Odelina menggigit bibirnya dengan kuat dan berusaha keras untuk tidak menangis. Dia sudah cukup membuang air matanya demi Roni dan tidak akan ada yang kedua kalinya. Air matanya juga tidak akan mendapatkan rasa iba dari lelaki itu, lalu untuk apa Odelina membuat matanya sembab?“Kakak nggak apa-apa.”Odelina memasukkan semua dokumen dan foto ke dalam amplop dan berusaha bersikap kuat dan tegar sambil berkata, “Sekarang Kakak sudah jauh lebih tenang. Dia bukan baru sekarang mengkhianati Kakak.”“Olivia,” panggil Odelina sambil memberikan amplop itu pada adiknya.“Kamu bantu Kakak jaga semua bukti ini. Kalau Kakak bawa pulang dan ketahuan sama dia, dia pasti akan langsung membuat perpindahan harta yang akan membuat Kakak dirugikan.”“Baik,” jawab Olivia sambil menerima amplop tersebut.“Aku akan bersikap pura-pura nggak terjadi sesuatu seperti saran kamu. Setelah pekerjaan Kakak stabil, baru akan mengajukan cerai. Apa yang harus jadi milik Kakak, akan Kakak perjuangkan sampai dapat!” kat
“Adik aku nggak ada hutang kamu. Mama dan kakak kamu yang mau makan, kenapa adik aku yang bayar? Roni, selama tiga tahun ini kita menikah, aku nggak ada kerja dan dapat penghasilan, tapi aku sudah berkorban banyak sekali! Tanpa ada aku di belakangmu, memangnya karir kamu bisa seperti hari ini?!”“Kalau kamu nggak kirim uang, aku nggak akan beli. Selain itu harus ada uang jasa! Kamu sendiri yang bilang kalau kita bagi rata, berarti aku nggak ada kewajiban untuk masak buat keluargamu. Kalau kamu mau aku masak, bayar aku jasa masak!”“Karena aku memikirkan hubungan pernikahan kita selama tiga tahun ini, aku hanya kasih kamu harga 400 ribu.”Roni mengumpat di telepon, “Kamu hanya bisa hamburkan uang dan makan saja! Lihat saja tubuhmu sampai begitu gemuk! Apa yang sudah kamu korbankan? Aku nggak ada lihat sama sekali! Semua kesuksesan di karirku itu adalah hasil kerja kerasku! Nggak perlu terlalu percaya diri.”“Uang jasa? Memangnya mamaku bukan mama kamu? Menantu mana yang meminta uang bay
Setelah meminta Odelina untuk pulang sebanyak dua kali, akhirnya Shella marah dan memutuskan sambungan telepon. Dia berkata pada ibunya, “Ma, Odelina ada di toko adiknya. Katanya Russel tidur dan mau pulang setelah Russel bangun nanti. Dia minta kita yang ambil kuncinya di sana.”Kening ibunya berkerut, dengan nada tidak senang dia berkata, “Kalau Russel tidur, dia bisa gendong Russel pulang. Olivia ada mobil dan harusnya nggak menghabiskan banyak waktu untuk antar mereka berdua pulang.”Ibunya Roni merasa menantunya itu memang sengaja membuat mereka menunggu di luar rumah.“Dia pasti sengaja buat kita tunggu di luar sini,” ujar Shella sependapat.“Dulu Mama pernah coba lupa bawa kunci, tinggal telepon ke Odelina saja maka dia akan langsung pulang buat bukain pintu. Nggak seperti kali ini yang membiarkan kita tunggu di luar. Ma, aku merasa sikap Odelina berubah setelah dia ribut besar dengan Roni.”“Bisa jadi,” ujar ibunya.“Waktu Odelina pukul Roni sampai luka, dia nggak mau jemput Ro
Shella ada kedua orang tuanya yang membantu dia menjaga anak dan antar jemput sekolah. Sedangkan Odelina tidak ada yang membantu, dia harus berada di rumah dan jadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Oleh karena itu dia tidak ada pemasukan dan berakhir direndahkan dan dipandang sebelah mata oleh keluarga Roni.Kedua ibu dan anak itu menunggu beberapa saat lagi dan akhirnya Odelina kembali dengan Olivia yang ada di belakangnya. Olivia tampak membawa kantong belanja yang dia beli dari supermarket. Awalnya mereka hendak menyemburkan amarah pada Odelina, tetapi terhenti di ujung lidah karena melihat sosok Olivia.Setelah pertengkaran Roni dan istrinya, mereka sempat mencari Olivia. Alhasil Olivia membuat mereka kabur ketakutan dan sekarang menjadi trauma dengan perempuan itu.“Russel,” panggil ibunya Roni mendekat. Dia menggendong Russel sambil tersenyum lebar.“Russel, Nenek kangen sekali dengan kamu,” ujarnya sambil mengecup kedua sisi pipi bocah itu.“Nenek,” panggil Russel sambil mengusap be
Mendengar ucapan tersebut membuat Shella bersiap-siap menyemburkan amarahnya. Akan tetapi ibunya menarik baju perempuan itu agar dia bisa menahan amarahnya. Olivia langsung membantu kakaknya dengan mendorong kereta bayi masuk ke rumah.Mendengar Shella yang mengatakan Odelina juga harus mengeluarkan uang membeli udang dan kepiting membuat Olivia nyaris menyemburkan tawanya. Dia belum pernah bertemu dengan orang yang seperti Shella.“Ma,” panggil Shella dengan suara kecil ketika kedua kakak adik itu sudah masuk ke rumah.“Kenapa nggak biarkan aku semprot dia! Dia makan dari adik aku, tinggal juga dari adikku, tentu saja uangnya juga uang adikku. Kita datang ke sini makan saja masih harus bagi rata dengan Roni?”“Sekarang adikmu dan Odelina itu bagi rata semuanya. Kita itu keluarganya Roni, wajar kalau dia beranggapan dirinya nggak perlu keluarkan uang. Kalau kamu semprot dia dan buat dia marah, kamu nggak perlu dia bantu kamu antar jemput anak dan buatkan makan?”Mengingat tujuan mereka
Tidak hanya satu kardus mainan. Sesaat kemudian lantai di ruang tamu sudah dipenuhi mainan Russel. Melihat itu Shella merasa sangat berantakan dan berseru, “Odelina, kamu bereskan ruang tamu dulu. Russel buang semua mainannya kemana-mana.”Odelina berjalan ke pintu dapur dan melihat keadaan di ruang tamu kemudian berkata, “Biarkan Russel main dulu, nanti baru dirapikan lagi.”Setelah itu dia kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan kegiatannya. Russel menginjak usia yang sedang sangat aktif, setelah main sesaat maka dia akan memainkan mainan yang lainnya lagi. Sehingga ruang tamu terlihat menjadi sangat berantakan sekali.Shella mengerutkan keningnya sambil berjalan ke arah dapur dan bersandar di pintu dapur sambil bertanya, “Odelina, kamu kasih barang apa ke adik kamu? Plastiknya besar sekali. Jangan kasih barang yang dibeli Roni ke adik kamu ya!”“Roni kerja di luar sana dengan begitu lelah demi rumah ini. Adikmu juga sudah menikah dan ada keluarga sendiri. Kamu harus bisa bedakan dan
Roni mendelik dan bertanya, “Bukannya aku kasih kamu satu juta?”Mendengar kalimat tersebut Shella langsung bangkit dan melanjutkan ucapan adiknya, “Odelina, maksudnya kamu menelan uang Roni?! Kamu bilang Roni kasih kamu 600 ribu saja dan nggak bisa beli udang dan kepiting besar.”Tanpa mendongakkan kepalanya dan tetap menyuapkan makanan pada Russel, Odelina berkata, “Aku sudah bilang kalau yang datang itu mama kamu dan kakak kamu. Memang sudah seharusnya kamu mengeluarkan uang untuk beli makanan dan masak buat mereka.”“Kamu minta aku yang masak, maka harus kasih uang jasa masak! Aku nggak ada hutang sama kalian dan nggak mau masak buat kalian Cuma-Cuma. Nggak ada untungnya dan harus dapat omelan dari kalian.”Roni dibuat tercenung lagi. Melihat ekspresi adiknya membuat Shella tahu kalau apa yang dikatakan Odelina memang benar. Dia berjalan kembali dan duduk di sofa. Akan tetapi dengan tidak tahu malunya dia berkata,“Odelina, kalian itu suami istri. Kenapa harus hitung-hitungan? Lagi
Olivia makan dengan cepat dan pasti akan selesai lebih dulu dan menggantikannya agar dia bisa makan. Sedangkan keluarga mertuanya hanya peduli dengan perut mereka sendiri tanpa peduli dengan dirinya. Seakan dirinya tidak akan pernah bisa merasa lapar.“Ma, makan udang.”Roni mengambil beberapa ekor udang untuk ibunya, kemudian bilang pada kakaknya, “Kak, makan yang banyak. Semuanya kesukaan Kakak.”Shella makan kepitingnya sambil berkata, “Kepiting yang kali ini terlalu kecil dan nggak ada daging. Hanya dapat sedikit saja aromanya.”Setelah Roni hening sesaat, dia kembali berkata, “Lain kali aku ajak makan di hotel saja.”“Hotel terlalu mahal, kamu juga nggak mudah cari uang. Lain kali uangnya kirim ke Kakak saja, biar Kakak yang beli dan minta Odelina masakin buat kamu,” kata Shella.“Boleh juga.”Roni pikir hanya membayar sedikit uang jasa masak saja bukan masalah. Lain kali biar kakaknya saja yang beli bahan makanan. Tentu saja dengan membiarkan kakaknya yang beli, maka Roni harus m
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu