Share

Bab 12

Author: Elyssa
"Kamu naik taksi saja!"

Tatapan Kenward tertuju lurus pada mata Darlene. Tenang, bahkan dingin. Benar-benar berbeda dengan cara dia memandang Gianna tadi.

Meskipun Darlene sudah menduganya, hatinya tetap terasa nyeri, seperti ada sesuatu yang mencubit dari dalam.

Dia membalikkan badan hendak pergi, tetapi tiba-tiba lengannya ditarik dari belakang. Cengkeraman Kenward kuat, jauh lebih keras dari yang dia bayangkan, sampai membuat kulit lengannya sedikit sakit.

Mungkin Kenward sadar kalau Darlene berusaha menolak, karena genggamannya perlahan mengendur.

"Aku cuma mau mengingatkan. Jangan karena cemburu lalu bersikap kasar sama Gianna. Dia nggak akan bisa merebut posisimu sebagai Nyonya Bramantyo."

Setelah itu Kenward masuk ke mobil tanpa menoleh lagi. Darlene berdiri di tempat. Mulutnya terbuka, tetapi tidak ada lagi alasan untuk menjelaskan apa pun.

Sebelum mobil benar-benar melaju, jendela di sisi pengemudi turun sedikit. Kenward menjulurkan kepala ke luar.

"Oh ya, jangan balik ke Cloud Peak malam ini. Aku nggak akan pulang."

Ucapan yang disengaja itu membuat Darlene tertawa sinis. Cloud Peak adalah kompleks tempat tinggal mereka berdua, rumah pernikahan mereka.

"Aku memang nggak berniat balik ke sana." Sebenarnya Darlene ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk sekali lagi membicarakan soal perceraian. Sebelumnya dia menahan diri karena Gianna masih ada di dalam mobil. Dia tidak mau perempuan itu merasa puas.

Namun, sekarang sepertinya waktu yang tepat. Dia tidak ingin melewatkannya. Sayangnya, Kenward seperti bisa membaca pikirannya. Sebelum Darlene sempat berbicara, dia sudah lebih dulu menyela, "Aku nggak akan menceraikanmu. Jadi, lupakan saja."

Mobil mewah itu melaju cepat meninggalkan halaman, meninggalkan Darlene dalam kesunyian.

Dia berjalan di tepi jalan utama, mencoba memanggil taksi lewat aplikasi, tetapi tak ada satu pun sopir yang menerima pesanan.

Saat itu, sebuah mobil sedan hitam Passat berhenti di depannya. "Bu Darlene ...."

Pengemudinya ternyata Saka, asisten pribadi Kenward. Darlene cukup terkejut.

"Aku kebetulan ada urusan di sekitar sini. Nggak sengaja lihat Ibu. Mau ke mana? Biar aku antar."

Perkataannya membuat Darlene sedikit bingung. Di sekitar sini selain rumah Keluarga Bramantyo, memang tidak ada apa pun.

"Kalau begitu, aku numpang ya. Terima kasih." Darlene tidak banyak berbasa-basi. Bisa menumpang mobil orang jauh lebih baik daripada berjalan sendirian di jalan gelap.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua nyaris tidak berbicara. Saka menyetir sesuai petunjuk arah dari Darlene, lalu berhenti tepat di depan apartemennya.

"Terima kasih," ucap Darlene singkat sebelum turun.

Saka tidak langsung pergi. Dia menunggu sampai Darlene masuk ke gedung dan lampu di lantai dua menyala. Baru setelah itu, dia mengeluarkan ponselnya.

"Pak Kenward, Bu Darlene sudah sampai rumah dengan selamat."

Dari seberang, suara Kenward terdengar datar dan singkat. "Baik."

Keesokan paginya, Darlene bangun lebih awal. Dia menyiapkan semua dokumen dan berkas penting, lalu pergi ke pusat rehabilitasi sosial untuk mengurus pendaftaran kerja barunya.

Kali ini, tidak ada campur tangan Kenward yang tiba-tiba mengacaukan rencananya. Darlene pun bisa bernapas lega.

Posisinya adalah konselor relawan untuk remaja bermasalah. Pekerjaan sukarela, tanpa gaji. Namun, uang bukanlah sesuatu yang dia butuhkan saat ini.

Proses pendaftarannya berjalan lebih lancar dari yang dia bayangkan. Kepala bagian sendiri yang menemaninya berkeliling, memperkenalkan tempat, dan menjelaskan berbagai hal.

Darlene tidak memberi tahu siapa pun bahwa sebenarnya dia sudah sangat mengenal tempat ini. Karena dulu, waktu kecil, dia pernah tinggal di sini.

Dibanding sepuluh tahun lalu, tata ruangnya tidak banyak berubah, hanya renovasinya yang membuat tempat itu tampak lebih bersih dan cerah.

Darlene merasa begini cukup bagus. Kalau masih sama seperti dulu, mungkin rasa sesaknya akan kembali menghantam.

Karena dari tempat inilah, dulu perasaannya terhadap Kenward pertama kali tumbuh. Sayangnya, yang terjebak dalam kenangan masa remaja itu hanya dia seorang. Kenward sudah lama melupakannya.

"Kalau ada yang belum kamu pahami, kamu bisa langsung cari aku ya .... Bu Darlene?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 50

    Adelio awalnya ingin menyahut ketus, "Kamu siapa sih?" Namun, melihat pakaian wanita itu tampak berkelas, dia tidak berani sembarangan bicara.Vida memandangi wanita yang wajahnya tampak asing itu dan bertanya ramah, "Maaf, Anda siapa?""Aku pemilik Rumah Herba, Marina."Begitu mendengarnya, ekspresi Gianna langsung berubah. Namun karena banyak orang di sekitarnya, dia tetap berusaha menahan diri agar tidak terlihat panik."Semua tonik dan ramuan penenang di tokoku adalah resep rahasia buatanku sendiri," kata Marina santai. "Nggak dijual sembarangan dan dalam sebulan terakhir, aku hanya menjualnya kepada Darlene."Begitu nama Darlene disebut, Vida yang paling terkejut. Sementara ekspresi di wajah Kenward tetap tenang dan sulit terbaca."Waktu itu, Darlene bilang ada ibu temannya yang kaget hingga harus dirawat di rumah sakit, jadi dia butuh ramuan penenang dan penguat tubuh. Aku nggak menyangka yang dimaksud ternyata adalah Nyonya Bramantyo."Ucapan Marina tentang "ibu temannya" membua

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 49

    "Jangan pakai alasan orang lain. Kalau memang mau ketemu Kenward, bilang saja mau ketemu. Kalau nggak mampu beli gaun, bilang saja nggak mampu. Cara kamu begini cuma bikin Kenward makin muak sama kamu."Begitu Adelio selesai bicara, Kenward tersenyum. Senyumnya yang biasanya memesona, kali ini malah terasa menyakitkan.Darlene hanya terdiam, lalu berjalan melewati celah di antara Kenward dan Gianna, lalu melangkah cepat menuju rumah besar."Wanita itu benar-benar penuh perhitungan. Tempat seluas ini nggak dilalui, malah sengaja jalan di antara Kenward dan Kak Gianna," gerutu Adelio dengan kesal.Harold sama sekali tidak menyangka Darlene akan datang malam itu. Setelah mendengar penjelasan apa yang sebenarnya terjadi, dia pun sadar Darlene sudah dijebak oleh Vida."Darlene, kamu mau gaun dari merek apa? Biar Kakek belikan," ucap Harold sambil mengeluarkan ponselnya. "Menantu Keluarga Bramantyo bukan orang yang bisa dihina sembarangan oleh siapa pun."Darlene buru-buru menahan tangannya.

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 48

    Begitu Darlene berjalan mendekat, barulah dia melihat jelas bahwa semua pria berpakaian jas rapi dan para wanita mengenakan gaun mewah. Ternyata di sana sedang diadakan pesta koktail.Beberapa tamu segera memperhatikannya, karena hanya Darlene yang datang dengan kaus biasa dan celana jeans."Ya ampun, Darlene, kenapa kamu pakai baju seperti ini?" Gianna langsung berseru begitu melihatnya. Dia bergegas mendekat dengan langkah cepat di atas sepatu hak tinggi dan berdiri tepat di depan Darlene.Hari itu Gianna mengenakan gaun haute couture terbaru, terbuat dari sutra warna merah muda yang bertabur kristal Swarovski. Dibandingkan dengan Darlene yang hanya memakai jeans, perbedaan kelas terlihat mencolok."Kak, ngapain juga kamu ngomong sama dia?" Adelio menghampiri Gianna, lalu menatap Darlene dari atas ke bawah. "Acara sepenting ini kamu malah pakai begituan? Kamu sengaja mau bikin Kenward malu, ya?""Adelio, jangan begitu. Darlene bukan orang seperti itu," ucap Gianna lembut, seolah mene

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 47

    Sejak pertama kali Gianna menerima kiriman itu, setiap kali berikutnya dia selalu menyuruh kurir mengantarkan ke lantai satu gedung rawat, lalu turun sendiri untuk mengambilnya.Di kamar pasien, Gianna memotret Vida yang sedang minum sarang burung, lalu mengirim foto itu pada Kenward.Saat itu Kenward sedang berada di kantor. Setiap hari Gianna memang mengirim foto perkembangan ibunya dan kini sudah sepuluh hari Vida dirawat. Selama sepuluh hari itu, Darlene tidak datang menjenguk sekali pun.Di ruang kerja, Saka sedang merapikan dokumen. Dia tidak mengerti mengapa ekspresi Kenward malah tampak menyeramkan, padahal ibunya terlihat pulih dengan baik."Halo?" Kenward menekan nomor telepon dan menunggu.Di kantor pusat FY.Darlene sama sekali tidak menyangka Kenward akan meneleponnya duluan.Begitu tersambung, yang terdengar hanya keheningan. Akhirnya Darlene yang lebih dulu berbicara, "Kenward, kamu mau ngomong apa?"Masih tidak ada suara. Baru saat Darlene hendak menutup panggilan, suar

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 46

    Harold terus menasihati dengan nada lembut, tapi bagi Darlene, semua kata-katanya hanya sekadar lewat. Semua orang selalu memintanya untuk memahami Kenward. Dia memang sudah melakukannya. Selama tiga tahun penuh.Namun, hasil yang didapatkannya adalah Kenward malah membuat anak pertama mereka gugur demi wanita yang dia sebut cinta sejatinya.Wajah Darlene semakin pucat, hatinya pun semakin dingin. Harold memang orang yang paling baik padanya di Keluarga Bramantyo, tapi pada akhirnya dia tetap kakek kandung Kenward. Jadi, tentu saja dia tetap membela cucunya.Darlene merasa benar-benar sendirian.Harold terus berbicara panjang lebar tentang betapa sibuknya Kenward dan betapa berat tanggung jawabnya, sampai-sampai Darlene merasa telinganya hampir kapalan mendengarnya."Kamu pikirkan lagi baik-baik. Kasih Kenward satu kesempatan, sekaligus kasih kesempatan buat dirimu juga. Tapi ...." Harold berhenti sejenak, suaranya jadi lembut, "Kalau akhirnya kamu tetap mau bercerai, Kakek juga akan m

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 45

    "Tapi kamu masih harus kerja. Kalau malam ikut jaga, kamu pasti capek. Nanti nggak bisa istirahat, besok gimana mau masuk kantor?" Nada bicara Kenward tetap datar, tapi siapa pun bisa mendengar nada perhatiannya terhadap Gianna."Tuh, Gianna, meski kamu mau, Kenward saja nggak tega," sahut Whitney menggoda. Beberapa kerabat lain langsung ikut memuji Gianna, sampai pipinya memerah karena malu.Suasana di ruang rawat sempat terasa hangat dan akrab, sampai akhirnya Kenward melangkah ke arah Darlene.Semua orang otomatis diam. Pandangan mereka serentak beralih ke dua orang itu.Gianna yang sedang mengupas apel perlahan menggenggam pisau buah di tangannya. Dia tahu Kenward sedang melindunginya, tapi kesempatan ini jelas tak bisa dia sia-siakan.Darlene mendongak, menatap mata Kenward yang dingin."Kamu yang jaga malam ini." Nada itu bukan pertanyaan maupun permintaan, melainkan perintah.Darlene mengepalkan tangan. "Aku juga punya kerjaan. Besok aku harus masuk.""Kalau begitu, berhenti saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status