidak lupa mengingatkan Bi Lesti untuk menjaga Olivia. Raut Khawatir lelaki itu membuat Bi Lesti ingin sekali menyarankan Stefan untuk membawa Olivia ke kantor juga.“Dimas.”Sebelum masuk mobil, Stefan mengingatkan Dimas, “Hari ini kamu nggak perlu ikut saya. Ada satu tugas yang harus kamu lakukan. Sekarang kamu cari Hendra dan ancam dia atau bujuk dia dengan cara apa pun. Minta dia ambil sepuluh helai rambut kakeknya dan harus ada akar! Setelah itu simpan ke dalam kantong kecil dan bawa kembali
Yenny langsung menyapukan pandangannya ke sekitar toko dan terlihat kecewa ketika tidak menemukan Russel. Akan tetapi dia memang tidak menunjukkannya secara jelas. Dua orang karyawan baru tidak tahu hubungan antara Roni dengan Odelina sehingga mereka langsung menyambut kedua suami istri itu dengan senyuman.Roni membawa Yenny duduk di sebuah meja kosong dan berkata, “Yenny, istriku, kamu mau makan apa?”Sebelum keluar tadi, Yenny meminta Roni untuk memanggilnya dengan mesra di hadapan Odelina. Meski perempuan itu tidak ada rasa lagi dengan Roni, Yenny masih tetap menganggap Odelina adalah saingannya.“Mungkin dia nggak tenang karena mendapatkan apa yang dia dapatkan dari hasil merebut. Dia selalu khawatir akan direbut lagi oleh orang lain.”“Aku ikut kamu makan apa saja.”Roni menyebutkan pesanannya dan dicatat oleh karyawan toko untuk disiapkan terlebih dahulu.“Kok nggak kelihatan Russel?” tanya Yenny. Roni juga tidak tahu karena seharusnya Russel ada di toko. Jangan-jangan dibawa pe
“Russel ikut om dia pergi.”“Pak Stefan? Bukannya Russel sedang tidur?”“Iya, Stefan bawa dia pergi. Kalau kamu mau jemput Russel, jemput di Adhitama Group saja,” ujar Odelina.“Kalau Russel nggak mau tinggal beberapa hari sama kalian, kalian bisa cari dia di tokonya Olivia kalau mau melihatnya. Aku sibuk dan memang sulit menjaganya. Selanjutnya Russel akan main di tokonya Olivia.”Kening Roni berkerut dan tidak tahu harus berkata apa. Kalau meminta Russel yang memilih, sudah pasti bocah itu akan memilih tantenya dibandingkan ayah kandungnya. Sewaktu dia membujuk putranya beberapa waktu lalu, Russel terlihat sangat senang ketika Roni mengatakan akan membawanya ke kebun binatang.Namun pada akhirnya bocah itu justru pergi dengan Olivia dan tidak mau ke kebun binatang. Roni cukup mengerti kalau sebagai ayah dirinya tidak cukup layak. Meski putranya memanggilnya dengan sebutan ayah, tetapi posisi ayah di dalam hati anaknya justru tidak begitu penting.Roni kembali ke mejanya dan duduk dia
Resepsionis itu tampak menyadarinya dan tertawa sambil berkata, “Tepat sekali! Pasti itu keponakannya Bu Olivia. Nggak nyangka Pak Stefan bisa bawa keponakannya ke kantor. Sepertinya Pak Stefan ingin sekali jadi seorang ayah.”“Atau jangan-jangan Bu Olivia sudah hamil? Jadi Pak Stefan lebih awal menjaga keponakannya sambilan belajar biar nanti siap jadi ayah yang sesungguhnya?”Russel tidur dengan pulas dan tidak terbangun ketika digendong oleh Stefan ke kantornya. Hingga pada akhirnya Stefan meletakkan bocah itu di atas kasur ruang istirahat agar tetap tertidur. Lelaki itu berjongkok untuk melepaskan sepatu Russel kemudian jaket bocah itu. Terakhir dia tidak lupa memasangkan selimut di tubuh Russel.Melihat wajah lucu yang tertidur pulas tersebut membuat hati Stefan meleleh. Dia tidak tahan untuk tidak mengecup wajah Russel sambil berkata, “Russel, melihatmu membuat Om ingin cepat-cepat melahirkan adik buat kamu.”Russel yang berusia tidak sampai tiga tahun itu tidak membalas ucapan S
Daniel tidak berbicara. Dia datang untuk membahas proyek bisnis dengan sahabatnya. Keduanya langsung masuk ke inti pembahasan. Setelah selesai dan ketika Daniel akan pergi, lelaki itu berkata, “Aku masuk dan lihat Russel lagi. Kalau dia sudah bangun, aku bawa dia jalan-jalan di luar.”“Kamu bawa dia? Mungkin dia bakal nangis sampai kamu pusing tujuh keliling. Setelah itu kamu buru-buru antar dia balik ke sini.”Daniel tertegun seketika. Russel selalu tidak suka ketika digendong oleh Daniel. Akan tetapi Daniel tetap memilih untuk masuk ke ruang istirahat lagi. Tidak sampai dua menit lelaki itu berseru, “Stefan, Stefan! Cepat datang!”“Kenapa?”Mendengar seruan lelaki itu membuat Stefan terkejut dan bergegas masuk ke ruang istirahat.“Russel ngompol. Kamu lihat sprei kamu basah semua,” ujar Daniel sambil menunjuk kasur yang ditiduri oleh Russel.Stefan berjalan mendekat sambil membuka jas kerjanya. Setelah itu dia menggendong Russel dan melepaskan celana basah bocah itu. Setelah itu dia
Mata hitam Russel membulat dan bertanya, “Kenapa laki-laki nggak boleh pakai rok?”“Laki-laki dan perempuan berbeda,” sahut Daniel.Russel menatap lelaki itu saja. Stefan mengambil sebuah celana dan menggendong Russel untuk membantu bocah itu mengenakan celana sambil berkata, “Karena laki-laki harus melakukan banyak pekerjaan berat. Kalau pakai rok jadinya nggak leluasa.”“Kenapa laki-laki harus kerja berat?”“Karena yang mengerjakan pekerjaan ringan adalah perempuan. Pekerjaan yang mudah biar mama dan tante kamu yang mengerjakannya.”Russel terlihat sedikit mengerti dan berkata, “Tunggu aku dewasa, biar aku yang melakukan pekerjaan berat. Mama dan tante yang melakukan pekerjaan ringan.”Stefn tersenyum dan berkata, “Russel pintar.”Telepon kantor berdering dan Stefan meletakkan Russel di sofa kemudian bangkit untuk mengangkat telepon.Sesaat kemudian Stefan menutup telepon dan berkata pada Russel, “Russel, mama datang menjemputmu.”“Mama datang!” seru Russel sambil meletakkan rok ke d
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu