Share

14. Lucas Bermesraan dengan Amanda

Aku mencari keberadaan Lucas. Aku abaikan kondisi kesehatan yang kurang baik ini demi mengetahui fakta yang sesungguhnya. Kaki sudah semakin letih berjalan, tapi tetap saja belum melihat keberadaanya di mana.  Apa orang yang memberitahu Lucas ada di pantai ini berkata jujur? Jangan-jangan, aku kena prank lagi oleh nomer Gaje itu.

Semakin lelah, aku pun jongkok. Pasir putih ini, membuat kaki merasa sedikit terbebani. Aku kembali berdiri setelah beberapa detik termenung, berniat akan pulang karena tidak mendapat apa pun di sini, kecuali rasa letih.

Aku tidak jadi pulang, saat melihat di depanku ada pria mirip Lucas.

Dari jarak beberapa meter, aku melihat seorang pria sedang menggendong wanita muda. Wanita itu, nampak bahagia berada di punggung pria. Adegan yang aku lihat mirip drama Korea stairway to heaven. Aku menghampiri mereka, karena merasa kenal dengan t-shirt yang dipakai pria itu. T-shirt yang kemarin malam baru aku strika dan di simpan di lemari pada lipatan paling atas. Itu milik Lucas.

Seakan dicekik kenyataan, ternyata itu benar-benar Lucas, suamiku. 

"Mas Lucas!" Aku menyapanya sedikit keras.

Dia melirik. Terpaku tanpa suara ke arahku. Wajahnya tanpa ekspresi, tidak marah juga tidak takut saat menatapku. Wanita yang berada di punggung Lucas juga menatap ke arahku, dia semakin mempererat pelukan pada bahu suamiku. Apa-apaan ini bisa-bisanya Lucas memanjakan wanita lain seperti ini? Bahkan, aku belum pernah pergi ke pantai bersama Lucas.

Lucas berbalik badan dan melangkah menjauh tanpa berkata apa-apa. Apa Lucas masih waras? Aku datang bukannya menurunkan wanita itu dulu. Malah lanjut bermesraan membuatku ingin muntah dan meledakan ke dua orang itu dengan granat.

Aku mengikuti mereka dari belakang, sambil sesekali mengusap air mata yang entah sejak kapan sudah membanjiri pipi. Pandangan mata berkabut. Namun aku harus menyelesaikannya sekarang. Aku ingin bercerai. Aku ingin melabrak mereka terlebih dahulu.

Dalam langkah yang semakin berat, dalam detak jantung yang sulit untuk stabil kembali, mata ini menangkap sesuatu yang ganjil. Amanda hanya memiliki satu kaki. Apa yang harus aku lakukan? Alam akan mempermalukan ku kalau aku sampai melabrak seorang wanita yang sudah tidak bisa berjalan.

Aku mendengkus. Saat melihat Lucas menurunkan Amanda di depan kursi roda dan membantunya untuk duduk kembali dengan tenang. Lucas bersimpuh di depan kursi roda, aku bisa merasakan Lucas memberi ketenangan pada Amanda "Aku mau temui istriku bentar, ya!"

"Iya, silakan."

Lucas berdiri, berbalik ke arahku. Aku mengusap air mata sialan yang tidak bisa dihentikan ini.

"Kamu diam-diam nyelidiki aku, Flo?"  tanya Lucas.

Aku jawab sambil terisak. "Sudah ketahuan pun kamu masih nyalahin aku?"

"Ya, bukan itu maksudku." Lucas menggaruk kulit kepala. Dia gelagapan. Baru kali ini aku lihat tampang dia yang konyol.

"Sudah aku bilang, aku gak punya ruang untuk membela diri. Silakan, sesuka hati kamu. Aku ingin pisah."

"Flora, jangan berkata yang macam-macam. Aku tidak akan menceraikanmu sampai kapan pun."

"Egois."

"Aku hanya mengajak dia main ke sini. Dia ingin melihat pantai, aku sebatas membantunya mendekati ombak, karena dia suka."

Aku meringis mendengarnya. "Memangnya harus sama kamu? Kalau gak salah, Mas Dean juga kenal sama Amanda. Kenapa gak Mas Dean aja yang ngajak dia ke pantai?"

Lucas terdiam. Pria dengan beragam alasan ini kehabisan stock kata-kata. 

"Kamu bahkan nekad pergi walau tahu aku sedang sakit. Sekarang pun masih sakit. Memangnya cinta banget sama wanita itu?"

"Kamu masih sakit, Flo? Sudah diminum obatnya?" Lucas mendekat ke arahku menyentuh dahiku. Namun aku tepis.

"Aku gak jadi berobat. Coba cek WA makannya bukannya pacaran terus sama dia."

"Hapeku gak aktif." Lucas menatap ke atas langit dan sekitar kita. "Udah mau malam, pulang, yuk!"

"Kamu gak niat lihat matahari terbenam sama Amanda? Pasti aku ganggu momen romantis kalian, ya. Hahaha." Aku tertawa frustasi.

"Ikut pulang denganku, Flo!"

Lucas mengajakku tapi dia menghampiri Amanda. Sepertinya, Lucas lebih khawatir dengan kesehatan Amanda. Lucas mendorong kursi roda milik Amanda.

Aku menghampiri, ada perasaan tidak rela saat Lucas menjaga mantannya. Lebih baik, aku yang mendorong kursi roda daripada melihat Lucas yang melakukannya. Seolah, aku melihat Lucas yang diperbudak cinta tapi bukan padaku.

"Sin, aku yang dorong!"

Lucas mengalah, membiarkanku melakukannya. 

"Terimakasih banyak, Mbak Flora." Ular ini berkata ramah padaku. Apa-apan maksudnya."

"Lebih baik kamu jangan berkata apa pun padaku. Kalau tidak, aku akan membuatmu tersungkur hingga tewas." 

Aku lirik Lucas, dia tidak bereaksi apa pun. Pasti dia tahu, aku tidak serius dan tidak akan pernah berani melakukan hal demikian. Walaupun seluruh hatiku sudah hancur, tak terselamatkan.

Kami berjalan bertiga, Lucas tidak berbicara sedikitpun. Saat kulirik tatapannya hampa, kesedihan terpancar dari matanya. Kenapa saat bersama Amanda dia menjadi pria luluh dan melankolis. Sementara saat bersamaku, dia menjadi pribadi yang tegas dan berwibawa. Aku penasaran, seperti apa hubungan mereka di masa lalu.

Saat, sudah di depan pintu mobil. Lucas menggendong Amanda, kemudian membantunya duduk di dalam mobil. Hatiku tersayat kembali, sudah cukup pemandangan ini kusaksikan. Malah semakin menyesakan hati. 

Aku memundurkan langkah, di saat Lucas sedang sibuk dengan Amanda. Berjalan lunglai entah ke mana tujuan, yang penting menghilang dari kehidupan mereka. Sudah aku putuskan, aku tidak akan kembali ke rumah itu lagi.

Aku terisak kembali, sambil terus berjalan. Sesekali perutku bergejolak, isinya minta dikeluarkan. Aku bahkan baru ingat, bahwa aku belum makan dari pagi. Setelah berhasil memakan bubur ayam tadi pagi dengan terpaksa, aku malas makan apapun kecuali rujak yang aku berhentikan saat penjualnya lewat di depan rumah.

Sementara, langit semakin menghitam. Sebentar lagi akan malam. Dan aku masih di tempat ini sendirian. Kepala berdenyut sakit, pandangan sedikit kabur, keseimbangan berjalan mulai terganggu. Aku tak kuasa melangkah lagi, berniat mencari tempat duduk tapi terlanjur ambruk duluan.

Seseorang memegangi aku. Lalu mengangkat tubuh ini yang sudah lemas. Aku melihat manik pria itu lekat menatap ke arahku tampak khawatir. "Flora, kamu gak apa-apa?"

"Dean?"

Dean membawaku entah ke mana. Aku sebenarnya tidak mau digendong oleh pria selain suamiku. "Turunkan aku, Dean!"

"Berjalan saja kamu sulit, Flo. Kamu benci banget sama aku, sampai ditolong pun gak mau?"

"Bukannya kaya gitu, kita bukan muhrim. Aku risih."

"Ini lagi darurat, ijinkan aku menggendongmu sampai naik ke mobilku. Aku antar pulang."

"Oh, gitu. Maaf merepotkanmu. Jadi Lucas berlibur bertiga sama kamu juga?"

Dean tidak menjawab pertanyaanku. Itu artinya, dia tidak berlibur bersama mereka. Sedikit aneh memang, kalau tidak berlibur bersama. Kenapa Dean bisa ada di tempat ini?

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
ngeselin banget sumpah..d bikin gregetn
goodnovel comment avatar
Ilham Zia
iyaaaa.........
goodnovel comment avatar
Erhin Erhina
jdi perempuan kok oon
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status