Home / Romansa / Pernikahan Hampa / 12. Lucas adalah Kehangatanku

Share

12. Lucas adalah Kehangatanku

Author: Mira Restia
last update Last Updated: 2021-03-31 03:01:04

Ini tempat umum, Lucas masih saja berdiri menatapku dengan tatapan tajam dan menghakimi. Seolah aku istri yang bandel, beberapa pasang mata menatap penuh cibir pada kami. Membuat aku menjadi kaku, tidak bisa membela diri. Aku takut saat membela diri suara Lucas akan meninggi di sini. Walaupun kemungkinan kejadian seperti itu kecil, karena Lucas biasanya akan menjaga wibawa di hadapan umum. Entah jika dia sedang terlalu kesal, atau kesabarannya sedang runtuh.

"Duduk dulu, Lucas!" Alan berkata pada Lucas membuatku sedikit lega.

"Gak usah, Kak. Gak apa-apa. Kami harus langsung pulang."

"Flora bisa balik bareng gua, kok. Gua kan kakaknya."

"Gak apa-apa. Flora biar pulang sama gua aja, Kak."

"Aku tidak mau. Aku mau pulang bareng Kak Alan aja."

Alan menatap ke arahku, memberi kode lewat mata supaya aku pulang bersama Lucas. Aku tidak mau, aku malas.

"Kenapa gak mau, Flo? Ini sudah sore, nanti kita bisa kemalaman di jalan."

"Gak apa-apa, justru aku ingin lihat suasana jalan raya saat malam hari."

"Kamu ada-ada aja, apa anehnya lihat jalan raya malam hari. Aku tiap hari malas lihat jalan raya malam hari."

"Ya, itu bagimu. Tidak bagiku yang sudah menghabiskan waktu hanya di rumah saja selama setahun. Kaya jin penunggu rumah aja."

Lucas tertegun. Entah memikirkan apa. Sukur-sukur kesindir. Tiap Minggu pergi bersama teman-temannya lalu membuat weekend-ku sepi sendiri. Jangankan buah tangan. Paling-paling cuma bawa satu set pakaian kotor habis jalan.

"Ya sudah, kamu ingin menikmati malam di mana? Biar aku temani." Kata Lucas, setelah cukup lama dia melamun. 

"Aku ingin melihat gemerlap lampu pusat kota dari atas bukit dekat sini. Tapi pengen bareng Alan."

"Bareng aku aja."

"Tidak mau, aku ingin sama Alan."

Alan menatap sendu ke arahku. Dia pasrah, tidak ikut campur dalam diskusi kami.

Lucas lebih mendekat, tampangnya galak sekali. Aku menyesal sudah membantahnya, apa aku akan ditampar olehnya di hadapan banyak orang? Aku memejamkan mata saat melihat tangan kekar Lucas bergerak ke arahku. Tubuhku merespon lain stelah itu, secara tak sadar tangan ini melingkar pada leher Lucas karena takut jatuh, saat tahu-tahu Lucas sudah menggendongku.

"Kami pulang dulu, Kak." Lucas berkata pada Alan.

"Ya, hati-hati, Bro. Jaga adik gua baik-baik. Mohon maaf jika dia masih kelanak-kanakan. Tolong dimaklum, ya."

Alan so tahu. Dia mana tahu kisah kami yang sebenarnya. Aku yang selalu menjaga kehormatan Luas. 

Aku memendamkan wajah pada leher Lucas. Merasa malu saat menyadari tatapan orang di sekita padaku. Tatapan mereka beragam, ada yang berbinar-binar, mungkin baginya kami romantis. Namun ada pula yang memasang wajah ingin muntah, pasti dia geram dengan tingkah laku kami. Selanjutnya, aku tidak berani menatap orang-orang karena terlanjur menyembunyikan wajah di leher Lucas.

Lucas menggendongku sampai parkiran mobil. Dia menurunkan aku dengan kasar.

"Dasar manja," umpatnya

Huh, padahal saat ada Alan sikap Lucas berubah sedikit manis. Sekarang, barulah ketahuan aslinya. Lucas menaiki mobil, aku pun demikian. Saat di dalam mobil, aku lihat tangan Lucas sibuk mengetik sesuatu. Aku menggeser badan berniat mengintip, rupanya dia sedang membuka Google map. Apa dia tidak tahu arah jalan pulang? Mustahil karena dia bukan butiran debu.

"Kamu lupa jalan pulang, Mas?" tanyaku.

"Enggak. Aku lagi cari penginapan sekitar sini yang bisa lihat gemerlap lampu kota dari bukit. Bukannya katamu ingin lihat."

"Enggak, tadi aku asal bicara aja. Pulang, yuk! Kamu besok harus kerja."

"Jatah cutiku masih banyak."

"Duh, pulang aja, deh."

"Aku udah dapet tempatnya. Udah aku pastikan ada kamar kosong di penginapan itu." Lucas mulai mengemudi, setelah bicara demikian.

"Aku gak bawa baju ganti, gak usahlah ke penginapan segala."

"Kayanya tidur gak pakai baju lebih sehat. Kita bisa saling menghangatkan."

"Oh, My God. Otakmu, Mas."

"Why? Kamu istriku. Bebas, lah."

"Mending cari aja baju ganti di pusat perbelanjaan. Baju buat pulang besok gimana? Masa pulang berlibur stelan ke kantor. Bajunya bekas pakai lagi, duh."

Lucas menautkan alis. "Iya, ya. Kok, kamu kepikiran sampai situ, sih?"

"Semua istri pikirannya sama, penuh perencanaan," jawabku bangga.

Lucas tersenyum. "Oke, kita ke toko pakaian dulu."

***

Berbagi malam bersama Lucas di tempat wisata adalah hal yang asing bagiku. Aku menatap gemerlap lampu dari kejauhan, dari bukit saat malam hari sesuai permintaanku. Aku harus berterimakasih pada Lucas akan hal ini.

"Flo, kamu beneran cuma ingin lihat lampu doang, gak niat melakukan hal lain. Cari makanan misalnya." Lucas berkata seperti itu sambil menyodorkan jagung bakar padaku.

"Makasih, Mas."

Dia merangkulku kemudian menarik ke dalam dekapannya dari samping. Sementara, aku sibuk makan jagung yang diberikan Lucas tadi. Udara dingin di tempat ini membuat tubuhku merespon dengan cepat apapun yang Lucas minta. Seolah, tubuhnya adalah kehangatan paling ampuh, mampu menghangatkan sampai ke hati yang selama ini sepi.

Malam hitam pekat, kilau bintang menjadi penerang terindah di sepanjang luasnya langit. Lucas berada di sampingku kini, membuat malam indah semakin sempurna karena kehadirannya. Tapi sayangnya, dia sumber rasa sakitku. 

Sejenak, aku bisa melupakan sikapnya yang semena-mena, tapi semuanya sementara. Luka itu hadir kembali saat ponsel Lucas berbunyi dan memperlihatkan gambar seorang wanita melakukan panggilan. Mataku masih awas, walau  dari samping aku tahu itu foto profil Amanda.

"Gak di angkat?" tanyaku.

"Biarkan saja."

"Gak apa-apa angkat aja. Terus bilang kita lagi ada di sini."

Lucas terdiam seperti patung. Kalau beneran patung sudah aku hancurkan dia menggunakan palu. Untung dia Lucas suamiku.

"Kenapa? Gak berani bilang gitu sama dia?" tanyaku, aku ingin beranjak pergi. Dan sialnya, Lucas malah mempererat pelukannya.

"Biarkan saja, dia hanya kepo soal Novelku."

"Apa dia kurang kerjaan?"

"Tolong jangan bahas dia, Ok! Kita ke kamar sekarang, aku ingin istirahat."

"Yuk!"

Kami berdua berdiri, menuju kamar kami. Lucas berbaring terlebih dahulu kemudian aku berbaring di sampingnya. Dia dengan sigap memeluk, sambil mengusap-usap perutku.

"Mas Mau?"

"Enggak. Sekarang bukan jadwalnya."

Aku tertegun, dia masih saja patuh pada jadwal dokter kandungan. Walaupun, selama satu tahun ini usaha kami belum ada hasil. Apa dia sangat ingin punya anak?

Aku jadi teringat, saat kumpul keluarga. Dia sering tersenyum saat melihat anak saudara ketika bermain. Bahkan, tidak segan untuk menggendong lalu mengajak jalan-jalan anak balita dari saudaranya tersebut. Aku tersenyum ketika ingat hal itu. Apalagi jika mengkhayal Lucas mengajak bermain anak kami kelak. Rasanya pasti luar biasa.

"Kamu kenapa tiba-tiba senyum sendiri, Flo?"

Aku menggeleng pelan. "Bukan apa-apa, kok."

"Oh."

"Mas, kamu ingin banget ya, punya anak dariku?"

"Ya iyalah, sayang. Aku ingin jadi seorang ayah. By the way, kamu masih belum mual-mual juga?"

Aku menggeleng. 

"Nanti kalau ada kerasa keluhan yang aneh, langsung di tes, ya!"

"Iya."

Aku tertunduk. Sebenarnya, sejak dulu aku pun sama ingin memiliki anak. Memberi anak untuk Lucas adalah impian paling indah yang aku punya. Akan tetapi, jujur saja aku berubah pikiran. Aku takut, di saat aku mampu memberi seorang anak untuk Lucas. Amanda malah datang merebut Lucas dariku. 

Banyak berita seperti itu di media. Membuatku merasa ketakutan. Takut mengalami hal serupa. Dicampakan saat hamil.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Hampa   EXTRA PART - POV LUCAS

    Aku seakan bermimpi, saat membuka mata di pagi hari, dan yang pertama kali aku lihat adalah sosok wanita yang kucinta. Dulu, dia mengisi hati ini kemudian pergi dengan membawa luka. Aku tidak bisa mencegahnya walaupun sudah berusaha menahannya. Dia tidak setuju dengan tawaran yang aku berikan. Tawaran untuk berpoligami. Entahlah, aku merasa tidak ada yang salah waktu itu. Hatiku tetap ada untuknya. Lalu sudah aku katakan berulang kali bahwa menikahi wanita lain hanya sebatas alasan yang mendesak. Bukankah pria mempunyai hak jika mampu? Tapi istriku tidak mau peduli dengan apa pun alasannya. Amanda mantanku, dia kembali setelah cukup lama tidak berjumpa. Dia datang dengan tidak berdaya, sakit dan menyedihkan. Dia memintaku untuk melindunginya. Karena katanya, tidak ada satu pria pun yang mencintai wanita lumpuh dengan tulus. Karena akulah penyebab dia kecelakaan. Aku merasa bersalah mendengar kata-katanya. Dia memukul terus kakinya yang pincang, dan ha

  • Pernikahan Hampa   62. TAMAT

    Semua mata tertuju padaku bukan karena pernyataan Lucas, tapi karena aku tersedak dengan tiba-tiba. Wajahku pasti terlihat konyol saat ini, aku malu. Lucas memberiku segelas air putih dan aku menandaskannya dengan segera. Saat ada kalimat selamat yang terlontar dari mulut mereka secara bergantian, hatiku belum sepenuhnya sadar. Seakan Lucas sedang membuat konten prank di Chanel YouTube untuk menjahiliku. Tapi saat aku melirik ke arahnya dia nampak serius. Kami pulang. Sepanjang perjalanan pulang Lucas nampak tersenyum. Pria gila itu selalu berhasil mewujudkan keinginannya. Sementara aku mendadak gugup, tak berselera untuk bicara namun jiwaku terasa hangat. Walau caranya membuat aku jengkel, tapi aku suka saat dia meminta aku kembali jadi miliknya. Lucas menerima panggilan telepon, entah dari siapa. Namun raut wajahnya nampak lesu dan risau. "Huh, merepotkan!" umpat Lucas. "Ada apa?" tanyaku ragu-ragu. "Papah masuk rumah sakit, dia pecah pembul

  • Pernikahan Hampa   61. Lucas Membawaku Bersamanya

    Aku paham, butuh waktu cukup lama untuk seseorang memahami isi hati orang lain. Begitupun bagi Andrean, meskipun Lucas sudah merangkul dan meminta maaf. Dia mematung, tidak ada minat sedikitpun untuk berbicara dengan Lucas. Tak lama dia memilih pulang. Dia hanya pamit kepadaku dan tidak menanggap Lucas ada di dekatnya. Lucas menatap punggung Andrean hingga menghilang. Tertunduk dan melamun, mungkin saja Lucas ingin hubungannya baik seperti dulu kala. Menjalani masa kecil bersama, sekolah dan masuk universitas yang sama dan kini hubungannya retak hanya karena masalah hati. Aku paham pahitnya ditinggalkan sahabat sendiri. Cukup lama aku dan Lucas berada di ruang yang sama namun memilih saling diam dari tadi. Akhirnya Lucas menatap ke arahku dan tersenyum. "Flora, lagi sibuk? Apa bisa minta waktumu sebenar saja buat ikut denganku?" Aku tersenyum, tidak biasanya dia meminta waktuku dengan sesopan itu. Lucas berkata kembal

  • Pernikahan Hampa   60. Membesarkan Anak Sendiri

    Aku melempar pakaian Lucas ke lantai di kamar. "Cepat pakai pakaianmu! Memalukan! Mentang-mentang tidak ada Renata, so merasa jadi anak muda? Jangan coba-coba tebar pesona padaku! Tidak akan mempan." "Siapa yang tebar pesona? Terus menurutmu, cara pakai handuk seorang bapak satu anak bagaimana? Apa dililitkan di leher, hah? Atau diikat pada dua kaki seperti orang yang sedang diculik penjahat? Kamu akan lebih menjerit histeris jika melihat aku seperti itu." Ah sialan, kenapa Lucas berkata seperti itu aku malah membayangkan Lucas melilitkan handuk ke leher dan kaki. Aku jadi frustrasi membayangkan visual aneh itu. Sepertinya Lucas melangkah mengambil pakaiannya yang tercecer. Entahlah, setelah dengar ocehannya aku langsung menutup pintu tanpa menatap ke arahnya. Kemudian aku menyeduh macchiato untuk kami berdua. Lucas keluar kamar dengan stelan casual warna denim. Seingatku, pakaian itu aku yang pilihkan, belanja di online shop saat ada diskon dan grati

  • Pernikahan Hampa   59. Roti Sobek Lucas

    Lucas menggendong Andrean. "Mau kita buang ke mana pria brengsek ini?"Aku teramat resah, masa iya Lucas mau membuang Andrean seperti barang bekas. Apa mungkin dia akan melempar Andrean ke lapangan yang tandus seperti halnya membuang Amanda kemarin itu?"Jangan becanda, Lucas." Aku mengikuti langkah Lucas yang pelan karena beban di punggungnya."Kamu parkir mobil di mana?" tanya Lucas."Aku gak bawa mobil, mobil ada di parkiran Cofee Shop. By the way, aku hanya berniat membawa Andrean ke pinggir dekat pohon itu. Kita bisa taruh dia di sana saja, lalu pura-pura tidak tahu apa yang terjadi." Aku menunjuk pohon besar yang di depannya terdapat tong sampah."Andrean tidak akan muat jika masuk ke tempat sampah sekecil itu. Kita butuh TPS berukuran besar.""Ayolah, Lucas! Kamu tahu sendiri maksudku adalah taruh Andrean di pinggir pohon, supaya tidak menghalangi jalan. Bukan menaruh Dean di tong sampah."Lucas tersenyum, sambil terus berjalan

  • Pernikahan Hampa   58. Mantan Suami Rese

    Sejenak, aku merasa diri ini kehilangan akal sehat karena membiarkan mantan suami mengecup puncak kepalaku. Dan bisa-bisanya aku memejamkan mata menahan degup jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Bibir Lucas enggan berpindah selama beberapa menit, mungkin dia keterusan. Aku membuka mata, tersentak saat melihat ada orang yang lewat sehingga tanpa sengaja menyundul kepala Lucas. Menyisir rambut dengan jari, dan merapikan posisi baju yang hampir kusut. Aku hampir melupakan Lucas yang sedang meringis menahan sakit pada bibir. Dia menutup mulut dengan kedua tangannya, dengan ekspresi bodoh sedang menahan sakit. Lucas menatapku. "Agghh ... dasar cewek preman! Lihat ini! lukaku bertambah lagi di bibir. Apa bedanya kamu dengan scurity di kantor Papah?" Sembarangan, bisa-biaanya Lucas menyamakan aku dengan scurity kantor yang bertubuh besar. "Suruh siapa kamu begitu lancang mencium kepalaku? Lagian kamu pikir kepalaku juga tidak sakit beradu dengan

  • Pernikahan Hampa   57. Penuh Luka

    Saat itu, Ibuku yang selama ini tidak pernah tahu menahu urusanku tiba-tiba hadir di pemakaman mamahnya Lucas. Ternyata bukan tanpa alasan, karena Mamah Lusi yang memanggil beliau sebelum wafat. Hanya untuk menyampaikan satu permohonan terakhir sebelum melepas nyawanya satu Minggu yang lalu. Dia meminta aku dan Lucas rujuk demi kebahagiaan Renata.Aku diam sebagai tanda protes. Ibuku datang-datang menodong dengan permintaannya tanpa berniat memperbaiki hubungan dulu denganku. Dan apakah tidak pernah terbersit dalam hatinya, meminta maaf padaku? Maaf karena dulu berniat melenyapkan aku dari dunia ini. Walau belum lahir, tapi aku hidup di dalam perutnya. Untung usahanya gagal.Ibu berkata padaku dan Lucas, "Flora, Lucas! Ibu rasa permintaan Lusi adalah satu amanah yang harus dipenuhi. Kalian mungkin bisa menurunkan ego masing-masing karena sudah terikat oleh seorang anak."Aku berdiri, memberi senyum ke arahnya. "Ibu! Aku bukan orang yang dengan mudah terpengaruh

  • Pernikahan Hampa   56. Dilecehkan

    "Kenapa dari kemarin pesan dariku tidak kamu baca?" Andrean bertanya padaku saat dia berkunjung ke rumah tanpa persetujuan dariku.Satu pertanyaan itu membuatku tertekan. Aku masih terlarut dalam duka, dua Minggu yang lalu mamah Lusi meninggal, aku pun sedang malas menerima tamu. Namun dia tidak pernah mengerti. Ditambah, sudah ketahuan bahwa Andrean sekongkol bersama Amanda membuat aku tidak ingin menemuinya dulu.Andrean mencengkram pundakku. Aku menepisnya. "Tolong jangan kasar gini, Andrean! Aku mau istirahat, lebih baik kamu pulang saja!""Kita harus lanjutkan membahas pernikahan kita! Please!" Andrean mendesak."Tidak sekarang!""Kapan kamu bisa?""Tidak sekarang dan tidak juga untuk selamanya. Aku rasa kita lebih cocok jadi teman dan partner bisnis. Aku kehilangan kamu yang dulu. Kamu sudah berubah jadi over protektif padaku."Andrean meraup udara yang banyak disekitarnya, wajahnya nampak resah bercampur kesal. "Kamu pikir, aku

  • Pernikahan Hampa   55. Lucas Butuh Pelukanku

    Rungan ini pengap dan gerah karena tidak ada pendingin ruangan, ditambah melihat Amanda dari tadi meraung-raung seperti kucing di dalam karung yang hendak dibuang ke hutan, membuat kepalaku terkena sakit kepala sebelah gara-gara mendengar suaranya. Dia lebay dan bikin pusing, aku tidak bisa membayangkan bagaimana saat Amanda di samping Lucas. Pasti hidup Lucas bagaikan lelucon bernuansa tragedi.Aku membuka pintu untuk keluar dari tempat ini. Saat pintu terbuka aku melihat wajah Lucas yang penuh tanda tanya saat melihatku. Aku yakin, dia yang mengetuk pintu dari tadi.Lucas bertanya lirih setelah sebelumnya melirik ke belakangku ada Amanda di sana. "Ngapain kalian ada di tempat ini?""Lagi bicara sesuatu."Tangan Lucas bergerak, perlahan terangkat hendak menyentuh pipiku namun tertahan di udara, kemudian dia mengepalkan tangannya dan menaruhnya lagi ke tempat semula. Dia mendengus dan menyimpan semua hasrat untuk diri sendiri."Di sini panas, kamu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status