Olivia menyipitkan mata dan tersenyum sambil berkata, "Kalau begitu baguslah. Karena kamu merasa kita seperti teman lama sejak pertama bertemu, kalau seorang teman lama meminta bantuan, kamu nggak akan menolak, 'kan?" "Aku, aku akan bicara dengan kakak seniorku dan yang lainnya, biar mereka membantumu menyelidikinya," jawab Nana dengan pasrah. Siapa suruh dia terlalu banyak bicara dan mengatakannya begitu saja. Olivia sama sekali tidak merasa sungkan. Dia mengambil kembali piring kecil berisi kue yang tadi diletakkan, lalu menyerahkannya kepada Nana sambil tersenyum, "Kamu bisa makan satu lagi. Makan sedikit nggak akan memengaruhi makan siangmu."Nana mengambil sepotong kecil kue dan memakannya sambil berkata, "Kue Kak Olivia terlalu mahal. Aku hampir nggak sanggup membelinya." "Nggak mahal, makan saja, ini gratis," Olivia tertawa. "Beri tahu kakak seniormu, berapa pun biayanya, aku akan menanggung semuanya. Aku nggak akan membiarkan kakak seniormu bekerja tanpa bayaran."Nana buru
"Saya nggak punya nafsu makan, nggak mau makan. Kalian nggak perlu mengurus saya. Saya nggak memanggil kalian, jadi jangan masuk! Saya sedang sangat kesal." Patricia berbicara dengan suara dingin, berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil terus merokok. Kepala pelayan dengan suara pelan mencoba membujuk, "Dari Ibu kembali, Ibu belum makan sama sekali. Kalau terus seperti ini dan nggak makan siang, bagaimana bisa?" "Saya bilang saya nggak lapar! Kalau saya mau makan, saya sendiri yang akan makan, tidak perlu kalian paksa. Pergilah! Jangan menunggu di sini!" Kepala Pelayan yang tidak berdaya hanya bisa berbalik dan pergi. Dia tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi Patricia, hingga suasana hatinya begitu buruk. Dulu, Patricia juga pernah mengalami masa-masa muram, tetapi saat itu selalu ada Cakra yang menemaninya, menghiburnya. Patricia bisa melampiaskan amarahnya kepada suaminya, dan setelah itu suasana hatinya pun membaik. Sekarang, tidak ada lagi Cakra yang menjadi tempatn
"Kalau dia nggak memanggilku pulang, aku juga nggak berani kembali. Kalau aku pulang, itu hanya akan membuatnya makin marah. Telepon saja Felicia, suruh dia pulang dan melihat keadaan." Kepala Pelayan hanya menjawab dengan tidak berdaya, "Baiklah, saya akan menelepon Bu Patricia sekarang dan memintanya pulang." Setelah menutup telepon, Cakra mulai berpikir dalam-dalam. Kenapa Patricia begitu gelisah dan marah? Masalah apa yang bahkan Dikta pun tidak bisa selesaikan? Jangan-jangan... lelaki yang sebenarnya dicintai perempuan itu sudah ditemukan? Dan yang menemukannya bukan Patricia sendiri, melainkan seseorang dari Mambera?Kedua keponakan Patricia ada di Mambera. Keponakan yang lebih muda memang sudah meninggal lebih dari sepuluh tahun yang lalu, tetapi dia meninggalkan dua anak. Salah satunya adalah Odelina, yang kini berada di Cianter. Keponakan yang lebih tua adalah istri seorang pebisnis di Mambera. Sebagai istri pebisnis besar, dia juga seorang legenda di dunia bisnis Mambera.
Namun, sepertinya tidak bisa lagi menghindar. "Ada apa?" tanya Felicia dengan nada dingin. Rika membawa secangkir kopi panas dan meletakkannya di hadapannya. Felicia mengangguk sebagai tanda terima kasih. Rika duduk di seberangnya, tetapi tidak memperhatikan isi teleponnya. Dia sibuk bekerja, fokus membaca dokumen-dokumen di tangannya. Tidak bisa dipungkiri, Rika memang sangat tenang dan berwibawa, benar-benar pantas menjadi CEO Aurora Group. "Bu, sebaiknya Anda segera pulang. Bu Patricia nggak mau makan sejak tadi malam hingga sekarang, dan suasana hatinya sangat buruk." Felicia terdiam sesaat sebelum berkata, "Kalau mamaku nggak mau makan, itu berarti dia belum merasa lapar. Jangan ganggu dia. Aku ada janji makan dengan klien. Kalau aku membatalkan, itu sama saja dengan memberikan klien itu ke Odelina." Felicia juga tidak berbohong. Setelah ini, dia memang akan makan bersama Rika, dan dia yang mentraktir. "Bukan karena nggak lapar, tapi karena suasana hatinya yang buruk, Bu. A
"Memang benar kamu adalah perempuan, tapi kamu sama sekali nggak terlihat seperti perempuan. Ada begitu banyak gadis yang mengagumimu. Setelah mereka tahu kamu seorang perempuan, hati mereka hancur. Beberapa bahkan masih belum bisa lupa dan tetap menyimpan perasaan untukmu." Rika terdiam sejenak sebelum berkata, "Aku nggak pernah memberi mereka kesempatan, juga nggak pernah mendekati mereka. Kalau mereka suka aku, itu bukan sesuatu yang bisa aku kendalikan." Dulu, Rika yang dikenal sebagai Riko memang terkenal dingin dan tidak pernah tertarik pada wanita. Di Cianter, reputasinya sudah menyebar luas. Banyak yang menduga dia adalah seorang homoseksual atau mungkin impoten, sehingga tidak pernah tertarik pada wanita. Sekarang, orang-orang akhirnya tahu bahwa dia memang seorang perempuan. Tentu saja dia tidak tertarik pada perempuan. "Itu benar, ini bukan salahmu. Kami hanya nggak bisa mengendalikan hati kami sendiri yang selalu berdebar saat melihatmu. Sejujurnya, saat pertama kali be
Rika tersenyum dan berkata, “Masih banyak waktu di lain hari, akan ada banyak kesempatan.” Setelah terdiam sejenak, dia melanjutkan, “Kalau kamu nggak ada status sebagai pewaris keluarga Gatara, sebenarnya itu akan jauh lebih baik.” Status sebagai pewaris keluarga Gatara bagi Felicia bagaikan gunung yang berat di pundaknya, menekannya hingga sulit bernapas. Felicia juga tersenyum, tetapi tidak menanggapi. Dia lalu menjawab panggilan dari ibunya. “Felicia, pulanglah sebentar. Mama ada sesuatu yang ingin dibicarakan denganmu.” “Baik.” Setelah Felicia menyetujui, ibunya langsung menutup telepon. Dia memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana, lalu menyesap habis kopinya. Setelah meletakkan cangkirnya, dia berdiri dan meminta maaf kepada Rika. “Lain kali, aku akan mentraktirmu makan.” Rika mengantarnya keluar. Dia bahkan ikut turun hingga ke lantai satu dan memperhatikan Felicia masuk ke dalam mobil. Setelah itu, barulah Rika berjalan menuju mobilnya sendiri. Orang tuanya su
"Kamu memang nggak minum banyak, tapi tetap saja minum alkohol. Lagi pula, itu minuman keras. Itu sudah termasuk mengemudi dalam keadaan mabuk. Demi keamanan, lebih baik kamu pesan sopir pengganti saja. Kalau kamu nggak mau aku yang mengantarmu pulang, kamu bisa minta tolong siapa pun di hotel ini untuk mengantarkanmu," kata Lea. Di hotel ini, banyak staf yang bisa mengemudi. Ronald berpikir sejenak, lalu berkata, "Baiklah, aku akan minta seseorang mengantarku pulang. Aku nggak akan menyetir sendiri. Kamu juga belum makan banyak, pasti belum kenyang. Kembalilah dan lanjutkan makan." Lea tersenyum. "Aku nggak rakus. Aku sudah cukup kenyang. Aku ke sini lebih karena ingin berkumpul dengan teman-teman saja." "Kamu hanya libur hari ini?" Ronald mengangguk. "Kakakku baru saja pulang, jadi aku bisa beristirahat sebentar. Setelah ini, aku akan sibuk sampai kelelahan." Dulu, sebelum Rika dan Ricky menjalin hubungan, Ronald masih bisa bersantai. Semua tanggung jawab ditanggung oleh kakakny
Ronald tidak merasa kalau dia telah memperlakukan Lea secara berbeda. Dia tahu kalau Lea tidak makan banyak karena Lea duduk tepat di depannya. Dia bisa melihat setiap gerak-gerik Lea. Lea pun bisa melihat semua gerak-gerik Ronald. Jadi wajar saja jika Lea perhatian padanya. Bagaimanapun juga, mereka sudah berteman lama.Ronald telah melihat Lea gonta-ganti pacar dua atau tiga kali. Setiap kali Lea putus dengan pacarnya, sepertinya disebabkan oleh masalah kecil yang akhirnya memicu pertengkaran dan berakhir dengan putus.Saat Lea sudah punya pacar, Ronald tidak akan mengajak Lea keluar agar pacar Lea tidak salah paham. Ronald sangat tahu posisinya, bisa menjaga batasan. Namun, mantan-mantan pacar Lea selalu memasang wajah cemberut dan bersikap cuek ketika bertemu dengan Ronald. Seolah-olah, mereka putus dengan Lea karena Ronald.“Pak Ronald juga sudah di usia menikah. Kalau bertemu gadis baik, lebih baik cepat menikah. Jangan main-main terus dan buat Pak Riko khawatir.”Ahmad adalah se
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu
Yohanna tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung keluar dari dapur dan duduk kembali ke sofanya semula. Risa tetap memberikan beberapa camilan yang ada dan berkata, “Yohanna, kalau sudah lapar banget, makan saja sedikit. Yang ini nggak terlalu manis. Koki yang biasa tahu kamu nggak suka manis, jadi gulanya dikurangi.” “Selama aku nggak di rumah, dia pasti bikin sesuai sama selera kalian. Aku nggak bisa makan,” balas yohanna. “Nggak terlalu manis pun aku tetap nggak suka.” Bukan hanya perkara tingkat kemanisan saja, tetapi Yohanna memang tidak suka segala jenis dessert yang dibuat oleh kokinya. “Gimana kalau makan biskuit saja?” tanya Risa khawatir seraya menyodorkan bungkusan biskuit kepadanya. “Atau makan buah juga boleh. Di rumah ada buah yang kamu bisa makan. Dijamin masih segar.” “Nggak usah, Ma. Mama duduk saja, nggak perlu kasih aku ini itu. Setengah jam lagi sup yang Ronny buat sudah jadi. Aku tunggu saja.” Yohanna tidak suka makan buah di saat perut kosong. Biasanya di
Ada sih ada saja, tetapi Yohanna tidak tertarik kepada mereka. Yohanna merasa dia punya selera yang cukup tinggi. “Ma, sudahlah, nggak usah bahas beginian lagi. Aku lapar, aku mau lihat apa ada camilan untuk ganjal perut.” Yohanna pun beranjak dari tempat duduknya karena sudah tidak ingin lagi membicarakan topik tentang pernikahan dengan ibunya. “Selama kamu dan Ronny pergi, dessert yang ada di rumah dibuat sama koki yang satu lagi. Dessert buatan dia terlalu manis buat kamu. Kamu pasti nggak bakal suka,” kata Risa. Walau begitu, anggota keluarga lainnya semua pada suka. Hanya Yohanna saja yang tidak suka. Yohanna masih bisa makan dessert buatan Ronny walaupun tidak terlalu banyak. Ronny mengaku dia tidak begitu pandai dalam membuat makanan manis. Risa pernah mencoba dessert buatan Ronny,dan memang tingkat kemanisannya tidak setinggi koki yang biasa, dan tingkat kelembutannya juga sedikit lebih baik. Mungkin karena itu, Yohanna masih bisa menikmati dessert buatan Ronny. Yohanna pu