“Nenek, pergilah, nanti aku akan keliling-keliling.”Kehidupan ketika libur menikah memang menyenangkan. Tidak perlu bangun pagi untuk bekerja dan tidak perlu mengurus pekerjaan. Hanya perlu makan dan minum dengan baik.Nenek tertawa dan berkata, “Setelah aku sarapan, kita berdua keliling-keliling lagi.”Setelah mereka selesai makan, Nenek baru masuk ke rumah. Olivia menunggu perempuan tua itu sarapan hingga Russel tertidur di pelukannya.“Anak ini baru bangun dan tertidur lagi.”Olivia mengelus wajah keponakannya penuh sayang dan berkata, “Russel juga pasti kelelahan.”“Dia tertidur, aku bawa dia ke atas. Nanti kamu temani Nenek jalan dulu. Aku nggak ikut karena mau tidur sama Russel.”Stefan kemarin malam sudah kembali ke kamar cukup awal. Dia seperti tidur cepat, tetapi sesungguhnya lelaki itu tidak bisa tertidur karena terlalu antusias. Lelaki itu terlelap setelah berbaring di kasur cukup lama. Pagi ini dia bangun cukup awal untuk menyiapkan sarapan.Yang paling penting, Stefan di
“Kita keluar untuk cari angin dulu. Hari ini nggak ada matahari dan sedikit berangin. Kita jalan di halaman sambil menikmati angin.”“Nenek baru saja selesai sarapan.”Nenek berkata, “Kita jalan pelan-pelan saja. Nggak perlu mengelilingi vila, hanya jalan-jalan di sekitar sini saja.”“Hari ini kamu masih muntah?” tanya Nenek penuh perhatian.Ketika Olivia hendak bilang dia masih muntah, dia teringat bahwa pagi ini dirinya tidak merasa mual. Mendadak dengan girang dia berkata, “Nenek, sepertinya sudah nggak. Hari ini aku nggak mual ketika bangun.”Setelah bangun dan mengganti pakaian, Olivia membersihkan diri dan langsung turun untuk sarapan bersama dengan keponakannya. Mungkin karena terlalu sibuk, dia lupa dengan rasa mual. Atau mungkin masa-masa mualnya sudah berakhir?Nenek tertawa dan berkata, “Akan membaik secara perlahan. Sepertinya kamu nggak seperti Tiara yang mual terus hingga melahirkan. Kami juga bisa merasa tenang.”Semuanya khawatir dengan Olivia yang akan muntah hingga pe
Olivia berkata, “Nenek, aku nggak buat diriku tertekan. Biarkan semuanya berjalan begitu saja.”“Nenek, aku nggak memberi tekanan pada diriku. Biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.”Nenek berdeham dan berkata, “Iya, jalani saja. Anak lelaki dan perempuan itu jodoh dan berkah.”“Nenek ada sembilan cucu lelaki, kelak akan ada sembilan cucu menantu perempuan. Pasti ada seseorang yang bisa mengabulkannya.”Nenek terkekeh dan berkata, “Nenek kemungkinan nggak akan hidup selama itu untuk melihat mereka semua menikah dan memiliki anak.”Sandy masih sekolah. Tunggu lelaki itu menikah masih harus sepuluh tahun lagi. Nenek tidak yakin dia bisa hidup puluhan tahun. Dia merasa mungkin bisa hidup delapan hingga sepuluh tahun lagi. Setelah itu, dia akan mencari pasangannya untuk berkumpul kembali.Anak cucu memiliki keberuntungan masing-masing, selanjutnya tergantung pada nasib mereka sendiri.“Nenek.”“Iya, Nenek nggak bahas ini lagi. Kita jalan-jalan di kaki gunung saja.”“Nenek bisa lel
Sebenarnya, dia bisa pulang sendirian. Lelaki itu ada rumah di Harfa Residence. Hanya saja dia tidak tenang meninggalkan Odelina dan takut perempuan itu kesepian. Sehingga Daniel memutuskan untuk menginap di sana.Odelina juga tidak mengusirnya dan hal itu membuat Daniel cukup terkejut.Meski Odelina belum memastikan hubungan dengannya, seiring berjalannya waktu, Odelina akan terbiasa dengan kehadirannya. Kemungkinan juga akan mengizinkannya masuk dalam kehidupan perempuan itu.Daniel sendiri juga tidak lagi mengungkapkan perasaannya. Keduanya bersama dan bisa saling merasakan kasih sayang yang tulus di antara mereka.“Aku terbiasa bangun pagi. Kemarin malam tidur lebih awal. Begitu langit terang, aku langsung terbangun.”Daniel tersenyum melihat kondisi perempuan itu yang jauh lebih membaik. Mata yang kemarin membengkak karena menangis sudah tidak bengkak lagi. Hal itu membuat Daniel menjadi lebih tenang.Orang yang sudah menahan terlalu lama akan merasa hancur ketika bebannya dikelua
“Nggak usah terburu-buru, pelan-pelan saja. Kamu sudah buat kemajuan besar. Banyak orang seperti kamu, yang bahkan sulit untuk berdiri sendiri. Kamu sudah bisa ambil dua sampai tiga langkah, sudah sangat hebat. Kamu jangan terlalu tekan dirimu sendiri. Tetap jaga kesehatan. Kesehatan jauh lebih penting dari apa pun.”Odelina mendorong Daniel ke depan halaman dan berkata, “Pak Daniel coba jalan pelan-pelan di halaman. Sekalipun jatuh juga nggak akan terlalu sakit.”Di rumah keluarga Lumanto, Daniel juga berlatih berjalan di halaman rumah. Daniel mendongakkan kepala dan berkata pada Odelina, “Aku bakal jatuh, malu banget. Odelina, kamu jangan tertawakan aku. Jangan kasihani aku juga. Aku harus lalui rasa sakit ini. Ini juga proses dari pemulihan.”Odelina tahu Daniel memiliki harga diri yang tinggi. Dia pun mengangguk dan berkata, “Aku nggak akan tertawakan kamu. Kalau kamu merasa aku berada di sini akan berikan kamu banyak tekanan, aku akan pergi.”“Nggak usah. Kamu di sini akan beri ak
Kalau ibu Daniel memperhatikan dari dekat, dia pasti akan menangis. Setelah sekian lama, Yanti masih menyalahkan diri sendiri. Dia merasa dia yang telah menyebabkan putra bungsunya mengalami kecelakaan.Kalau Yanti tidak menghentikan Daniel untuk mendekati Odelina, mengancam Daniel dengan nyawanya, lalu memakai mobil untuk mengejar Daniel, ingin menghentikan Daniel pergi mencari Odelina, Daniel tidak akan mengebut. Daniel juga tidak akan tidak sempat mengerem, lalu tabrakan, sampai kedua kakinya menjadi cacat. Yanti merasa itu semua salahnya.Saat Daniel menyerah pada diri sendiri, Yanti menangis. Saat melihat betapa sulitnya Daniel menjalani rehabilitasi, dia juga menangis. Oleh karena itu, Daniel tidak membiarkan anggota keluarganya berada di dekatnya ketika melakukan rehabilitasi. Supaya tidak melihat ibunya menangis. Daniel saja sudah menerima kenyataan. Dia akan merasa kesal kalau ibunya menangis terus.“Hmm, aku duduk sebentar lagi, lalu aku bisa berdiri. Odelina, ada air, nggak?
Odelina keluar dari rumah sambil membawa air untuk Daniel. Dari jauh, dia bisa melihat Daniel yang jatuh dan bangkit lagi, lalu terus berlatih berjalan. Odelina menghentikan langkah kakinya, melihat kegigihan pria itu dari kejauhan. Dia tidak mendekat, karena takut Daniel akan merasa tertekan.Odelina telah melihat Daniel saat kondisi pria itu paling menyedihkan. Tidak ada orang yang suka menunjukkan dirinya yang memalukan kepada orang lain sepanjang waktu. Daniel juga ingin melindungi harga dirinya.Setelah cukup lama, Daniel merasa lelah. Dia ingin duduk kembali di kursi roda. Namun, dia sudah terlalu lelah untuk berdiri, ditambah lagi tidak ada orang di sekitarnya. Daniel pun merangkak kembali ke kursi rodanya. Kemudian, dia memegang kursi roda untuk berdiri dan duduk kembali di kursi roda dengan napas terengah-engah.Begitu Odelina melihat ke sekeliling, dia cepat-cepat bersembunyi di balik pohon, agar Daniel tidak menyadari kalau dia sudah ada di sini sedari tadi. Setelah melihat
Sekarang Daniel tidak memiliki hubungan asmara dengan Odelina, Odelina juga tidak memiliki hubungan dengan pria lain. Tentunya itu hal yang baik.Ralat, ada pria mabuk yang ingin mendekati Odelina. Daniel tidak siap, sehingga pria mabuk itu berhasil pergi ke Resto Makan Sepuasnya dan bertemu dengan Odelina. Namun, setelah Daniel mengetahui keberadaan saingan cinta tersebut, dia diam-diam mencegatnya dan tidak membiarkan pria itu mendapatkan kesempatan lagi untuk mendekati Odelina.Bagaimana mungkin Daniel akan membiarkan orang lain mengambil perempuan yang telah dia jaga selama setahun lebih?“Hari ini mendung, kenapa muka Pak Daniel jadi begitu merah?” tanya Odelina tiba-tiba.Daniel terdiam sejenak, “Merah? Mungkin karena aku latihan terlalu lama, capek, sampai terengah-engah. Makanya mukaku jadi sedikit merah.”Daniel tidak akan mengakui kalau dia tersipu malu karena Odelina membantunya menyeka keringat. Bagaimanapun juga, usia Daniel sudah hampir 40 tahun. Meskipun tidak pernah mem
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu
Risa sedikit banyak juga sudah mendengar tentang asal-usul keluarga Brata. Dia pun berkata, “Keluarga konglomerat kebanyakan cuma kelihatan damai di luar saja, padahal di dalamnya banyak ribut dan saling bermusuhan. Paling cuma sebagian kecil saja keluarga konglomerat yang nggak punya konflik internal. Bahkan keluarga dekat saja bisa jadi musuh cuma demi mendapat keuntungan pribadi.” “Waktu aku pergi untuk perjalanan bisnis, aku dengar keluarga Gatara yang ada di Cianter juga akhir-akhir ini lagi ribut parah. Ada perebutan kekuasaan antara keturunan kepala keluarga yang sebelumnya dengan kepala keluarga yang lagi menjabat sekarang. Bahkan ada rumor yang bilang kalau kepala keluarga yang sekarang itu membunuh pendahulunya. Nggak ada yang tahu kebenarannya, tapi yang jelas konfliknya dalam banget dan terjadi banyak pertikaian,” Yohanna menambahi. “Nggak usahlah urusin keluarga orang lani. Yang penting keluarga kita sendiri aman sentosa, nggak perlu ribut sampai berselisih kayak keluarg
“Aku sudah kenyang makan. Sekarang aku mau tidur sebentar, nanti sebelum jam tiga sore aku harus balik ke kantor. Jam setengah empat sore ada rapat, minta Dira untuk cepat pulang malam ini, biar Tante Afika nggak marah-marah lagi.” “Tante kamu itu dari dulu memang suka mengomel, kayak hidupku sendiri sudah sempurna saja. Sebagai yang tertua, aku juga punya banyak tanggung jawab,” ujar Risa cemberut. “Kita yang tinggal di satu atap rumah saja juga jarang ketemu. Kalau begitu, aku harus ngomel ke siapa?” Pagi-pagi saat Risa baru bangun tidur, Yohanna sudah berangkat ke kantor. Ketika Yohanna baru pulang ke rumah larut malam, Risa sudah tertidur lelap. Makanya Yohanna dan Risa juga sebenarnya jarang bertemu meski tinggal di satu rumah yang sama. Dengan kondisi seperti itu, Risa mau mengadu ke siapa? Risa menikah ke keluarga Pangestu, tetapi suaminya tidak begitu bisa diandalkan. Untung saja putri sulungnya memiliki masa depan yang cukup cerah, jadi sebagai ibu, dia harus lebih banyak b
“Nggak gemuk, kok. Tapi cuma agak berisi sedikit saja, nggak kayak dulu yang kurus banget. Justru sekarang kamu lebih berisi jadi kelihatan lebih menarik. Terlalu kurus malah jelek,” ucap Risa tersenyum. “... aku nggak makan sembarangan. Sehari-hari juga rutin latihan dan sibuk sama kerjaan, tapi masih saja gemukan.” “Itu artinya masakannya Ronny enak. Asal sehari makan tiga kali seperti biasa dan nutrisinya seimbang, badan kamu pasti bisa menyerap dengan baik dan bikin warna muka kamu kelihatan lebih segar.” Ronny adalah sosok koki pribadi idaman yang terbaik di antara semua koki pribadi yang pernah bekerja untuk keluarga Pangestu. Tidak hanya masakannya yang enak untuk disantap, tetapi penampilan luarnya juga sangat enak untuk dilihat, dan sifatnya juga sangat baik. Ronny sama sekali tidak terlihat seperti koki, dia lebih terlihat seperti seorang tuan muda dari keluarga kaya raya yang terampil dalam segala hal. Tutur katanya sopan dan hangat, dan ketika dia menanggalkan seragam ke
“Iya, Ma,” jawab Tommy. Dua anak nakal itu memang tidak bisa diam. Baru sebentar saja, mereka langsung berdiri dan berkata kepada Yohanna, “Kak Yohanna, aku dan Christian tadi habis bikin boneka salju berbentuk kura-kura. Christian bisa bikin bentuknya mirip banget. Aku mau bisa bikin yang lebih bagus dari dia punya.” “Ya sudah, main saja sana. Tapi kalau kamu merasa kedinginan, langsung pulang, ya,” kata Yohanna dengan lembut. Tommy dan Christian mendengar itu pun langsung berlarian ke luar sambil tertawa riang. Begitu sudah asyik bermain, mereka tidak akan merasa kedinginan. Sesaat Tommy baru saja menginjakkan kakinya di luar, dia kembali sebentar ke dapur untuk menyampaikan apa yang dia inginkan untuk makan siang nanti kepada Ronny. Setelah mendapatkan balasan yang memuaskan dari Ronny, barulah dia keluar lagi dengan gembira. Christian tidak seperti Tommy yang menyampaikan apa yang mereka inginkan untuk makan siang. Dia sadar sepenuhnya bahwa Ronny adalah koki pribadinya Yohanna
Andaikan bisnis keluarga Pangestu selalu dipegang oleh generasi sebelumnya dan tidak terbantu oleh kehebatan Yohanna, mungkin perusahaan itu sudah gulung tidak sejak lama. Kakeknya Yohanna sudah menyadari bahwa anak-anaknya tidak bisa diandalkan, maka dari itu dia sudah dari awal mendidik cucu-cucunya agar kelak bisa mengambil alih bisnis keluarga sedini mungkin, dan anak-anaknya bisa segera pensiun. Meski ini adalah tanggung jawab yang sangat berat, dia percaya cucu-cucunya pasti bisa berdiri dengan kedua kaki mereka sendiri. Apa boleh buat, keluarga Pangestu memang didominasi oleh perempuan, bukan laki-laki. Risa merasa beban berat yang dia tanggung langsung terangkat ketika akhirnya dia melahirkan Tommy. “Mama bukannya suka melukis, coba melukis saja. Kalau tahun baru sudah lewat dan udara mulai makin hangat, nanti aku bantu Mama buka pameran seni,” kata Yohanna. Sorot mata Risa langsung bercahaya mendengar saran dari anaknya. Dia hobi melukis dan memiliki prestasi yang cukup gemi
“Kamu juga sering bantu kakak iparmu jagain keponakannya?” tanya Yohanna terkejut. Meski Ronny saat ini bekerja sebagai koki pribadinya Yohanna, dia juga memiliki usahanya sendiri di Mambera. Yohanna kira setiap hari Ronny sibuk dengan usahanya, tetapi siapa sangka di tengah kesibukannya itu, dia masih meluangkan waktu untuk mengajak anak-anak bermain. Kalau keponakan yang dimaksud itu adalah keponakannya sendiri, wajah. Tetapi yang Ronny bicarakan ini adalah keponakan kakak iparnya. “Nggak sering juga. Di keluargaku kan banyak orang. Kalau Russel lagi datang main, pasti yang lebih tua pada berebut mau main sama dia. Aku cuma kadang-kadang saja ngajak dia main. Seperti yang pernah aku ceritakan. Aku punya banyak saudara kandung. Saudaranya papaku juga tinggalnya pisah-pisah, tapi rumah mereka nggak jauh, jadi mereka sering kumpul bareng untuk makan-makan atau cuma sekadar meramaikan suasana. Kurang lebih sama seperti keluarga kamu.” Suasana di keluarga Pangestu juga cukup meriah. Ke