Calvin melihat Doni mengantar Rosalina sampai ke depan rumah. Calvin sempat meminta sopirnya untuk membawanya kembali ke rumah, tapi dia langsung berubah pikiran. Calvin dengan cepat turun dari mobil dan berjalan menuju depan pintu gerbang kediaman keluarga Siahaan dan menunggu Rosalina di sana. Doni tidak sering bertemu Calvin, jadi dia tidak bisa mengenali Calvin dari belakang ketika dia melihat Calvin berjalan menuju rumah keluarga Siahaan. Calvin hanya berjarak 100 meter dari rumah keluarga Siahaan ketika dia melihat mobil Doni yang bergegas pergi dari depan rumah keluarga Siahaan setelah Rosalina turun dari mobil Doni. Pikiran Calvin yang sebelumnya khawatir tiba-tiba berubah liar setelah melihat apa yang ada di depan matanya. Semakin Calvin memikirkannya dia justru semakin marah. Apa hubungan Rosalina dengan laki-laki itu? Kenapa mereka bisa menghabiskan waktu bersama seharian? “Rosalina, bilang sama aku siapa laki-laki itu?” tanya Calvin dengan penuh emosi. Rosalina tidak
“Rosalina, jadi siapa laki-laki itu?” tanya Calvin lembut.Rosalina sempat terdiam lalu berkata, “Dia adalah laki-laki yang pernah aku selamatkan 14 tahun yang lalu. Kami berdua sudah seperti kakak dan adik. Dia sudah punya pacar dan akan segera menikah sama pacarnya itu.”Rosalina tidak menyebutkan nama Doni kepada Calvin karena Rosalina tidak ingin Calvin menyelidiki Doni secara menyeluruh. Dia hanya memberitahu Calvin tentang hubungannya dengan Doni yang sudah seperti adik dan kakak. Hal ini dilakukannya agar Calvin tidak lagi memiliki pemikiran liar tentang dirinya dan Doni. “Kenapa aku belum pernah mendengar tentang laki-laki itu sebelumnya dari mulutmu?” tanya Calvin.“Memangnya kamu pernah nanya sama aku tentang dia? Kenapa aku harus menceritakan tentang laki-laki itu sama kamu kalau kamu saja nggak pernah tanya sama aku tentang dia?” jawab Rosalina. Calvin langsung terdiam. Dia sempat berpikir kalau Rosalina memiliki kehidupan yang monoton dan sederhana setelah memeriksa info
“Apa Pak Calvin dan Bu Rosalina pacaran?” tanya si pelayan itu. “Memang apa hubungannya hal ini sama kamu?” tanya Rosalina dingin. Si pelayan sempat terdiam lalu berkata, “Bu Rosalina, Bu Sinta dan Bu Giselle nggak pernah suka sama Bu Rosalina ketika mereka tinggal di sini. Mereka selalu berusaha menindas Bu Rosalina. Tapi kami nggak bisa melakukan apa pun ketika mereka menindas Bu Rosalina, sekalipun kami bersimpati sama Ibu. Karena Bu Sinta yang merekrut kami untuk bekerja di sini.”“Bu Rosalina pastinya juga tahu kalau saya nggak pernah melakukan apa pun yang bisa menyakiti Ibu. Hanya saja, kami memang nggak pernah menghiraukan Bu Rosalina. Pelayan ini tidak pernah menghiraukan Rosalina, makanya dia juga tidak pernah menyakiti Rosalina. Si pelayan ini memang bukan orang baik, tapi dia juga bukan orang jahat. “Sekarang Bu Sinta dan Bu Giselle sudah masuk penjara. Kemungkinan besar Bu Sinta akan menerima hukuman yang cukup berat, sedangkan Bu Giselle bisa bebas dalam beberapa tahu
Stefan langsung berdiri dan berjalan menuju lantai atas. Dia sama sekali tidak peduli dengan masalah adiknya. “Kak!”“Pergi sana!”Calvin hanya bisa terdiam seribu bahasa menyaksikan kakaknya yang pergi meninggalkannya. “Dia sudah punya kehidupan yang bahagia. Makanya dia nggak peduli lagi sama kehidupan adiknya,” gumam Calvin kesal setelah Stefan menghilang dari pandangannya. Pak Arif masuk ke dalam rumah sambil membawa seikat bunga di tangannya. Calvin langsung memerintahkannya untuk memotong bunga di halaman ketika Calvin baru saja datang. “Pak Calvin, apa Pak Stefan menyuruh Bapak untuk menyiapkan sarapan? Kenapa Bapak datang pagi-pagi sekali ke sini sampai mengalahkan suara ayam pagi ini?” tanya Pak Arif.Ayam memang biasa bangun pagi-pagi sekali untuk berkokok. “Pak Calvin, saya sudah selesai menyiapkan buket bunga yang Bapak perintahkan tadi,” tambah Pak Arif sambil menyerahkan sebuket bunga yang ada di tangannya kepada Calvin. Calvin mengambil buket bunga itu dan melihatn
Russel langsung bersemangat setelah mendengar kalau dia akan membawakan sarapan untuk ibunya. “Sayang, kamu dan Russel tuh kayak ibu yang mau anterin anaknya ke sekolah setiap pagi,” ujar Stefan sambil menatap Olivia dan Russel dengan penuh senyuman. Olivia langsung menoleh ke arah Stefan. Dia ingin mengatakan kepada Stefan kenapa dia belum juga mengganti pakaiannya. Namun, ternyata Stefan sudah selesai mengganti pakaiannya. “Kamu bangun pagi, ya? Kok cepat banget kamu sudah pakai baju dan jasmu?” tanya Olivia heran. “Aku bangun pagi gara-gara orang bodoh yang lagi jatuh cinta untuk pertama kalinya,” jawab Stefan kesal. Olivia langsung bisa menebak kalau orang itu adalah Calvin.“Calvin telepon kamu? Kamu nggak tiba-tiba muncul lewat saluran telepon lalu mukul dia, kan?” tanya Olivia dengan wajah bercanda. “Sayangnya, aku nggak mukul dia. Dia itu nggak bisa ngatasin masalah kecil kayak gitu. Dulu saja, dia sering banget nertawain aku dan jadiin aku bahan leluconnya. Lagi pula, ke
Stefan meletakkan ponselnya dia atas meja lalu berkata kepada Olivia, “Nenek makin susah di ajak ngomong.”Stefan sebenarnya ingin mengatakan kalau sikap neneknya semakin licik. Namun, dia tidak jadi mengatakannya karena dia takut kata-katanya itu terdengar sampai kuping nenek dan neneknya akan langsung menghukumnya.“Tugas mak comblang kan memang begitu,” ujar Olivia sambil tersenyum.Tugas nenek hanyalah mencari calon istri untuk para cucunya dan cucunyalah yang harus mengejar calon istrinya masing-masing. Nenek tidak perlu lagi bertanggung jawab untuk hal tersebut.Nenek masih memiliki beberapa cucu lagi yang masih lajang dan beberapa di antaranya sudah mulai memasuki usia menikah. Mereka semua terlihat gugup dan panik ketika mengetahui bagaimana cara nenek mendapatkan calon istri untuk para cucunya. Setiap hari mereka terus bertanya-tanya, kira-kira perempuan seperti apa yang akan neneknya pilihkan untuk mereka?Mereka juga sudah sering merayu nenek dengan mulut manis mereka agar n
Olivia pergi ke rumah sakit bersama Stefan setelah Russel pergi belajar ilmu bela diri. Olivia sempat meminta Stefan berhenti di Spring Blossom karena dia ingin membeli bunga untuk kakaknya sekaligus berbicara dengan Rosalina. Namun, nyatanya Rosalina tidak ada di toko.“Bosmu sedang ngirim bunga, ya?” tanya Olivia kepada pegawai toko.“Bu Rosalina pergi pagi-pagi sekali untuk membeli barang. Mungkin baru akan kembali sekitar jam 10. Apa ada yang mau Bu Olivia sampaikan kepada Bu Rosalina? Nanti saya akan bilang sama Bu Rosalina agar menelepon Bu Olivia kalau dia sudah kembali,” jawab si pegawai toko.“Oke! Nanti tolong bilang sama dia ya untuk telepon aku,” ujar Olivia sambil mengangguk lalu keluar dari toko sambil diantar oleh si pegawai toko. Kemudian Olivia masuk ke dalam mobil sambil membawa buket bunga yang dibelinya seraya berkata kepada Stefan, “Rosalina sudah pergi beli barang dari pagi. Mungkin dia baru akan balik jam 10. Kamu tolong bilang sama Calvin kalau aku mungkin ngga
Daniel merasa kesal setelah mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Olivia. Perempuan ini memang pantas menjadi istri Stefan karena mereka memiliki cara pandang yang sama. Selain itu, mereka berdua juga mengutarakan hal yang hampir sama kepada Daniel.“Olivia, aku cuma mau bilang kalau aku nggak akan menyerah sampai Odelina menikah lagi,” jawab Daniel serius. Olivia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi setelah melihat kegigihan di mata Daniel. Bagaimanapun juga, Olivia memang cukup mengagumi sifat Daniel. Mereka bertiga akhirnya berjalan bersama menuju ruang rawat Odelina. Namun, langkah mereka tiba-tiba terhenti ketika mereka melihat Roni sedang berdiri di dekat pintu ruang rawat Odelina. Roni terlihat berdiri sendirian di sana tanpa di temani ibu ataupun kakaknya. Dia juga terlihat membawa buket bunga dan termos sup di tangannya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh orang tuanya untuk dia bawa. Olivia tampak terkejut ketika melihat Roni di depan pintu ruang rawat Odelina. Apa
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu