“Apa yang mereka punya sekarang sudah lebih dari cukup kalau dibandingkan sama orang kebanyakan. Semiskin-miskinnya mereka, sisa uang yang mereka punya nggak mungkin bisa didapatkan sama orang lain yang hidupnya biasa-biasa saja.” Felicia tidak begitu mengetahui kondisi ekonomi ketiga kakaknya. Saat Patricia masih hidup, tak peduli sebenci apa dia kepada tiga anak laki-lakinya, dia tetap membantu mereka mencari nafkah. Kalaupun harta mereka tidak sampai triliunan, setidaknya mereka masih punya miliaran untuk sisa hidup mereka. Itu saja sudah jauh lebih kaya daripada pendapatan masyarakat pada umumnya. Atas dasar apa lagi mereka masih meminta lebih? Apa lagi yang mereka takutkan? Namun yang jadi masalah, jika Felicia tidak menjadi penerus Gatara Group, ketiga kakaknya itu dikhawatirkan tidak akan bisa hidup berbaur dengan masyarakat. Mereka tidak punya kelebihan dan selalu bergantung kepada Gatara Group yang berada di bawah pimpinan Patricia. Begitu posisi kepala keluarga digantikan
“Selama ini mama kamu banting tulang bertahun-tahun demi perusahaan kita. Walaupun dia jadi kepala keluarga dengan cara kotor, dia tetap sudah berkorban banyak. Sudah sepantasnya dia mendapatkan aset itu sebagai aset pribadinya. Jangan kira dengan kematian mama kamu, kamu bisa berbuat sesuka hati dengan ngasih semua harta itu ke Yuna sebagai kompensasi. Aku mungkin nggak bisa melapor, tapi tiga kakakmu bisa menuntut kamu.” Felicia tidak marah dengan ucapan ayahnya. Sebaliknya, dia hanya membalas dengan nada yang datar, “Kalau saja nggak terjadi apa-apa selama ini, aku bakal tetap membagi aset pribadi Mama untuk semua secara merata sesuai surat wasiat yang waktu itu Mama tulis.” Seketika Cakra merasakan firasat yang buruk. Dia pun dengan hati-hati bertanya, “Felicia, apa maksudnya? Mama kamu … apa jangan-jangan dia kasih semuanya ke kamu? Isi suratnya sudah diganti?” Felicia tidak lagi menjawab pertanyaan dari ayahnya. Sejak awal Patricia bersikukuh mengirim Felicia pergi jauh dan se
Cakra ada di tempat sewaktu Patricia membuat surat wasiat tersebut, dan pada saat itu Cakra juga tidak berani mengutarakan pendapat apa-apa. Cakra hanya tahu di dalam surat wasiat itu tertulis dengan jelas, bahwa apabila Patricia meninggal terlebih dahulu, maka harta pribadinya akan dibagi separuh kepada Felicia karena dia adalah putri kandungnya, dan kelak Felicia pula yang akan memegang kendali aset-aset itu. Sisa separuhnya lagi akan dibagikan secara merata kepada Ivan dan dua adiknya. Fani tidak mendapatkan apa-apa dari aset tersebut. Di surat itu hanya tertulis dikarenakan sebelumnya mereka tidak tahu kalau faktanya Fani bukanlah anak kandung, maka apa pun yang Fani dapatkan sebelum surat itu dibuat, akan tetap menjadi miliknya tanpa perlu dikembalikan. Sementara untuk Cakra, dia tidak mendapatkan apa-apa. Namun di surat tertulis dengan jelas bahwa ketiga anak lelaki mereka yang akan merawat Cakra. Terkait apakah Ivan dan adik-adiknya mau memberikan Cakra uang atau tidak, itu te
Apabila masih ada sesuatu yang Odelina kurang paham dan butuh bantuan, Felicia bersedia membantu. Ketika Odelina sudah layak menjadi kepala keluarga barulah Felicia pergi meninggalkan Cianter. Satu hal yang pasti, Felicia tidak menginginkan apa pun yang keluarga Gatara miliki. Dengan meninggalkan keluarga Gatara, dia masih bisa hidup dengan usahanya sendiri. Mendengar itu, Cakra pun panik dan berkata, “Felicia, bisa-bisanya kamu melepaskan semua yang sudah mama kamu dapatkan dengan susah payah! Kalau begitu bukannya berarti kematian mama kamu jadi sia-sia? Masalah dia, ya masalahnya dia sendiri. Kamu nggak perlu merasa ikut merasa bersalah. Dengan kematian mama kamu, semuanya sudah berakhir. Tapi posisi sebagai kepala keluarga terakhir dipegang oleh mama kamu. Sebagai anaknya, kamu berhak jadi penerusnya. Jangan bodoh dengan membuang itu semua.” “Pa, itu bukan hak milikku, aku nggak mau. Justru kita yang berutang sama keluarganya Yuna.” “Kita kan nggak melakukan apa-apa. Yang membu
Dalam hati Felicia berpikir, lalu mengapa jika hubungan ibunya dan tantenya begitu dekat? Hal itu tetap tidak melunturkan kekejaman yang ada di hati Patricia. Pada akhirnya, Patricia tetap dengan tega membunuh kakaknya sendiri. Dan bagaimana dengan adiknya? Apa salah dia sampai harus dibunuh juga. Di saat dia baru saja kehilangan sosok kakak yang tertua, dia juga harus kehilangan nyawanya sendiri. Dia bahkan mungkin tidak tahu kalau dia dibunuh oleh kakak keduanya sendiri. Belum lagi masih ada orang-orang yang terlibat dalam kejadian saat itu dan mati untuk dibungkam. Setelah kejadian tragis yang terjadi puluhan tahun lalu itu, banyak orang yang tidak berdosa harus kehilangan nyawa mereka. Kematian Patricia jauh dari cukup untuk menebus dosa-dosa atas kematian begitu banyak orang yang tidak tahu apa-apa. Namun bagaimanapun situasinya, Patricia tetaplah ibu kandung Felicia. Felicia tidak bisa berkomentar apa-apa. “Mama kamu lebih mengutamakan cewek daripada cowok. Dulu dia nggak tahu
Cakra bertanya kepada Felicia, tetapi sebelum Felicia sempat menjawab, dia menertawakan dirinya sendiri. “Dia nggak pernah mencintaiku. Dari dulu sedikit pun nggak pernah. Cuma sedikit orang yang mau menikah sama dia, dan aku salah satunya. Tapi dia nggak pernah bisa melupakan Deddy. Dia mau tinggal bersamaku cuma karena dia butuh keturunan.” Felicia hanya bisa terdiam. Dia tidak tahu apakah ibunya pernah mencintai ayahnya atau tidak. Namun apa gunanya mencari tahu tentang hal itu. Sekarang ibunya sudah menjadi satu dengan tanah. “Sampai bertahun-tahun pun, aku nggak pernah berhasil membuka hati mama kamu. Felicia, aku merasa gagal sebagai cowok. Kalau saja dia mencintai aku meski cuma sedikit, aku nggak bakal selingkuh dan mencari kesenangan dari cewek lain. Alasanku selingkuh sebagian besar adalah untuk balas dendam.” Di situ Felicia berpikir sejenak, lalu berkata, “Aku rasa Mama pasti masih peduli sama Papa walau cuma sedikit. Kalau dia nggak peduli sama sekali, dia nggak bakal m