“Odelina!” Daniel berteriak dari dalam kamar pasien.“Bu Yanti, aku masuk untuk melihatnya dulu.”Odelina dengan lembut menarik tangannya dan kembali ke dalam kamar pasien.Yanti tidak mengikutinya masuk.Selama Odelina ada di sana dan tidak meminta bantuan mereka, orang tua Daniel sepakat untuk tidak masuk dan membiarkan mereka berdua sendirian.Sikap putra mereka memang buruk dan amarahnya memang tak kunjung reda, tapi Yanti dan suaminya tahu putra mereka sangat ingin Odelina tetap tinggal dan merawatnya.Yanti kembali duduk di samping suaminya, menghela napas dan berkata, “Aku yang terlalu keras kepala waktu itu. Mulai sekarang, aku akan belajar dari Dewi.”Darius berkata kepada istrinya, “Aku sudah menasihatimu berkali-kali, tapi kamu tetap nggak mau dengar. Anak kita sudah nggak muda lagi. Orang lain yang seusianya mgkn sudah punya anak yang sudah mau SMP. Daniel bahkan nggak punya pacar. Jarang-jarang dia bisa menyukai seseorang, nggak peduli berapa kali wanita itu sudah bercerai
Di Vila Puncak Bukit.Setelah menelepon kakaknya dan menunggu Russel selesai makan pangsit, Olivia mengukur suhu badan Russel lagi dan berkata kepada Stefan, “37.7 derajat. Bagaimana kalau kita memandikannya air hangat lagi?”Stefan menuangkan segelas air hangat untuk Russel, menyuruh anak itu untuk minum air hangat dan berkata, “Russel baru makan, biarkan dia istirahat sebentar dulu, lalu baru mandikan dia air hangat. Menurunkan demam butuh proses, nggak perlu terburu-buru dan khawatir, Dokter sudah meresepkan obat dan sudah ada di rumah.”“Kring. Kring. Kring.” Ponsel Stefan berdering.Olivia berkata, “Demam Russel sudah turun. Kamu sibuk di kantor, jadi berangkat kerja saja dulu. Aku akan menjaganya di rumah.”Stefan tidak menjawab perkataan Olivia. Dia mengangkat telepon terlebih dahulu. Panggilan itu dari Petrus.“Pak Petrus.”Stefan memang tidak suka pada Stella, tapi dia tetap bersikap sopan kepada Petrus. Bagaimanapun juga, perusahaan mereka akan bekerja sama. Namun, jika Stell
“Russel lagi sakit. Aku benar-benar nggak tenang meninggalkannya di rumah, dan kamu juga nggak tenang, ‘kan? Kalau aku ikut denganmu, kamu bisa tenang?”Stefan terdiam. Dia juga tidak tenang meninggalkan anak itu di rumah.“Lain kali. Aku pasti akan menemanimu lain kali. Jangan memasang muka cemberut seperti itu. Naiklah ke atas dan ganti bajumu sebelum pergi. Jangan biarkan Petrus menunggu.”“Ayo ke atas bersamaku dan bantu aku memilih pakaian,” pinta Stefan.Olivia menggendong Russel dan berdiri. “Bukannya aku yang membelikan semua pakaianmu? Semuanya warna hitam, warna yang kamu suka. Nggak ada bedanya. Pilihlah salah satu. Semuanya cocok untukmu. Badanmu itu seperti patung pakaian. Pakai apa pun bagus.”“Dasi yang kamu pakai sehari-hari juga aku yang belikan untukmu. Kamu nggak perlu repot-repot memilih. Pilih saja salah satu, pasti akan bisa membuatmu semakin keren.”Stefan bergumam pelan, “Aku ingin kamu membantuku memakainya.”Olivia menoleh ke arah suaminya itu dan berkata samb
“Kalau aku nggak peduli padamu, aku peduli pada siapa? Russel kan lagi nggak enak badan, kalau nggak, aku pasti akan pergi bersamamu,” kata Olivia pada Stefan dengan geli.Stefan memeluk Russel sebelum masuk ke dalam mobil dan berkata kepada Russel, “Russel, Om iri banget sama kamu. Kamu bisa lengket sama tantemu sepanjang hari. Beda sama Om, ada banyak urusan yang harus Om selesaikan setiap hari.”“Om, nanti kalau aku sudah besar dan hebat, aku akan membantu Om, supaya Om bisa berlibur.”Perkataan Russel yang kekanak-kanakan itu membuat Stefan tertawa.“Russel anak yang baik. Pantas saja Om menyayangimu.”Saking senangnya, Stefan mengecup manis wajah dan kecil Russel dan berkata sambil tersenyum, “Kerjaan Om sulit untuk ditangani. Kalau Russel ingin membantu Om, Russel bisa belajar dengan giat nanti kalau sudah masuk sekolah. Supaya bisa membantu Om kalau sudah besar nanti.”Russel mengangguk dengan penuh semangat dan berkata, “Om, aku akan belajar dengan serius. Kata Mama, ilmu bisa
“Pak Arif, ini bunga dari siapa? Stefan yang minta diantar kembali ke rumah?” tanya Olivia yang mengira Stefan yang mengirimkan untuknya.“Stefan kasih apa saja ke aku? Baju saja sudah sangat banyak sekali.”Semua pakaian lelaki itu menjadi tugas Olivia untuk membeli dan memesankannya, sedangkan sebaliknya milik Olivia juga menjadi tugas Stefan. Pak Arif hanya terdiam saja sambil memberikan bunga tersebut pada Olivia. Di dalam sana terdapat sebuah kartu ucapan kecil. Olivia membukanya dan tertulis,“Stefan, bunga ini untukmu. Semoga kamu bahagia selalu, love you!”Tidak tertulis siapa nama pengirim dari bunga yang ditujukan untuk Stefan. Olivia terdiam dan mencoba mencerna bahwa bunga tersebut merupakan pemberian seorang perempuan pada Stefan. Siapa orang yang mengirimkan bunga ini untuk suaminya?Pak Arif memberikan beberapa kantong plastik di hadapan Olivia sambil berkata, “Bu, masih ada beberapa baju dan dasi. Di dalamnya ada kartu yang menuliskan tulisan yang sama.”Sebelum Olivia
Setelah memastikan keponakannya baik-baik saja, Olivia mengeluarkan ponsel dan mengambil foto bunga dan baju tersebut untuk dikirimkan pada Stefan. Tidak butuh waktu lama bagi lelaki itu untuk menghubunginya.“Sayang, siapa yang kasih kamu bunga?” tanya Stefan dengan suara berat dan dingin. Siapa lelaki yang begitu kurang ajar mengirimkan bunga pada istrinya?!“Kamu nggak lihat itu jas dan dasi? Barang itu buat kamu, bunganya juga untukmu.”“Buat aku?”Semua emosinya hilang seketika. Siapa yang berani melakukan ini?! Apakah orang itu ingin membuatnya dan Olivia berantem?“Sayang, aku nggak ada hubungan dengan siapa pun di luar sana, nggak mungkin lagi aku melakukan hal yang mengkhianatimu. Di kartu ucapannya ada tulis siapa pengirimnya? Biar aku kasih dia pelajaran.”“Nggak ada tulis nama pengirimnya, jadi nggak tahu siapa yang kirim.”Olivia menebak sepertinya Stella yang mengirimkannya. Kemarin malam Stefan baru bercerita kalau Stella tertarik padanya. Sekarang sudah ada orang yang m
Sudah pasti ini adalah ulah Stella!Ekspresi Stefan menggelap seketika. Perempuan itu memang tidak ikut datang, tetapi dia tidak menyerah dan justru mengirimkan bunga dan baju ke rumahnya. Kedatangan Petrus hari ini ke sini untuk membahas kerja sama juga pasti sudah diketahui oleh Stella.Perempuan itu memilih untuk mengirimkan baju dan bunga ketika Stefan tidak ada di rumah. Dia sengaja membuat Olivia salah paham dan berantem dengan dirinya. Perempuan ini membahayakan sekali!“Baik. Awalnya sudah ada kesepakatan kerja sama, sekarang aku pikir-pikir sepertinya mau melepaskan proyek ini saja,” ujar Stefan.Petrus hanya ada satu anak perempuan saja yang didapatkan dengan susah payah. Kedua suami istri juga sangat menyayangi Stella. Meski Petrus bersikap profesional dengan tidak membawa Stella serta tidak mendukung putrinya mengejar Stefan, Stefan pribadi tidak ingin mengambil resiko.Orang tua yang menyayangi anaknya juga pasti akan menyerah dan membela anak mereka sendiri. Jika Stefan m
Stefan masih khawatir perempuan itu akan marah sehingga dengan hati-hati dia bertanya, “Sayang, kamu sungguh nggak marah? Aku bersumpah kalau nggak ada perempuan lain yang aku cintai selain kamu. Nggak akan ada kesempatan sedikit pun untuk perempuan lain!”“Hatiku sangat sempit dan hanya muat kamu seorang saja. Nggak ada tempat kosong untuk orang lain lagi.”“Sayang, aku nggak marah. Sungguh! Sedikit pun nggak ada perasaan marah. Kamu itu sangat sempurna, aneh kalau nggak ada yang suka denganmu. Lagian semakin banyak orang yang menyukaimu maka artinya aku beruntung. Apa yang aku lakukan hingga bisa menjadi istrimu?”Olivia memang tidak marah karena dia sudah mempersiapkan diri untuk menikahi suami yang begitu unggul. Dia tahu bahwa akan ada banyak saingan yang muncul. Tidak semua perempuan berpikiran terbuka seperti Amelia.Setelah Stefan memastikan bahwa istrinya tidak marah, lelaki itu menghela napas lega. Sambungan telepon terputus dan Stefan langsung menghubungi Reiki untuk meminta
“Terima kasih banyak atas perhatiannya, Non Yohanna. Nenekku sudah berumur 80 tahun lebih, tapi badannya masih segar bugar dan nggak masalah bepergian naik pesawat. Tapi masalahnya anggota keluargaku terlalu banyak, rasanya nggak enak kalau kami semua datang,” kata Ronny. “Atau begini saja, aku coba bilang ke mereka kalau tahun ini aku nggak pulang. Kurasa mereka pasti bisa mengerti.” Sebelum menginjakkan kaki di Aldimo, Ronny sudah memikirkan soal ini. Begitu pun dengan para senior di keluarga Adhitama yang juga sudah mempersiapkan diri andaikan Ronny tidak bisa pulang untuk melewati tahun baru bersama. Di tahun depan, Ronny berniat untuk membawa Yohanna ke pulang ke Mambera untuk mengurus pernikahan mereka. Nenek Sarah memberi waktu satu tahun kepada Rony dan saudara-saudaranya. selama mereka memperlakukan calon istri mereka dengan baik, satu tahun sudah cukup untuk meluluhkan hati seorang wanita. “Soal gaji kerja di libur tahun baru, Non Yohanna sesuaikan saja dengan hari kerjaku
Christian tidak bersuara saat dia ditendang oleh Tommy, tetapi raut wajahnya tidak bisa menutupi rasa sakitnya. Christian mengira Tommy memang ingin belajar,bukan karena paksaan dari kakaknya. Yohanna sangat tegas dalam mendidik mereka, bahkan lebih tegas dari guru-guru mereka di sekolah. Para senior di keluarga saja sampai tidak berani ikut campur ataupun berkomentar di hadapan Yohanna. Tommy melampiaskan kekecewaannya ke nafsu makan. Dia makan banyak sekali, sampai-sampai Yohanna harus menghentikannya karena khawatir akan sakit perut. Tommy sengaja ingin membuat diri sendiri kekenyangan sampai sakit perut, karena dengan begitu dia punya alasan untuk kabur dari tugasnya. Setelah makan, Yohanna berkata kepada Ronny, “Ronny, habis istirahat siang, kamu bikinin dessert untuk bocah-bocah, ya. Oh ya, sisain sedikit untuk Dira juga. Dia paling suka sama dessert buatan kamu. Nanti malam aku nggak makan di rumah, kamu bebas mau pulang atau tetap di sini. Oh ya, aku mau diskusi tentang jadw
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu