Wanita yang tubuhnya dipenuhi lemak turut berujar, “Untung bukan pemuda desa kita yang jadi korbannya.”
Korban? Hellow? Rasanya Lea ingin menyumpal mulut mereka dengan bakso mercon level 1000.
Nyinyir banget tahu nggak sih!
Lea berusaha menulikan telinga. Meski ia menjelaskan hingga mulutnya berbusa, mereka tidak akan memahami dirinya. Mereka hanya akan percaya pada pendapat mereka sendiri.
Bagaikan kotoran yang tak diharapkan. Lea dan Tanu diusir dari desa itu. Para warga di desa itu tidak sadar jika mereka baru saja mengusir pria yang memegang kendali atas mata pencaharian mereka.
Saking sentimennya, para warga minta mereka menunggu bus di perbatasan desa. Mereka takut kehadiran Lea dan Tanu memberikan anak-anak mereka pengaruh buruk.
Di halte yang penuh dengan tempelan wajah bakal calon anggota dewan dan kepala daerah. Lea dan suami dadakannya duduk berdampingan dengan tatapan lurus ke depan. Mereka baru saja melalui hal yang menggemparkan hidup tenang mereka berdua.
“Lea, kamu asli orang sini?” tanya laki-laki itu.
“Asli Tulungagung, tapi bukan asli desa ini. Aku tinggal di desa sebelah,” jawab Lea curi-curi pandang. Meski babak belur, ia bisa menilai jika wajah suaminya itu lumayan.
Tanu hanya mengangguk lalu bertanya, “Kamu kenal dengan pria bernama Pak Jay?”
Lea menggeleng. “Sejak kuliah aku tinggal di Surabaya, Mas. Dua tahun terakhir, justru aku tinggal di luar negri.”
“Saya ke sini nyari pria itu. Anehnya, semua orang yang saya tanya tidak tahu,” ungkap Tanu dan keduanya kembali terdiam memikirkan nasib masing-masing.
“Dalam tiga hari, hidupku benar-benar berjalan seperti roller coaster. Semua dimulai dari bayaran 1000 dollar. Tidur di kamar 1000-an. Lalu aku tiba di sini, diminta bayar satu milar alias 1000 juta. Dikasih mahar 1000 perak. Besok, 1000 apa lagi?” gumam Lea tanpa menanggapi ucapan suaminya.
Pria bertubuh mirip atlet itu duduk bersandar dengan mata terpejam. Lea hanya melirik sekilas. Ia cukup memaklumi. Tanu mungkin masih merasakan tubuhnya sakit setelah dihajar habisan-habisan semalam.
“Mas bukan penjahat, ‘kan?” tanya Lea tiba-tiba.
Setelah cukup lama diam, laki-laki itu membuka mata. “Kenapa kamu tanya begitu?”
“Semalam, saya lihat Mas dihajar, lebih tepatnya dikeroyok. Saya baru kepikiran. Jangan sampai Mas itu rampok yang lagi dikejar? Atau mungkin, lagi dikejar rentenir,” timpal Lea menelan salivanya kesat.
Laki-laki itu tersenyum tipis lalu berkata, “Telat kamu mikirnya. Tenang saja, saya bukan orang jahat. Saya hanya lagi apes saja ketemu mereka saat cari orang ke daerah ini.”
“Jadi Mas bukan orang Tulungagung?” gumam Lea mengangguk-angguk.
“Bukan.” Lea memicingkan mata lalu menyilang lengannya.
“Terus, Mas asli mana? Saya berhak tahu, soalnya saya ini istrinya Mas sekarang!” titahnya sok garang.
Tanu lagi-lagi menahan senyum. Gaya jutek gadis di sampingnya cukup menghibur. Padahal, beberapa saat lalu, Lea tidak berhenti menangis.
“Saya asli Surabaya. Tapi beberapa tahun terakhir, saya tinggal di kota lain.”
“Kalau kamu aslinya dari desa sebelah. Terus kenapa malah tinggal di kontrakan itu?” tanyanya heran.
“Aku diusir dari rumahku sendiri. Tepatnya, aku dirampok sama tanteku,” jawab Lea mendadak lesu.
Merasa jika topik yang ditanyakannya membuat gadis itu sedih, ia pun mencoba mengalihkannya. “Terima kasih atas baju ini juga. Setidaknya saya bisa keluar dengan pakaian layak.”
Lea menatap hoodie jumper yang dikenakan suaminya. “Anggap aja Mas beruntung. Tadinya itu buat seseorang. Tapi karena orangnya penipu, hadiahnya nggak jadi saya kasih.”
“Saya rasa kita sama-sama tahu ini tidak akan berhasil.” Suara itu serak tapi tetap terdengar tenang di antara gangguan deru angin.
Mata mereka bertemu, masing-masing memendam kebingungan. Semua ini terlalu tiba-tiba. Tak ada dalam rencana mereka berdua.
“Pernikahan ini ... tak pernah menjadi pilihan kita berdua. Saya akan menceraikan kamu secepatnya. Tapi tidak hari ini juga,” ucapnya dengan lugas.
Ada hal mendesak yang harus dilakukannya. Membawa gadis itu bersamanya juga bukan pilihan yang tepat.
“Belum cukup sehari menikah, sudah bahas cerai. Payah,” gumam Lea tertawa miris memikirkan hidupnya.
“Sekarang pukul berapa?” Pertanyaan itu berubah dingin. Tersinggung kali?
Lea menjawab sambil mengulurkan pergelangan tangannya di depan wajah suami dadakannya. Tanu mengamati sekitarnya. Dari kejauhan ada angkot yang melaju ke arah mereka.
“Tidak perlu menunggu besok,” ucap Lea tertawa.
“Untuk?” Tanu mengernyit heran.
“Tadi aku bilang, besok 1000 apa lagi? Aku baru nyadar kalau kita ketemunya baru 17 jam. Ini udah lebih dari 1000 menit sejak aku nolongin Mas dan jadi tunawisma,” terang Lea menertawakan nasibnya.
Laki-laki itu mengepalkan tangannya. Ada rasa iba yang menyeruak di hatinya. Ia ingin melindungi gadis itu, tapi ia juga tidak ingin Lea berada dalam bahaya.
***
"Tidak, Lea. Tari disenggol orang di kafe. Dia pendarahan dan dibawa karyawan kafe itu ke rumah sakit ini. Saya cuma antisipasi, jangan sampai dia mendekat ke sini karena tahu kamu juga rawat di sini," jelas Juna.Angga mengangguk setuju dan berterimakasih pada Juna. Ucapan terima kasihnya terdengar begitu tulus sampai Juna dan Gani heran. Apakah benar dia Angga yang selama ini mereka kenal?"Acii ...."Ucapan Keysa terdengar jelas dalam keheningan di ruangan itu. Angga sampai terkejut mendengarnya. Keponakannya baru saja menirunya mengucapkan terima kasih."Keysa bilang terima kasih?" tanya Angga.Keysa menganggukkan sampai tertawa. Gani dan Juna kembali mengulang kata terima kasih. Benar saja, Keysa pun ikut mengulang ungkapan yang sama dengan bahasanya sambil bertepuk tangan."Sana kamu suapi Lea makan. Sekalian kamu juga makan. Biar Keysa sama ayah dulu," saran Gani mendekat meminta cucunya.Awalnya Keysa menolak. Namun, Gani buka
Sore hari, keluarga berkumpul bersama di ruang rawat inap Lea. Keysa tak mau lepas dari mamanya. Hanya saat dokter ingin memeriksa kondisi Lea saja, Keysa mau digendong oleh Angga. Mungkin karena takut melihat dokter paruh baya itu mendekati mamanya.Juna yang melihat Keysa mulai ketakutan, turut mengeluarkan stetoskopnya. Dengan usilnya, dokter yang satu itu memeriksa denyut jantung Angga sambil melaporkan hasilnya pada bayi cantik itu. Kemudian, turut memeriksa Keysa seperti Lea dan Angga."Keysa mau jadi dokter juga?" tanya sang kakek saat melihat cucunya memainkan tali stetoskop milik Juna.Keysa menoleh lalu menatap semua orang satu persatu. "Mau jadi dokter juga kayak Om Ganteng ini?" tanya Juna melucu sambil mengarahkan alat stetoskopnya ke perut Keysa lalu beralih ke kakinya."Keysa mau jadi dokter?" tanya Angga. Entah paham atau tidak, tapi kali ini Keysa mengangguk."Dia cuma nurut sama papanya," komentar Gani. Ia akui jika cucunya belum
Sepasang mata yang terasa berat itu perlahan mengerjap. Mencoba sebisa mungkin untuk melihat sekelilingnya. Samar ia melihat seseorang yang berada di sisinya.Siapa dia?Lea memejamkan matanya sejenak. Menunggu sesaat hingga indra pendengarannya bisa bekerja dengan baik. Terdengar suara tangisan lirih seorang pria yang menyebut namanya.Sesaat Lea bergeming dengan sudut mata yang basah. Menitikkan bulir bening kala mendengar pengakuan Angga. Pria itu takut ditinggalkan.Seterpuruk inikah suaminya? Apa kondisinya sulit untuk disembuhkan? Apakah dirinya tidak akan sembuh?Lea pernah merasakan kejamnya dunia. Ia menjadi yatim piatu, hidup terlantar dan dihianati orang-orang yang ia percayai. Pernah sekali ia berpikir untuk menabrakkan dirinya di jalanan. Akan tetapi, ia teringat Melati.Kalau bukan karena melihat Melati yang bernasib mirip seperti dirinya, mungkin sudah lama Lea menyerah dalam hidupnya. Lea ingat jika ia masih memiliki Melati yang peduli padanya.Saat ini, Lea bahkan sud
Senyum yang pudar dan kantung mata yang menebal. Sorot mata kosong dan keheningan yang tak kunjung pergi. Diamnya Angga membuat pria itu seperti mayat hidup. Suaranya hanya terdengar saat menenangkan Keysa.“Ga, lo cukuran dulu gih! Udah tiga hari loh ini. Keysa nanti malah takut lihat papanya sendiri. Jangan salahin gue kalau nanti dia lebih milih ikut gue ketimbang sama lo,” ungkap Juna.Angga hanya mengangguk seolah tak benar-benar menyimak ucapan sepupunya. Setelah membaringkan Keysa, Angga hendak ke ICU. Namun, kedatangan Melati menunda niatnya.Gadis bar-bar sahabat istrinya itu memaksanya makan siang lebih dulu. Melati mengancam akan melaporkan kelakuan Angga yang mulai tidak waras itu saat Lea sadar nanti.“Ya terserah Anda saja. Sekali saya bilang bakalan buka mulut sama Lea, tak ada yang bisa mencegah. Biar saja, Lea tahu. Anda pikir, saya mengatakan ini karena Lea akan memarahi Anda nantinya? Tidak, Tuan Anggara Yang Ter
Gani menoleh lalu menjitak kepala Seno. Ya ampun, Seno baru tahu kalau kebiasaan Angga itu adalah warisan sifat dari Presdir Tanufood ini. “Ampun, Om.”“Jangan berpikir yang tidak-tidak!”“Iya, maaf, Om. Terus, yang tadi om bilang itu maksudnya apa? Kehilangan lagi? Kehilangan apa, Mo?” desak Seno.Gani menghela napas panjang. “Lea keguguran. Angga sama sekali tidak tahu kalau Lea hamil. Dokter menduga Lea sendiri belum menyadari kalau ada janin yang tumbuh dalam rahimnya.”“Dia mungkin berpikir kalau perubahan kecil di tubuhnya karena efek program induksi laktasi yang Lea laku- humpp.” Seno membelalak menutup mulutnya sendiri.“Om sudah tahu kalau Lea melakukan prosedur itu. Om juga tahu kalau demi Keysa dia melakukannya. Padahal, ada resiko untuk tubuhnya sendiri dari keputusannya itu,” ucap Gani mengusap sudut matanya.Hari ini, kebahagiaan yang dirasakannya han
“Jadi Lea hamil? Hamil anak kami?” batin Angga yang matanya berkaca-kaca. Baru saja ia kehilangan calon anaknya.“Innalillahi ...,” lirih Angga yang merasakan dinding lorong itu perlahan menyempit. Menghimpit tubuhnya yang kini terasa remuk.Tatapan mereka kini beralih pada Angga. Pria itu tampak lebih syok sampai nyaris tidak bisa berdiri dengan tegak. “Kamu kenapa tidak bilang kalau Lea hamil?” tanya Ivanka.Angga menggeleng pelan sembari berkata, “Aku tidak tahu.”Sang dokter mengangguk lalu berkata, “Kemungkinan besar, Ibu Lea juga belum menyadari kehamilannya. Usia kandungannya memang masih muda, baru memasuki minggu keempat atau usia satu bulan. Umumnya wanita hamil belum merasakan gejalanya. Pendarahan yang dialaminya tadi, membuat janinnya kekurangan oksigen. Ditambah dengan efek racun yang menyebar di area lukanya.”Sejam kemudian, Lea sudah dipindahkan ke ICU. Di sampingnya, Angga duduk meggenggam tangan istrinya.Hal yang tengah dirasakan pria itu sekarang adalah terguncang