Share

13. Aku sakit, Aku butuh Lucas

Satu Minggu berlalu semenjak aku pergi ke luar bersama Alan. Seminggu kemarin Lucas selalu mewanti-wanti supaya aku harus ijin ke manapun. Bukan hanya itu, walaupun tidak ke luar aku wajib mengirim share location setiap jam 12 siang, sebagai bukti bahwa aku stay at home. Sudah kaya tahanan dalam kota aja, padahal hanya tidak ijin satu kali, itupun gak sengaja. Dasar Lucas, nyebelin.

Ada paket masuk, rupanya buku yang waktu itu Lucas buat sudah selesai proses cetak. Aku membuka paketnya, menyimpan puluhan tumpukan buku yang masih tersegel ke meja kerja suamiku. Lalu memfoto tumpukan buku tersebut kemudian mengirimnya pada Lucas sebagai laporan. "Paket datang, nih!"

"Makasih sudah dirapikan, Flo."

"Sama-sama, Mas. Kamu beneran pilih cover sesuai pilihanku, ya, Mas?" tanyaku lewat pesan WhatsApp, karena merasa senang sampul warna Salem yang kupilih waktu itu menjadi sampul buku Lucas.

"Pilihan kamu yang terbaik, sayang."

Kata Lucas, sebagian lagi dibeli langsung dari penerbit. Berarti cukup Laris juga bukunya ini. Aku mengambil satu buku, membaca bagian belakang sampul buku tersebut. Agak baper juga sama tulisan Lucas. Dia menceritakan tokoh Livia yang hidup kesepian di kursi roda. Bahkan, pacarnya tidak tahu dia mengalami kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Livia, sehingga pacarnya tersebut sudah terlanjur menikah dengan wanita lain. Sad Story'.

Aku tidak minat membaca buku karya Lucas yang itu, karena feeling-ku bakal sedih banget. Aku pasti lelah baca buku sedih, karena hidupku saja sudah sedih. Ngapain ngurusin kesedihan orang. Mending baca buku Lucas yang berjudul Danger Line, gara-gara tulisan Lucas yang itu, membuatku jadi ketagihan baca gendre thriller.

Ada notifikasi masuk, kubuka dan ternyata ada pesan masuk dari nomer yang pernah menerorku dengan cara mengirim foto Lucas sedang berciuman. Mending jika isinya penting, isinya hanya huruf P. Membuat aku menyesal, membuka pesan. Dulu, aku akan memblokir nomer ini tapi tidak jadi, jaga-jaga kalau Amanda mengganggu, aku ingin cari informasi lebih lanjut tentang mantan Lucas itu. Bahkan, bisa saja ini nomer Amanda yang gabut kirim fotonya sendiri saat masih bersama suamiku dulu.

"Kamu Amanda bukan, sih?" Aku coba kirim pesan.

"Bukan, saya seseorang yang peduli sama kamu. Cuma mau kasih tahu, suamimu beberapa kali menemui Amanda."

"Aku udah tahu. Dan maaf, kalau kamu niat bantu jangan kasih info setengah-setengah. Nanti jatuhnya kamu fitnah Lucas."

"Saya janji, kalau Amanda dan Lucas bertemu lagi. Bakal kirim update lokasinya sama kamu."

"Ya udah, terserah kamu aja, lah."

Aku sebenarnya sangat penasaran, tapi tidak aku perlihatkan. Berpura-pura masa bodoh dan memiliki hati yang kuat, walau sebenarnya hatiku sudah remuk dari kemarin-kemarin. Aku khawatir dia benar-benar Amanda, pasti dia menertawakan aku, dengan kebodohanku bertahan dengan pria yang tidak menaruh hati.

Oh iya, aku sudah melihat foto profil  WhatsApp milik Amanda di smartphone milik Lucas. Wajahnya blasteran, dengan tatanan rambut kekinian dan style fashionable. Tidak sulit baginya mendapatkan pria single. Namun sayangnya, dia memilih merendahkan derajat dengan mendekati Lucas.

***

Setelah shalat subuh, aku meringkuk kembali di kasur, lelah menerpa sehingga aku ingin berlama-lama tiduran. Padahal aktifitas kemarin tidak banyak. Namun, energiku seolah terkuras seluruhnya. Beruntung, hari ini Lucas libur, aku tidak harus cepat-cepat pergi ke dapur.

Aku melihat Lucas berada di sampingku. Tapi bukan menghadap ke arahku, melainkan sedang merapikan perlengkapan, seolah dia akan pergi pagi hari.

"Aku belum buat sarapan, Mas."

"Gak apa-apa, aku bisa beli di luar."

Aku bangkit dari kasur, mendekat ke arahnya walau pun tubuh terasa letih. "Aku gak enak badan. Malas ngapa-ngapain. Boleh gak bikinin nasi goreng dulu, bentar?"

Lucas mengecup puncak kepalaku. "Sorry, mungkin lain kali. Temenku udah nungguin, nih. Kita ada janji pagi-pagi."

Aku menggigit bibir bawah, entah mengapa pagi ini aku manja sekali padanya. Aku bersandar di bahunya, memeluk tubuhnya supaya dia tidak bisa kemana-mana. "Temani beli makan, yuk!"

"Flo, kamu bisa delivery order dulu sarapan kalau lagi malas masak dan malas beli makanan di luar. Atau aku pesankan bentar, ya!"

Lucas membuka aplikasi Go Mamam, aku melihatnya dari samping. Kemudian, dia menyuruhku memilih menu sarapan. Aku klik salah satu yang aku mau, beserta cemilan lain.

"Aku pergi sekarang, Sorry!" Lucas melirik jam di dinding. Sepertinya dia benar-benar ada janji. Kemudian, dia mengecup kepalaku kembali. "Hati-hati di rumah, jangan kelayapan."

"Iya, iya. Gak akan, kok."

Lucas pergi. Sementara aku menunggu pesanan makanan sambil tiduran di sofa. Tanganku bergerak memainkan smartphone. Pekerjaan rumah menumpuk, tapi aku abaikan. Selang beberapa menit, sarapanku datang. Aku membuka bungkusan bubur ayam spesial tersebut. Akan tetapi, mendadak aku hilang selera karena aromanya yang tidak aku sukai. Aku hanya mengaduk, dan lama-lama dimakan juga hanya karena takut mubazir.

Sepertinya aku harus berobat. Ada yang salah dengan lidahku dan juga tubuhku.

Aku menyisir rambut, berdandan secukupnya, memilih pakaian yang nyaman dan tertutup. Tak lupa, aku mengirim pesan pada Lucas. "Aku ijin mau berobat ke klinik. Aku yakin pekerjaan rumah bakalan terbengkalai kalau gak segera berobat."

"Ya, jangan naik motor. Pesen grab aja, ya, sayang!"

"Oke."

Ada kendaraan motor di rumah, khusus digunakan kalau pergi jarak dekat atau belanja ke mini market. Lucas menyuruhku naik grab karena kliniknya memalui jalan raya utama. Mungkin, dia khawatir jika aku jalan sendiri pakai motor. Aku menyetujui sarannya.

Belum sempat aku pesan grab. Akan tetapi, perutku bergejolak. Aku ingin mengeluarkan isi di dalam perut. Aku segera berlari ke kamar mandi, karena rasa mual sudah naik ke tenggorokan. Aku ingin muntah, tapi perut masih dalam keadaan kosong sehingga hanya air yang keluar. Melihat wajah diri sendiri pucat saat menatap kaca depan Wastafel, membuatku menaruh kedua tangan di atas pipi. Menguatkan diri, bahwa aku baik-baik saja.

Aku berlari ke kamar dan kembali meringkuk, tidak jadi pergi ke mana-mana karena malas.

***

"Cepat pulang! Aku gak ingin sendiri di rumah. Anterin berobat dulu, dong! Aku tadi pagi gak jadi ke klinik. Malas." 

Pesan itu kukirim jam 15.30. Lucas tidak menjawabnya walau sudah satu jam berlalu karena ceklis satu dari tadi. Aku kesal padanya, aku tahu dia senang menghabiskan waktu di luar. Namun, saat aku gak enak badan kaya gini, harusnya dia pulang lebih awal.

Ada notifikasi masuk. Aku terlanjur girang duluan. Tadinya kupikir Lucas menghubungi ternyata nomer yang kuberi nama Gaje itu mengirim chat.

"Flora, sesuai janjiku. Aku kirim lokasi suamimu. Dia menemui Amanda lagi hari ini. Kamu bisa cek sendiri, tapi jangan bar-bar, ya! Jika kamu mau labrak mereka."

Teks selanjutnya, ada link di mana kontak tersebut mengirim lokasi sebuah pantai yang bisa ditempuh dalam waktu 45 menit jika tidak macet.

Ada-ada aja Lucas, aku lagi sakit gini malah nambah-nambah penyakit. Kakiku gemetar, dadaku berdegup kencang hanya karena membaca pesan tersebut. Tadinya, aku masih positif thinking bahwa kontak Gaje hanya menerorku saja. Tapi nyatanya, dia kirim lokasi di mana Lucas berada. 

Aku tidak ingin perasaan ini digantung lagi. Ini adalah kesempatanku untuk tahu segalanya. Bukan lewat prasangkaku saja. Walaupun kaki lemas hanya sekadar untuk melangkah, aku paksakan pergi juga.

Aku juga begitu penasaran, ingin lihat langsung tampang wanita yang dicintai Lucas. Apa reaksi dia saat melihat aku datang. Apakah so manis seperti di telepon?

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Gusty Ibunda Alwufi
kasian flora pasti lagi bawaan hamil. ya pas hamil liat suami sm pacar lamanya. duh hd baoer dan marah sm lucas
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status