Share

Bab 3

Author: Elyssa
Darlene dirawat di rumah sakit selama sebulan. Setiap malam, dia selalu bermimpi.

Dalam mimpinya, Kenward datang menjenguknya di rumah sakit. Pria itu menemani di sisi ranjangnya siang dan malam, tersenyum lembut sambil mendengarkan suara bayi di dalam perut.

Setiap kali terbangun, air mata Darlene selalu membasahi wajahnya. Anak itu ... sudah tiada. Sementara itu, Kenward bahkan tidak pernah sekali pun datang menjenguknya.

Katanya dia sedang dinas ke Negara Mikara, tetapi dia sempat menyuruh asistennya, Saka, datang dua kali mengantarkan bunga mawar merah muda segar, sekaligus melunasi biaya pengobatan.

Beberapa kali Darlene ingin memberikan bunga-bunga itu kepada perawat, tetapi setiap kali niat itu sampai di bibir, dia urungkan. Akhirnya, dia memilih bersin setiap hari daripada membuangnya.

Kandungannya baru berumur dua bulan, jadi aborsi itu tidak terlalu terasa secara fisik. Namun, kebiasaan Darlene mengelus perutnya tidak bisa hilang.

Setiap kali dia teringat bahwa di sana dulu pernah ada kehidupan kecil yang singkat, ujung hidungnya terasa panas dan matanya basah.

Itu adalah anak pertamanya. Anak dari pria yang telah dia cintai selama sepuluh tahun penuh. Kini, semuanya hilang.

Setiap malam, Darlene menangis hingga tertidur, membuat tubuhnya sulit pulih. Namun, dia tidak bisa terus tinggal di rumah sakit. Pihak rumah sakit memintanya mengosongkan kamar agar bisa menampung pasien baru.

Saat Darlene sedang membereskan barang-barangnya di kamar rawat yang terasa hampa, seorang wanita asing datang.

Wanita itu cantik dengan riasan sempurna, mengenakan terusan beludru warna merah muda ketat tanpa lengan. Di lehernya tergantung kalung berkilau yang sangat mencolok.

Kalung itu Darlene kenal. Itu adalah kalung berlian merah muda edisi terbatas dari merek mewah FY, yang pernah dipamerkan Adelio di media sosial.

"Halo, aku Gianna Yohan, teman SMA-nya Kenward." Wanita itu memperkenalkan diri duluan.

Nama itu membuat Darlene langsung sadar. Gianna Yohan. Inisialnya GY, sama seperti inisial yang dia lihat. Tak salah lagi.

Gianna mengulurkan tangan. Darlene membalas dengan sopan. "Halo, aku Darlene, istri Kenward. Kamu bisa memanggilku Nyonya Bramantyo."

Senyuman Gianna langsung menegang. Namun, karena dia sudah terbiasa tampil di depan umum, ekspresinya segera kembali normal.

"Aku datang ke sini untuk meminta maaf padamu," ucap Gianna, menundukkan kepala dengan wajah penuh penyesalan.

"Aku benar-benar nggak tahu kalau waktu itu kamu ke rumah sakit untuk periksa kehamilan. Kalau aku tahu, aku nggak akan membiarkan Kenward menemaniku ke acara peluncuran produk FY ...."

"Malam itu, aku juga mabuk. Semua salah Adelio yang menelepon Kenward. Aku nggak tahu dia benar-benar akan datang menjemputku .... Akhirnya membuat kamu keguguran .... Semua ini salahku ...."

Gianna menunduk sambil menyerahkan keranjang buah. "Ini permintaan maafku. Tolong terima ya? Kalau kamu menolak, aku benar-benar akan merasa bersalah."

Melihat akting Gianna yang begitu meyakinkan, Darlene tersenyum tipis. "Cuma sekeranjang buah seharga satu juta. Apa susahnya aku terima? Lagian, kamu bukan mau kasih aku kalung di lehermu itu sebagai ganti rugi, 'kan?"

Wajah Gianna sempat kaku sebelum dia berdeham ringan. "Aku dengar kamu hari ini keluar dari rumah sakit?"

"Ya."

"Tapi aku sarankan kamu sebaiknya tetap istirahat di rumah sakit beberapa hari lagi. Karena kalau Kenward melihatmu, dia akan teringat anak yang nggak bisa diselamatkan itu. Dia akan sedih."

"Beberapa hari ini dia juga murung sekali, jadi aku menemani dia supaya bisa tenang. Kami pergi liburan ke luar negeri, naik kapal pesiar, memancing, menikmati matahari terbit dan terbenam ...."

Darlene hanya tersenyum, tidak peduli apakah cerita itu benar atau hanya dilebih-lebihkan. "Ya, suamiku memang orang baik. Setia pada teman. Dulu juga dia sering ajak teman SMA-nya naik kapal pesiar setiap minggu. Bahkan pernah memberi temanku kalung berlian seharga 20 miliar lho."

Biasanya Darlene tidak suka berbohong, tetapi kalau kebohongannya bisa membuat selingkuhan berhati jahat itu tersinggung, dia tidak keberatan menambah sedikit bumbu.

Gianna mengepalkan tangannya. "Kalau begitu, aku lega kamu bisa selapang dada itu ...."

Dia berbalik dan hendak pergi. Namun, sebelum keluar, dia menoleh lagi dan berkata, "Oh ya, Kenward nggak bisa menjemputmu hari ini. Dia terlalu lelah, sekarang sedang tidur di rumahku."

Setelah itu, Gianna benar-benar menghilang dari pandangan Darlene. Darlene seperti balon yang kehabisan udara. Dia tidak marah, hanya kebingungan.

Dia bertanya kepada Saka dan Saka mengatakan bahwa Kenward sedang berada di kantor. Dengan kata lain, Gianna berbohong.

Darlene tidak ingin percaya begitu saja pada omongan wanita itu. Dia ingin bertanya langsung pada Kenward.

Sebelum meninggalkan rumah sakit, dia mampir ke departemen pengobatan tradisional untuk membeli ramuan herbal.

Kenward punya penyakit lambung. Karena ibu mertuanya tidak percaya pada pengobatan barat, mereka selalu memakai ramuan herbal yang Darlene rebus sendiri. Dia hafal betul takaran dan waktu perebusannya.

Ramuan di rumah hampir habis. Kalau bukan karena semua masalah akhir-akhir ini, dia pasti sudah membeli lebih awal.

Dengan kantong besar berisi obat herbal, Darlene menuju ke Grup Bramantyo.

Resepsionis mengenalinya, karena dulu Darlene pernah datang mengantarkan makan siang untuk Kenward, meskipun waktu itu resepsionis mengira dia adalah pembantu.

"Bu Darlene, Pak Kenward sedang menerima tamu. Kamu bisa menitipkan obatnya ke Pak Saka di ruang staf."

"Baik." Darlene tidak berniat berbasa-basi. Dia langsung naik ke lantai paling atas. Namun, bukan untuk menemui Saka, melainkan menuju ruang presdir.

Pintu kaca buram itu tidak tertutup rapat. Melewati celahnya, Darlene bisa melihat Kenward di dalam bersama Adelio.

"Kak Kenward, kamu bilang kamu sudah move on dari Kak Gianna, tapi kamu tega bikin anakmu sendiri mati?"

Darlene yang hendak mengetuk pintu langsung membeku di tempat.

"Itu bukan salah Gianna. Mau dia pulang atau nggak, aku memang nggak mau punya anak dengan Darlene."

"Kenapa?"

"Karena energi manusia terbatas. Kalau dia punya anak, dia akan berubah. Sekarang dia dihargai oleh kakek dan ibuku. Tapi setelah punya anak, semuanya akan jadi lebih rumit." Kenward menyalakan sebatang rokok. Senyuman di bibirnya yang selama ini Darlene cintai, kini terasa begitu menyakitkan di mata.

"Aku juga tahu dia hamil waktu itu. Aku sengaja memperlakukannya kasar supaya rahimnya rusak. Dokter bilang dia nggak akan bisa hamil lagi."

Nada suaranya tenang. Terlalu tenang hingga terasa kejam. Tubuh Darlene gemetar hebat. Seluruh badannya basah oleh keringat dingin.

"Kak Kenward, kamu tega banget. Kalau kamu perlakuin istrimu kayak begitu, nanti siapa yang akan meneruskan garis keturunan Keluarga Bramantyo? Tetap saja harus Kak Gianna, 'kan?"

Kenward tidak menjawab. Dia hanya mengisap rokok terakhirnya, lalu mematikannya di asbak.

Saat mereka keluar dari ruangan, Adelio tidak sadar ada sesuatu di lantai, tetapi Kenward melihatnya. Sebuah kantong besar berisi obat herbal.

Di Panti Jompo Kasih, Darlene seperti orang yang melarikan diri. Dia tidak sanggup lagi tinggal sedetik pun di kantor itu.

Dia merasa mual. Setiap kata yang keluar dari mulut Kenward membuatnya ingin muntah.

Jadi, ini pria yang selama sepuluh tahun dia cintai? Pria yang dulu mengejar dan menikahinya hanya demi membalas dendam pada wanita lain. Sekarang, pria itu membunuh anak mereka juga demi wanita itu.

Cinta sepuluh tahun, tiga tahun pernikahan, semuanya hanya lelucon kejam. Darlene menyeka air matanya dan masuk ke panti jompo.

Sejak dia menikah dengan Kenward, ibunya dipindahkan ke sini dari rumah sakit. Kesehatan ibunya memang lemah. Sejak wabah besar melanda dunia, ibunya menderita demensia.

Meskipun kini ibunya tidak lagi mengenalinya, ada hal yang tetap ingin Darlene katakan. Dulu, keinginan terbesar ibunya adalah melihat Darlene menikah dan hidup bahagia.

Jadi hari ini, Darlene hanya ingin bilang satu hal, dia bukan anak yang berbakti.

Menjelang senja, Darlene meninggalkan panti jompo dan mampir ke firma hukum terdekat. Langit mulai gelap, lampu-lampu Kota Avranos menyala satu per satu, lalu lintas padat seperti biasa.

Ketika Kenward pulang ke rumah, dia mendapati seluruh ruangan gelap. Dia menyalakan lampu. Cahaya menerangi seikat bunga mawar merah muda dan sekantong obat herbal di tangannya.

Rumah besar itu terasa sunyi. Tidak ada aroma masakan hangat, juga tidak ada Darlene.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 50

    Adelio awalnya ingin menyahut ketus, "Kamu siapa sih?" Namun, melihat pakaian wanita itu tampak berkelas, dia tidak berani sembarangan bicara.Vida memandangi wanita yang wajahnya tampak asing itu dan bertanya ramah, "Maaf, Anda siapa?""Aku pemilik Rumah Herba, Marina."Begitu mendengarnya, ekspresi Gianna langsung berubah. Namun karena banyak orang di sekitarnya, dia tetap berusaha menahan diri agar tidak terlihat panik."Semua tonik dan ramuan penenang di tokoku adalah resep rahasia buatanku sendiri," kata Marina santai. "Nggak dijual sembarangan dan dalam sebulan terakhir, aku hanya menjualnya kepada Darlene."Begitu nama Darlene disebut, Vida yang paling terkejut. Sementara ekspresi di wajah Kenward tetap tenang dan sulit terbaca."Waktu itu, Darlene bilang ada ibu temannya yang kaget hingga harus dirawat di rumah sakit, jadi dia butuh ramuan penenang dan penguat tubuh. Aku nggak menyangka yang dimaksud ternyata adalah Nyonya Bramantyo."Ucapan Marina tentang "ibu temannya" membua

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 49

    "Jangan pakai alasan orang lain. Kalau memang mau ketemu Kenward, bilang saja mau ketemu. Kalau nggak mampu beli gaun, bilang saja nggak mampu. Cara kamu begini cuma bikin Kenward makin muak sama kamu."Begitu Adelio selesai bicara, Kenward tersenyum. Senyumnya yang biasanya memesona, kali ini malah terasa menyakitkan.Darlene hanya terdiam, lalu berjalan melewati celah di antara Kenward dan Gianna, lalu melangkah cepat menuju rumah besar."Wanita itu benar-benar penuh perhitungan. Tempat seluas ini nggak dilalui, malah sengaja jalan di antara Kenward dan Kak Gianna," gerutu Adelio dengan kesal.Harold sama sekali tidak menyangka Darlene akan datang malam itu. Setelah mendengar penjelasan apa yang sebenarnya terjadi, dia pun sadar Darlene sudah dijebak oleh Vida."Darlene, kamu mau gaun dari merek apa? Biar Kakek belikan," ucap Harold sambil mengeluarkan ponselnya. "Menantu Keluarga Bramantyo bukan orang yang bisa dihina sembarangan oleh siapa pun."Darlene buru-buru menahan tangannya.

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 48

    Begitu Darlene berjalan mendekat, barulah dia melihat jelas bahwa semua pria berpakaian jas rapi dan para wanita mengenakan gaun mewah. Ternyata di sana sedang diadakan pesta koktail.Beberapa tamu segera memperhatikannya, karena hanya Darlene yang datang dengan kaus biasa dan celana jeans."Ya ampun, Darlene, kenapa kamu pakai baju seperti ini?" Gianna langsung berseru begitu melihatnya. Dia bergegas mendekat dengan langkah cepat di atas sepatu hak tinggi dan berdiri tepat di depan Darlene.Hari itu Gianna mengenakan gaun haute couture terbaru, terbuat dari sutra warna merah muda yang bertabur kristal Swarovski. Dibandingkan dengan Darlene yang hanya memakai jeans, perbedaan kelas terlihat mencolok."Kak, ngapain juga kamu ngomong sama dia?" Adelio menghampiri Gianna, lalu menatap Darlene dari atas ke bawah. "Acara sepenting ini kamu malah pakai begituan? Kamu sengaja mau bikin Kenward malu, ya?""Adelio, jangan begitu. Darlene bukan orang seperti itu," ucap Gianna lembut, seolah mene

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 47

    Sejak pertama kali Gianna menerima kiriman itu, setiap kali berikutnya dia selalu menyuruh kurir mengantarkan ke lantai satu gedung rawat, lalu turun sendiri untuk mengambilnya.Di kamar pasien, Gianna memotret Vida yang sedang minum sarang burung, lalu mengirim foto itu pada Kenward.Saat itu Kenward sedang berada di kantor. Setiap hari Gianna memang mengirim foto perkembangan ibunya dan kini sudah sepuluh hari Vida dirawat. Selama sepuluh hari itu, Darlene tidak datang menjenguk sekali pun.Di ruang kerja, Saka sedang merapikan dokumen. Dia tidak mengerti mengapa ekspresi Kenward malah tampak menyeramkan, padahal ibunya terlihat pulih dengan baik."Halo?" Kenward menekan nomor telepon dan menunggu.Di kantor pusat FY.Darlene sama sekali tidak menyangka Kenward akan meneleponnya duluan.Begitu tersambung, yang terdengar hanya keheningan. Akhirnya Darlene yang lebih dulu berbicara, "Kenward, kamu mau ngomong apa?"Masih tidak ada suara. Baru saat Darlene hendak menutup panggilan, suar

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 46

    Harold terus menasihati dengan nada lembut, tapi bagi Darlene, semua kata-katanya hanya sekadar lewat. Semua orang selalu memintanya untuk memahami Kenward. Dia memang sudah melakukannya. Selama tiga tahun penuh.Namun, hasil yang didapatkannya adalah Kenward malah membuat anak pertama mereka gugur demi wanita yang dia sebut cinta sejatinya.Wajah Darlene semakin pucat, hatinya pun semakin dingin. Harold memang orang yang paling baik padanya di Keluarga Bramantyo, tapi pada akhirnya dia tetap kakek kandung Kenward. Jadi, tentu saja dia tetap membela cucunya.Darlene merasa benar-benar sendirian.Harold terus berbicara panjang lebar tentang betapa sibuknya Kenward dan betapa berat tanggung jawabnya, sampai-sampai Darlene merasa telinganya hampir kapalan mendengarnya."Kamu pikirkan lagi baik-baik. Kasih Kenward satu kesempatan, sekaligus kasih kesempatan buat dirimu juga. Tapi ...." Harold berhenti sejenak, suaranya jadi lembut, "Kalau akhirnya kamu tetap mau bercerai, Kakek juga akan m

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 45

    "Tapi kamu masih harus kerja. Kalau malam ikut jaga, kamu pasti capek. Nanti nggak bisa istirahat, besok gimana mau masuk kantor?" Nada bicara Kenward tetap datar, tapi siapa pun bisa mendengar nada perhatiannya terhadap Gianna."Tuh, Gianna, meski kamu mau, Kenward saja nggak tega," sahut Whitney menggoda. Beberapa kerabat lain langsung ikut memuji Gianna, sampai pipinya memerah karena malu.Suasana di ruang rawat sempat terasa hangat dan akrab, sampai akhirnya Kenward melangkah ke arah Darlene.Semua orang otomatis diam. Pandangan mereka serentak beralih ke dua orang itu.Gianna yang sedang mengupas apel perlahan menggenggam pisau buah di tangannya. Dia tahu Kenward sedang melindunginya, tapi kesempatan ini jelas tak bisa dia sia-siakan.Darlene mendongak, menatap mata Kenward yang dingin."Kamu yang jaga malam ini." Nada itu bukan pertanyaan maupun permintaan, melainkan perintah.Darlene mengepalkan tangan. "Aku juga punya kerjaan. Besok aku harus masuk.""Kalau begitu, berhenti saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status