Share

Bab 4

Author: Elyssa
Kenward mengerutkan kening, meletakkan bunga segar dan obat tradisional yang dibawanya, lalu dengan tenang mengeluarkan ponselnya dan menelepon Darlene. Namun, panggilan itu tidak tersambung.

Dia tidak pernah membayangkan ada hari di mana Darlene tidak ada di rumah. Namun seperti biasa, Kenward tetap memutar sebuah piringan hitam, mendengarkan nocturne Chopin favoritnya.

Satu jam berlalu, tidak ada yang pulang. Dua jam berlalu, tetap tidak ada. Tiga jam berlalu, tetap sama.

Kenward berdiri dan memeriksa lemari pakaian. Sebagian besar baju Darlene masih ada di sana. Semuanya pemberiannya dan semuanya berwarna merah muda. Namun, dua setelan biru yang Darlene miliki sebelum menikah sudah tidak ada.

Saat ini, seseorang mengantarkan paket. Penerimanya adalah dirinya.

Kenward tidak ingat pernah membeli apa pun. Paket itu berupa sebuah kotak besar dari kardus tebal. Setelah dia membukanya, isinya membuat matanya sedikit menyipit.

Ada bunga mawar merah muda abadi, kalung berlian merah muda, tas Hermes merah muda, sepatu hak tinggi merah muda berkilau, gaun pesta merah muda muda, jam tangan berlian merah muda, ornamen emas, syal sutra merah muda, parfum mewah, bros berlian merah muda, kunci mobil, dan cincin berlian merah muda ....

Wajah Kenward semakin suram. Badai emosi mulai bergolak di matanya. Semua ini adalah hadiah-hadiah yang dulu dia berikan kepada Darlene saat mengejarnya. Cincin berlian merah muda itu adalah cincin lamarannya.

Kenward membolak-balikkan isi kotak, menemukan bahwa semua hadiah itu bahkan setelah sekian tahun, labelnya pun belum pernah digunting. Satu-satunya benda di dalam kotak yang bukan pemberiannya adalah sebuah map berisi dokumen. Kenward mengambilnya dengan tidak acuh.

Malam di Kota Avranos tampak indah, gemerlap, dan penuh pesona. Rumah tua di Jalan Tritura sudah bertahun-tahun tak menyalakan lampu, tetapi malam ini berbeda. Lampu-lampunya menyala sejak senja hingga larut malam.

Darlene menghabiskan setengah hari membersihkan ruangan sampai benar-benar bersih. Meskipun sederhana, tempat itu tampak rapi dan hangat.

Hanya saja, dulu masih ada ibunya yang menemaninya. Sekarang, hanya dirinya sendiri. Mengatakan bahwa dia tidak kesepian itu bohong.

Darlene menggenggam ponselnya, ragu apakah harus menelepon Ella atau tidak. Ella adalah sahabatnya, teman SMA-nya.

Namun, belum sempat menelepon, bel pintu tiba-tiba berbunyi. Darlene menutup panggilan dan berjalan membuka pintu.

Di depan pintu, sosok tinggi tegap Kenward berdiri di sana seperti gunung yang menjulang tinggi, membuat Darlene kaget.

"Apa maksudmu ini?" Suara keras terdengar. Surat perjanjian cerai di tangan Kenward menghantam wajah Darlene.

Pipi Darlene memerah karena benturan itu. Itu pertama kalinya dia melihat Kenward benar-benar marah besar, hingga membuatnya menunduk ketakutan.

"Kenapa diam? Ngambek apa? Main kabur dari rumah sekarang? Kamu pikir kamu anak kecil?" Kenward meraih tangan Darlene, tetapi Darlene mundur untuk menghindar.

"Kenward, aku ingin cerai denganmu ...."

"Kenapa?"

"Karena ...."

"Karena Gianna, 'kan?"

Mendengar itu, Darlene menatap Kenward. Pria itu bersedekap. Wajahnya tampan seperti lukisan, tetapi dihiasi senyuman sinis.

Senyuman itu menusuk hati Darlene. Melihat Darlene tidak menyangkal, Kenward malah tertawa pendek.

"Gianna memang sudah pulang dari luar negeri. Aku nggak berencana menutupi apa pun. Darlene, sekarang kamu juga belajar main tarik-ulur ya? Aku akui, Gianna adalah cinta pertamaku. Waktu aku melamarmu dulu memang untuk membuat dia marah. Tapi selama tiga tahun menikah denganmu, aku belum pernah berbuat hal yang mengkhianatimu ...."

Kalimat "belum pernah berbuat hal yang mengkhianati" membuat mata Darlene memerah. Dia ingin bertanya, bagaimana dengan anak itu? Bukankah dia yang membuatnya keguguran? Namun, pada akhirnya dia merasa tidak ada gunanya.

Dadanya terasa sesak, seperti ada batu besar menindihnya. Dia menarik napas dalam-dalam. Sampai di titik ini, perceraian adalah satu-satunya akhir terbaik bagi dirinya dan Kenward, sebuah akhir bagi cinta dan pernikahannya yang bodoh dan gagal.

Kenward menyalakan sebatang rokok. Dia duduk di sofa sempit ruang tamu, mengembuskan asap, lalu berbicara dengan lantang.

"Gianna itu teman SMA-ku. Setelah itu dia kuliah di luar negeri, sekarang sudah jadi perancang perhiasan terkenal, hampir jadi pianis internasional kalau saja tangannya nggak cedera. Wanita seperti itu terlalu hebat dan nggak akan tahan hidup di bawah kendali ibuku. Jadi, dia nggak cocok jadi menantu Keluarga Bramantyo ...."

Wajah Darlene semakin pucat.

"Tapi kamu beda. Kamu nggak punya bakat apa pun, nggak punya ambisi, kuliah nggak tamat, nggak punya ijazah, nggak punya kemampuan, keluarga juga pas-pasan. Jadi ibu rumah tangga bertahun-tahun, kamu sudah ketinggalan jauh dari dunia luar."

"Tanpa aku, kamu bukan siapa-siapa. Bahkan untuk makan pun kamu mungkin kesulitan. Dengan kondisi begitu, kamu pikir kamu punya hak minta cerai?"

Suasana rumah kecil itu hening. Darlene membuka mulut, tetapi yang masuk hanyalah asap rokok Kenward, membuatnya batuk keras.

"Kalau sudah berpikir matang, bereskan barangmu dan ikut aku pulang. Aku maafkan kamu kali ini saja."

Rokoknya habis. Kenward tidak menemukan asbak, tetapi juga tidak membuang puntungnya sembarangan. Saat dia mengangkat tangan, Darlene melangkah maju dan menerima puntung itu, membuangnya ke tong sampah.

Kenward tersenyum kecil. Itu adalah senyuman menawan yang dulu membuat Darlene jatuh hati. Mulut bilang ingin bercerai, tetapi tubuhnya masih tahu bagaimana harus bersikap.

Kenward menyilangkan kaki. Dalam pikirannya, Darlene hanyalah perempuan lemah yang bergantung penuh padanya. Dia yakin asalkan Darlene tidak bodoh, dia akan memilih yang menguntungkan.

Darlene pun pasti hanya memainkan drama tarik-ulur karena marah akan kehadiran Gianna.

"Sudah cukup dramanya. Aku nggak punya waktu untuk permainan ini. Asal kamu kembali mengurus rumah seperti dulu, aku akan tetap menanggung hidupmu."

Nada dingin itu membuat Darlene membungkuk, lalu perlahan memungut lembaran surat cerai yang berserakan di lantai.

"Kalau kamu nggak mau tanda tangan, besok akan aku kirim ke kantormu atau ke rumah ibumu."

Kenward sontak berdiri. "Darlene, jangan keterlaluan!"

Pria yang dulu dia cintai selama sepuluh tahun kini terasa asing dan menakutkan.

Darlene membuka pintu. "Kamu pulanglah. Mulai sekarang, jangan datang lagi."

Kenward tak menyangka dirinya yang menurunkan ego untuk datang malah ditolak mentah-mentah. Dia mendengus, lalu tersenyum sinis. "Darlene, kamu berani juga. Tapi kalau nanti menyesal, jangan datang menangis padaku."

Suara pintu dibanting keras. Kenward pergi dengan marah. Surat cerai itu tetap tertinggal di lantai.

Malam itu, Darlene akhirnya menemukan kembali kartu bank lamanya. Itu kartu miliknya sebelum menikah. Tak pernah disentuh selama ini dan tidak ada sepeser pun uang dari Kenward di dalamnya.

Apa yang dikatakan Kenward memang benar. Dia tidak punya ijazah, tidak punya pekerjaan, sudah lama meninggalkan dunia luar. Setelah bercerai, dia harus mencari cara untuk hidup sendiri.

Darlene masuk ke aplikasi mobile banking di ponselnya. Tak lama kemudian, saldo muncul di layar.

Totalnya 29,566 miliar. Lebih banyak dari yang dia bayangkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 50

    Adelio awalnya ingin menyahut ketus, "Kamu siapa sih?" Namun, melihat pakaian wanita itu tampak berkelas, dia tidak berani sembarangan bicara.Vida memandangi wanita yang wajahnya tampak asing itu dan bertanya ramah, "Maaf, Anda siapa?""Aku pemilik Rumah Herba, Marina."Begitu mendengarnya, ekspresi Gianna langsung berubah. Namun karena banyak orang di sekitarnya, dia tetap berusaha menahan diri agar tidak terlihat panik."Semua tonik dan ramuan penenang di tokoku adalah resep rahasia buatanku sendiri," kata Marina santai. "Nggak dijual sembarangan dan dalam sebulan terakhir, aku hanya menjualnya kepada Darlene."Begitu nama Darlene disebut, Vida yang paling terkejut. Sementara ekspresi di wajah Kenward tetap tenang dan sulit terbaca."Waktu itu, Darlene bilang ada ibu temannya yang kaget hingga harus dirawat di rumah sakit, jadi dia butuh ramuan penenang dan penguat tubuh. Aku nggak menyangka yang dimaksud ternyata adalah Nyonya Bramantyo."Ucapan Marina tentang "ibu temannya" membua

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 49

    "Jangan pakai alasan orang lain. Kalau memang mau ketemu Kenward, bilang saja mau ketemu. Kalau nggak mampu beli gaun, bilang saja nggak mampu. Cara kamu begini cuma bikin Kenward makin muak sama kamu."Begitu Adelio selesai bicara, Kenward tersenyum. Senyumnya yang biasanya memesona, kali ini malah terasa menyakitkan.Darlene hanya terdiam, lalu berjalan melewati celah di antara Kenward dan Gianna, lalu melangkah cepat menuju rumah besar."Wanita itu benar-benar penuh perhitungan. Tempat seluas ini nggak dilalui, malah sengaja jalan di antara Kenward dan Kak Gianna," gerutu Adelio dengan kesal.Harold sama sekali tidak menyangka Darlene akan datang malam itu. Setelah mendengar penjelasan apa yang sebenarnya terjadi, dia pun sadar Darlene sudah dijebak oleh Vida."Darlene, kamu mau gaun dari merek apa? Biar Kakek belikan," ucap Harold sambil mengeluarkan ponselnya. "Menantu Keluarga Bramantyo bukan orang yang bisa dihina sembarangan oleh siapa pun."Darlene buru-buru menahan tangannya.

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 48

    Begitu Darlene berjalan mendekat, barulah dia melihat jelas bahwa semua pria berpakaian jas rapi dan para wanita mengenakan gaun mewah. Ternyata di sana sedang diadakan pesta koktail.Beberapa tamu segera memperhatikannya, karena hanya Darlene yang datang dengan kaus biasa dan celana jeans."Ya ampun, Darlene, kenapa kamu pakai baju seperti ini?" Gianna langsung berseru begitu melihatnya. Dia bergegas mendekat dengan langkah cepat di atas sepatu hak tinggi dan berdiri tepat di depan Darlene.Hari itu Gianna mengenakan gaun haute couture terbaru, terbuat dari sutra warna merah muda yang bertabur kristal Swarovski. Dibandingkan dengan Darlene yang hanya memakai jeans, perbedaan kelas terlihat mencolok."Kak, ngapain juga kamu ngomong sama dia?" Adelio menghampiri Gianna, lalu menatap Darlene dari atas ke bawah. "Acara sepenting ini kamu malah pakai begituan? Kamu sengaja mau bikin Kenward malu, ya?""Adelio, jangan begitu. Darlene bukan orang seperti itu," ucap Gianna lembut, seolah mene

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 47

    Sejak pertama kali Gianna menerima kiriman itu, setiap kali berikutnya dia selalu menyuruh kurir mengantarkan ke lantai satu gedung rawat, lalu turun sendiri untuk mengambilnya.Di kamar pasien, Gianna memotret Vida yang sedang minum sarang burung, lalu mengirim foto itu pada Kenward.Saat itu Kenward sedang berada di kantor. Setiap hari Gianna memang mengirim foto perkembangan ibunya dan kini sudah sepuluh hari Vida dirawat. Selama sepuluh hari itu, Darlene tidak datang menjenguk sekali pun.Di ruang kerja, Saka sedang merapikan dokumen. Dia tidak mengerti mengapa ekspresi Kenward malah tampak menyeramkan, padahal ibunya terlihat pulih dengan baik."Halo?" Kenward menekan nomor telepon dan menunggu.Di kantor pusat FY.Darlene sama sekali tidak menyangka Kenward akan meneleponnya duluan.Begitu tersambung, yang terdengar hanya keheningan. Akhirnya Darlene yang lebih dulu berbicara, "Kenward, kamu mau ngomong apa?"Masih tidak ada suara. Baru saat Darlene hendak menutup panggilan, suar

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 46

    Harold terus menasihati dengan nada lembut, tapi bagi Darlene, semua kata-katanya hanya sekadar lewat. Semua orang selalu memintanya untuk memahami Kenward. Dia memang sudah melakukannya. Selama tiga tahun penuh.Namun, hasil yang didapatkannya adalah Kenward malah membuat anak pertama mereka gugur demi wanita yang dia sebut cinta sejatinya.Wajah Darlene semakin pucat, hatinya pun semakin dingin. Harold memang orang yang paling baik padanya di Keluarga Bramantyo, tapi pada akhirnya dia tetap kakek kandung Kenward. Jadi, tentu saja dia tetap membela cucunya.Darlene merasa benar-benar sendirian.Harold terus berbicara panjang lebar tentang betapa sibuknya Kenward dan betapa berat tanggung jawabnya, sampai-sampai Darlene merasa telinganya hampir kapalan mendengarnya."Kamu pikirkan lagi baik-baik. Kasih Kenward satu kesempatan, sekaligus kasih kesempatan buat dirimu juga. Tapi ...." Harold berhenti sejenak, suaranya jadi lembut, "Kalau akhirnya kamu tetap mau bercerai, Kakek juga akan m

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 45

    "Tapi kamu masih harus kerja. Kalau malam ikut jaga, kamu pasti capek. Nanti nggak bisa istirahat, besok gimana mau masuk kantor?" Nada bicara Kenward tetap datar, tapi siapa pun bisa mendengar nada perhatiannya terhadap Gianna."Tuh, Gianna, meski kamu mau, Kenward saja nggak tega," sahut Whitney menggoda. Beberapa kerabat lain langsung ikut memuji Gianna, sampai pipinya memerah karena malu.Suasana di ruang rawat sempat terasa hangat dan akrab, sampai akhirnya Kenward melangkah ke arah Darlene.Semua orang otomatis diam. Pandangan mereka serentak beralih ke dua orang itu.Gianna yang sedang mengupas apel perlahan menggenggam pisau buah di tangannya. Dia tahu Kenward sedang melindunginya, tapi kesempatan ini jelas tak bisa dia sia-siakan.Darlene mendongak, menatap mata Kenward yang dingin."Kamu yang jaga malam ini." Nada itu bukan pertanyaan maupun permintaan, melainkan perintah.Darlene mengepalkan tangan. "Aku juga punya kerjaan. Besok aku harus masuk.""Kalau begitu, berhenti saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status