Share

Bab 5

Author: Elyssa
Pagi ini, Darlene bangun kesiangan. Di satu sisi karena semalam dia tidur larut, di sisi lain karena kini dia tidak perlu lagi bangun pagi untuk pergi ke pasar membeli bahan makanan yang segar atau menyiapkan sarapan empat sehat lima sempurna untuk Kenward.

Dia memasak sebungkus mie instan di rumah dan menikmatinya dengan lahap. Setelah perutnya terisi, dia keluar menuju bank, mengisi formulir transfer, dan mengirimkan 20 miliar dengan catatan "biaya pengobatan".

Keluar dari bank, Darlene menuju Kafe Harlae. Dia janjian makan siang dengan Ella. Sejak menikah, demi menjadi ibu rumah tangga yang baik di Keluarga Bramantyo, Darlene hampir memutus semua hubungan dengan teman dan rekan lamanya. Bahkan dengan Ella, sahabat dekatnya, mereka sudah tiga tahun tidak bertemu.

Mengingat kembali tiga tahun yang terasa sia-sia itu, Darlene rasanya ingin menunjukkan jari tengah pada dirinya sendiri.

Dia duduk di meja yang sudah dia pesan dan menunggu Ella datang. Sekarang Ella bekerja sebagai guru vokal di sebuah sekolah pelatihan musik ternama di Kota Avranos. Darlene bisa menebak, Ella ingin bertemu dengannya bukan hanya untuk melepas rindu, tetapi mungkin juga ingin membantunya mendapatkan pekerjaan baru.

Benar saja, begitu Ella datang, baru berbicara sebentar, topik langsung beralih ke lowongan guru piano di sekolah tempatnya bekerja.

"Ella, terima kasih," ujar Darlene sambil tersenyum santai dan menggeleng. "Tapi aku sudah bersumpah nggak akan bermain piano lagi. Lagi pula, aku sudah menemukan pekerjaan baru."

"Oh?" Ella penasaran. "Kamu mau masuk ke perusahaan desain perhiasan? Itu 'kan bidangmu dulu!"

"Salah." Darlene melambaikan tangan. "Aku nggak lulus kuliah, perusahaan seperti itu pasti minta gelar."

"Tapi sekarang susah cari kerja tanpa ijazah," gumam Ella pelan, lalu menatap Darlene dengan kesal. "Kenward memang berengsek. Dia selingkuh di tengah pernikahan dan kamu keluar tanpa apa pun! Kalau aku, pasti sudah kuperas dia sampai habis demi ganti rugi masa mudaku yang terbuang."

Darlene menahan tawa. Saat itu, ponselnya menyala. Satu pesan baru di WhatsApp.

"Pasti dari Kenward! Sini, biar aku bantu balas!" seru Ella.

Namun, ternyata bukan dari Kenward. Sambil membalas pesan, Darlene berkata, "Sebenarnya aku nggak punya bukti kalau Kenward benar-benar selingkuh ...."

Entah tubuhnya selingkuh atau tidak, yang jelas hatinya sudah pergi, bahkan tega mengorbankan anaknya sendiri. Begitu mengingat kehidupan kecil di rahimnya yang baru dua bulan lalu mati di tangan ayahnya sendiri, wajah Darlene seketika membeku.

"Aku cuma ingin cepat-cepat lepas dari Kenward. Lepas dari semua kehidupan lamaku ...."

"Jadi?"

"Jadi, aku melamar kerja di sini."

Darlene mengirimkan sebuah tautan. Ella membuka dan melihat, lalu nyaris pingsan.

"Panti rehabilitasi sosial?"

Ella kebingungan, sementara Darlene malah tersenyum lebar.

Waktu istirahat Ella terbatas, jadi mereka tak sempat mengobrol lebih lama. Setelah berpisah, Darlene pulang, tetapi bukan untuk masuk ke rumah. Dia membuka loker paket di depan pintu, lalu mengambil sebuah amplop.

Saat itu, sebuah pesan baru masuk. Kali ini benar dari Kenward. Tak ada teks, hanya foto berisi sobekan kertas berserakan di lantai.

Di ruang presdir Grup Bramantyo, Kenward bersandar di tepi meja, lalu perlahan duduk. Di kakinya, tampak kertas-kertas yang baru saja dia robek. Itu adalah surat perjanjian cerai.

"Pak Kenward, semua obat maag yang bisa dibeli sudah saya kumpulkan di sini ...," ujar Saka dengan hati-hati.

Namun, Kenward mengibaskan tangan, menyapu semua obat di atas meja hingga jatuh ke lantai.

"Nggak ada gunanya. Makin diminum, makin sakit." Dia menekan perutnya, keringat membasahi kening. Sudah beberapa hari dia tidak minum obat herbal racikan. Sejak pagi perutnya sudah terasa tak nyaman. Begitu melihat dokumen perceraian yang dikirim Darlene, rasa sakit itu semakin menjadi-jadi.

Saka berdiri canggung di sisi ruangan. Dia panik, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Ramuan herbal yang diminum Kenward adalah resep eksklusif dari dokter tua. Tak ada orang lain yang tahu takaran dan cara merebusnya selain Darlene.

"Gimana kalau saya coba hubungi Bu Darlene?" tanya Saka dengan hati-hati.

Kenward mendongak, menatapnya tajam.

"Kamu panggil dia apa?"

"Eh ... Bu Darlene?" jawab Saka dengan bingung.

Bukan hanya dia, semua orang di kantor, bahkan di sekitar Kenward, selalu memanggil Darlene dengan sebutan itu.

Baru saat itu, Kenward sadar, mereka sudah menikah tiga tahun, tetapi Darlene tak pernah benar-benar menjadi Nyonya Bramantyo di mata siapa pun.

Dia mengambil ponselnya, ingin melihat bagaimana reaksi Darlene setelah menerima foto perjanjian yang dia sobek tadi. Namun, belum ada pesan masuk dan malah masuk panggilan dari Gianna.

Sore harinya, Darlene datang sendirian ke Aula Violet yang megah di Kota Avranos. Dia sudah berganti pakaian. Setelan biru Chanel yang dulu sering dia pakai sebelum menikah. Hanya pakaian ini yang lebih cocok untuk dipakai.

Pelayan di pintu menyambutnya dengan senyuman sopan. Darlene membalas senyuman itu dan hendak membuka tasnya, tetapi dari belakang terdengar suara yang paling tidak ingin dia dengar.

"Darlene? Wah, kebetulan sekali, kamu di sini juga?"

Darlene menoleh. Gianna menggandeng dua temannya berjalan ke arahnya. Gianna tampak sangat menawan malam ini. Dia mengenakan gaun berwarna merah muda, dengan kalung berlian merah muda di lehernya yang berkilau mencolok.

"Gianna, siapa dia? Temanmu?" tanya Laura sambil mengamati Darlene dari atas ke bawah. "Jangan-jangan dia juga mau ikut pesta FY?"

"Mana mungkin," sela Darshen sambil mengernyit. "FY itu merek internasional kelas atas, tamu undangannya semua orang penting. Lihat bajunya, mungkin dia pengantar katering."

Darlene menatap mereka bertiga. Dari cara bicara Laura dan Darshen yang kompak, jelas mereka sudah tahu siapa dirinya.

"Kalian jangan salah paham sama Darlene," sahut Gianna dengan nada sok lembut. "Aku dengar dari Kenward, Darlene nggak lulus kuliah dan jadi ibu rumah tangga selama bertahun-tahun. Katanya, selain pasar, dia jarang ke mana-mana. Wajar kalau dia nggak terbiasa dengan dunia seperti ini. Lagian, kita yang kerja di FY tentu punya pandangan fashion yang berbeda."

"Kamu kerja di FY?" Darlene memandangnya dengan tatapan kaget.

Gianna tersenyum bangga dan menyerahkan kartu namanya.

"Gianna sekarang lagi naik daun di industri desain perhiasan! HR FY saja menilai dia sangat berbakat!"

"Ibu rumah tangga seperti kamu tahu HR itu apa nggak?"

Sambil mendengarkan ejekan mereka, Darlene melihat sekilas kartu nama itu. FY, Departemen Desain Perhiasan, Magang.

Gianna yakin Darlene akan tersindir, tetapi yang dia dapat hanya senyuman tenang.

"Kamu memang hebat," ucap Darlene.

"Sok tenang!" cibir Laura. "Dalam hati pasti iri sampai mati, 'kan?"

Darlene tak menjawab dan melangkah menuju pintu masuk aula.

"Hei, pengantar makanan nggak bisa lewat situ!" teriak Darshen.

Gianna tertawa kecil sambil memberi isyarat pada dua temannya. Mereka bertiga pun berusaha menghalangi jalan Darlene.

"Lihat, yang punya undangan baru boleh masuk," kata Laura sambil memperlihatkan undangan dan membiarkan Gianna masuk lebih dulu.

Gianna mengangkat gaunnya hati-hati, menegakkan kepala, melangkah dengan percaya diri seperti putri bangsawan.

"Maaf, Bu, undangan ini hanya berlaku untuk jalur staf," kata petugas dengan sopan sambil menghentikannya.

Ekspresi Gianna menjadi canggung, sementara Laura dan Darshen buru-buru berkata.

"Dia memang staf FY kok!"

"Ya, ya, lewat jalur staf juga nggak apa-apa. Setidaknya lebih baik daripada seseorang yang bahkan nggak bisa masuk."

Ketiganya akhirnya minggir. Darlene melangkah ke pintu masuk utama, menyerahkan amplop kecil dari tas tangannya.

Petugas melihatnya sekilas, lalu tersenyum hormat. "Silakan masuk, Bu ...."

Di bawah tatapan terkejut Gianna dan teman-temannya, Darlene melangkah dengan anggun melewati jalur VIP, memasuki aula besar yang berkilauan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 50

    Adelio awalnya ingin menyahut ketus, "Kamu siapa sih?" Namun, melihat pakaian wanita itu tampak berkelas, dia tidak berani sembarangan bicara.Vida memandangi wanita yang wajahnya tampak asing itu dan bertanya ramah, "Maaf, Anda siapa?""Aku pemilik Rumah Herba, Marina."Begitu mendengarnya, ekspresi Gianna langsung berubah. Namun karena banyak orang di sekitarnya, dia tetap berusaha menahan diri agar tidak terlihat panik."Semua tonik dan ramuan penenang di tokoku adalah resep rahasia buatanku sendiri," kata Marina santai. "Nggak dijual sembarangan dan dalam sebulan terakhir, aku hanya menjualnya kepada Darlene."Begitu nama Darlene disebut, Vida yang paling terkejut. Sementara ekspresi di wajah Kenward tetap tenang dan sulit terbaca."Waktu itu, Darlene bilang ada ibu temannya yang kaget hingga harus dirawat di rumah sakit, jadi dia butuh ramuan penenang dan penguat tubuh. Aku nggak menyangka yang dimaksud ternyata adalah Nyonya Bramantyo."Ucapan Marina tentang "ibu temannya" membua

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 49

    "Jangan pakai alasan orang lain. Kalau memang mau ketemu Kenward, bilang saja mau ketemu. Kalau nggak mampu beli gaun, bilang saja nggak mampu. Cara kamu begini cuma bikin Kenward makin muak sama kamu."Begitu Adelio selesai bicara, Kenward tersenyum. Senyumnya yang biasanya memesona, kali ini malah terasa menyakitkan.Darlene hanya terdiam, lalu berjalan melewati celah di antara Kenward dan Gianna, lalu melangkah cepat menuju rumah besar."Wanita itu benar-benar penuh perhitungan. Tempat seluas ini nggak dilalui, malah sengaja jalan di antara Kenward dan Kak Gianna," gerutu Adelio dengan kesal.Harold sama sekali tidak menyangka Darlene akan datang malam itu. Setelah mendengar penjelasan apa yang sebenarnya terjadi, dia pun sadar Darlene sudah dijebak oleh Vida."Darlene, kamu mau gaun dari merek apa? Biar Kakek belikan," ucap Harold sambil mengeluarkan ponselnya. "Menantu Keluarga Bramantyo bukan orang yang bisa dihina sembarangan oleh siapa pun."Darlene buru-buru menahan tangannya.

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 48

    Begitu Darlene berjalan mendekat, barulah dia melihat jelas bahwa semua pria berpakaian jas rapi dan para wanita mengenakan gaun mewah. Ternyata di sana sedang diadakan pesta koktail.Beberapa tamu segera memperhatikannya, karena hanya Darlene yang datang dengan kaus biasa dan celana jeans."Ya ampun, Darlene, kenapa kamu pakai baju seperti ini?" Gianna langsung berseru begitu melihatnya. Dia bergegas mendekat dengan langkah cepat di atas sepatu hak tinggi dan berdiri tepat di depan Darlene.Hari itu Gianna mengenakan gaun haute couture terbaru, terbuat dari sutra warna merah muda yang bertabur kristal Swarovski. Dibandingkan dengan Darlene yang hanya memakai jeans, perbedaan kelas terlihat mencolok."Kak, ngapain juga kamu ngomong sama dia?" Adelio menghampiri Gianna, lalu menatap Darlene dari atas ke bawah. "Acara sepenting ini kamu malah pakai begituan? Kamu sengaja mau bikin Kenward malu, ya?""Adelio, jangan begitu. Darlene bukan orang seperti itu," ucap Gianna lembut, seolah mene

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 47

    Sejak pertama kali Gianna menerima kiriman itu, setiap kali berikutnya dia selalu menyuruh kurir mengantarkan ke lantai satu gedung rawat, lalu turun sendiri untuk mengambilnya.Di kamar pasien, Gianna memotret Vida yang sedang minum sarang burung, lalu mengirim foto itu pada Kenward.Saat itu Kenward sedang berada di kantor. Setiap hari Gianna memang mengirim foto perkembangan ibunya dan kini sudah sepuluh hari Vida dirawat. Selama sepuluh hari itu, Darlene tidak datang menjenguk sekali pun.Di ruang kerja, Saka sedang merapikan dokumen. Dia tidak mengerti mengapa ekspresi Kenward malah tampak menyeramkan, padahal ibunya terlihat pulih dengan baik."Halo?" Kenward menekan nomor telepon dan menunggu.Di kantor pusat FY.Darlene sama sekali tidak menyangka Kenward akan meneleponnya duluan.Begitu tersambung, yang terdengar hanya keheningan. Akhirnya Darlene yang lebih dulu berbicara, "Kenward, kamu mau ngomong apa?"Masih tidak ada suara. Baru saat Darlene hendak menutup panggilan, suar

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 46

    Harold terus menasihati dengan nada lembut, tapi bagi Darlene, semua kata-katanya hanya sekadar lewat. Semua orang selalu memintanya untuk memahami Kenward. Dia memang sudah melakukannya. Selama tiga tahun penuh.Namun, hasil yang didapatkannya adalah Kenward malah membuat anak pertama mereka gugur demi wanita yang dia sebut cinta sejatinya.Wajah Darlene semakin pucat, hatinya pun semakin dingin. Harold memang orang yang paling baik padanya di Keluarga Bramantyo, tapi pada akhirnya dia tetap kakek kandung Kenward. Jadi, tentu saja dia tetap membela cucunya.Darlene merasa benar-benar sendirian.Harold terus berbicara panjang lebar tentang betapa sibuknya Kenward dan betapa berat tanggung jawabnya, sampai-sampai Darlene merasa telinganya hampir kapalan mendengarnya."Kamu pikirkan lagi baik-baik. Kasih Kenward satu kesempatan, sekaligus kasih kesempatan buat dirimu juga. Tapi ...." Harold berhenti sejenak, suaranya jadi lembut, "Kalau akhirnya kamu tetap mau bercerai, Kakek juga akan m

  • Pernikahan Dengan CEO Kandas Setelah Matinya Buah Hati   Bab 45

    "Tapi kamu masih harus kerja. Kalau malam ikut jaga, kamu pasti capek. Nanti nggak bisa istirahat, besok gimana mau masuk kantor?" Nada bicara Kenward tetap datar, tapi siapa pun bisa mendengar nada perhatiannya terhadap Gianna."Tuh, Gianna, meski kamu mau, Kenward saja nggak tega," sahut Whitney menggoda. Beberapa kerabat lain langsung ikut memuji Gianna, sampai pipinya memerah karena malu.Suasana di ruang rawat sempat terasa hangat dan akrab, sampai akhirnya Kenward melangkah ke arah Darlene.Semua orang otomatis diam. Pandangan mereka serentak beralih ke dua orang itu.Gianna yang sedang mengupas apel perlahan menggenggam pisau buah di tangannya. Dia tahu Kenward sedang melindunginya, tapi kesempatan ini jelas tak bisa dia sia-siakan.Darlene mendongak, menatap mata Kenward yang dingin."Kamu yang jaga malam ini." Nada itu bukan pertanyaan maupun permintaan, melainkan perintah.Darlene mengepalkan tangan. "Aku juga punya kerjaan. Besok aku harus masuk.""Kalau begitu, berhenti saj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status