"Tolong cepat pergi dari sini. Aku hanya mengijinkanmu untuk numpang mandi, bukan numpang tidur!" Aku berkata pada Lucas yang sudah berbaring sambil memejamkan mata di kasurku.
Lucas memakai celana pendek, dia berbaring sangat santai dan nyaman di kasur tanpa persetujuanku. Bukan Lucas namanya kalau tidak bertindak sesuka hati, untung tidak loncat kesana-kesini, hiraukan semua masalah di bumi ini. Dengan kipas angin yang sudah dia pindahkan lebih dekat ke sampingnya. Ya, di kamar memang ada kipas angin.
"Aku tahu kamu tidak tidur, pergi dari kasurku, cepat!"
Lucas membuka mata, wajahnya nampak segar, karena memang dari tadi tidak tidur. Dia tidak menatap ke arahku, seolah aku ini tembus pandang. Tangannya menggapai nakas yang terdapat foto pernikahan kami. Dia melihat potret itu sambil tersenyum, lalu berkomentar. "Kamu cantik."
Aku memicingkan mata, dasar pria modus, memangnya dengan bilang aku cantik terus aku jadi rela dimadu. Jangan mimpi. "Kamu
Aku terbangun tengah malam. Melirik ke samping, Lucas sudah tidak ada. Tadi, setelah Lucas ketiduran aku pun juga tidur karena lelah. Kami tanpa sengaja tidur berdua lagi, tapi kini dia sudah tidak ada rupanya. Ternyata bukan hanya Lucas yang menghilang, kipas angin di kamarku juga ikut menghilang. Pantas saja gerah.Aku menggeliat, kemudian bangkit dari ranjang dengan perut yang kosong belum terisi sejak sore. Aku terlalu lelah hingga mengabaikan perut sendiri. Akhirnya aku pun melangkah menuju luar kamar, setelah sebelumnya berdiam diri karena setengah kesadaranku masih belum terkumpul sepenuhnya.Di ruang tengah aku mendapati kipas anginku beserta orang yang sudah mencurinya dari kamar. Lucas bersila kaki sambil membuka laptopnya. Di sampingnya ada satu piring nasi goreng, entah kapan dia beli nasi tersebut, mungkin saat aku tidur.Perutku berbunyi. Terlebih, saat melihat nasi goreng di samping Lucas.Lucas melirik ke arahku. "Hallo, Flora. Kamu
Aku sedang merapikan pakaian, karena Alan sudah menjemputku. Dia datang bersama Ririn. Ririn membantu merapikan perlengkapan lain dan membersihkan kontrakan sebentar."Baju siapa ini, Flo? Kamu bawa masuk laki-laki ke kontrakan? Jangan macam-macam, kamu sedang hamil Dan kamu pun belum resmi bercerai dari Lucas." Alan berkata sambil mengangkat kemeja dan celana milik seorang pria.Aku yang sedang memasukan pakaian ke dalam tas mendongak menatap Alan. Baju itu milik Lucas yang tertinggal. Atau mungkin, Lucas sengaja meninggalkannya supaya aku mencucinya dan dia gunakan untuk ganti pakaian kalau ke sini lagi."Hei, jawab aku, Flo. Kamu pacaran dengan pria mana?""Itu baju milik Lucas, Kak.""Serius? Jadi Lucas ke sini? Apa dia menyakitimu, Flo?""Enggak, dia hanya membujuk aku kembali tinggal bersamanya, sekalian memintaku untuk mau dimadu dengan Amanda.""Jangan mau, Flo. Serakah banget, sih Lucas. Kamu kurang apa coba, sampai dia nyari wanita
Satu bulan aku tinggal di sini. Bertahan menghidupi diri sendiri sambil membawa bayi yang masih di dalam perut. Aku belajar mengikhlaskan masa lalu, menata masa depan untuk bisa hidup dengan layak bersama buah hati.Sedikit berhasil, hatiku mulai damai. Kegiatan baruku yang lumayan padat sudah berhasil melenyapkan serpihan-serpihan memori masa lalu yang menyakitkan. Berawal dari pengkhianatan aku beranjak bangkit.Aku bekerja di percetakan milik Alan. Job description yang diberikan Alan untukku juga tidak terlalu melelahkan. Rekan-rekan di sini juga baik padaku. Mungkin, karena mereka tahu aku adiknya Alan. Aku merasa beruntung memiliki kakak sebaik Alan. Jika di tempat lain pasti aku tidak mungkin bisa bekerja, karena ijazah miliku saja masih ada di rumah milik Lucas, beserta berkas penting lainnya yang kadang aku butuhkan.Aku melirik jam tanganku jam lima sore. Sudah waktunya pulang dari 10 menit yang lalu. Aku merapikan mejaku sebentar, kemudian berniat p
Dean mengatakan bahwa dia mencintaiku, dia bersimpuh sambil menggenggam erat tanganku. Hal itu membuat Lucas tersulut emosi. Entah sejak kapan Lucas berdiri di situ, degup jantungku tidak bisa stabil karena kehadirannya. Apalagi saat dia mendekat sambil mengepalkan tangan ke arah Dean. Jangan sampai mereka bertengkar di sini, hidupku makin tidak tenang jika hal buruk itu terjadi."Dean, sudah gua bilang tadi untuk lepaskan tangan Flora. Kenapa gak lo turuti? Cari mati, hah?" Lucas mengangkat kerah baju Dean.Aku meringis melihat ulah Lucas. "Lucas, lepaskan Dean!"Lucas menghajar Dean di depan mataku, membuat aku memekik dan kebingungan untuk menghentikannya. Aku mau mendekat pun takut jika emosinya sedang memuncak. Dean sama saja, malah ikut memukul Lucas dasar pria-pria brutal."Akan aku laporkan kelakuan kalian pada Alan kalau berani berkelahi di tempat tinggalku." Aku berteriak, dan untungnya berhasil menghentikan mereka.Mata Lucas tida
Lucas menemaniku saat aku menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit. Wajahnya yang resah enggan pudar dari tadi. Pasti dia sangat khawatir dengan kondisi anak kami.Aku tadi sudah diperiksa radiologi hasilnya bayi di perutku aman, degup jantungnya stabil. Mendengar itu hati ini menjadi lega. Walaupun sejak tadi bergerak gelisah karena rasa sakit di punggung dan juga kram perut tidak juga hilang. Itu adalah kontraksi palsu, aku baru mengetahuinya barusan sehingga sempat panik.Selain itu, aku disuruh bed rest selama satu Minggu, menurut pemeriksaan aku terlalu banyak pikiran dan kelelahan. Memang aku akui, dari awal hamil terbebani banyak pikiran dan kurang istirahat.Malam ini, tidak ada jadwal dokter spesialis kandungan. Harus tunggu besok jika pemeriksaan lanjut, kebetulan jadwalnya pagi. Lucas memohon padaku untuk melihat rekaman hasil USG secara langsung. Aku mengabulkan, walaupun sebal dengan tampangnya tapi bagaimanapun dia adalah ayah kandung anak ini. D
"Flora, anak kita perempuan." Lucas berkata padaku, saat kami sedang berjalan berdua menuju tempat parkir."Aku sudah tahu dari bulan kemarin."Lucas tertegun ekspresi bahagianya perlahan memudah saat mendapat jawaban ketus dariku. "Em, walau hanya dari USG tapi kelihatan garis wajahnya mirip banget sama Ayahnya, ya! Alhamdulillah.""Iya mirip banget, gak apa-apa. Biar jadi kenangan abadi bahwa aku pernah hidup bersamamu meskipun hanya dua tahun kurang.""Flora?" tanya Lucas resah."Kamu pulang aja sendiri! Aku mau dijemput Alan. Aku udah kabulkan permintaanmu buat lihat anak kita tadi, jangan minta yang lain-lain lagi. Apalagi sampai minta aku kembali.""Aku akan antar kamu pulang.""Kamu kan banyak urusan, termasuk milih desain undangan bareng Amanda. Belum lagi nanti harus milih baju pengantin yang cocok. Emang kapan kalian menikah?""Masih agak lama, sekitar dua bulan lagi.""Oh, pas banget sama HPL aku juga dua bulan l
Tangan bergetar membaca chat ayahnya Lucas, aku tahu dari dulu dia jaga jarak dan sedikit sinis padaku, tapi aku tidak menyangka perkataanya jahat seperti itu. Selama ini, Lucas membuat seolah-olah kedua mertuaku menyayangiku. Aku tahu bagaimana Lucas, tidak mungkin dia menyampaikan ulang apa yang dikatakan ayahnya.Aku membaca balasan pesan dari Lucas untuk ayahnya. "Aku bisa menuruti kemauan papah buat jaga Amanda. Tapi tolong jangan pernah hina Flora. Kalau papah menyakiti hati Flora sama saja dengan menghancurkan aku."Aku dengan segera mengeluarkan aplikasi WhatsApp milik Lucas. Aku tidak mau tahu lebih dalam lagi dengan keluarga itu. Aku orangnya sensitif jika dihina, daripada nantinya ada sumpah serapah buat bapak tua itu dari mulutku, malah aku yang dosa.Namun setidaknya aku tahu Lucas ternyata membelaku di hadapan ayahnya. Jujur saja, aku bahagia mendengar balasannya.Aku melanjutkan istirahat. Kasian anak di dalam perutku ini, sepanjang
Ruang gerakku semakin hari semakin sempit, kaki terasa berat untuk sekadar melangkah. Saat berbaring pun semakin tidak nyaman, sudah mencoba berbaring ke kiri dan ke kanan rasanya pegal di panggul tidak juga hilang. Aku beranjak dari kasur, mencoba berjalan kaki ke depan kontrakan supaya otot tidak kaku.Di depan kontrakan seorang wanita muda mondar-mandir meneliti tempat tinggalku. Rautnya tidak ramah sama sekali, aku menghampiri ingin mengetahui siapa dia. Setelah kuingat-ingat lagi, aku tahu orang itu dia Serly teman sekelasku. Kami tidak akrab sejak dulu, kenapa dia bisa ada di sini?"Kamu Serly, kan?" tanyaku memberanikan diri.Serly mengibas rambutnya, kegerahan. "Iya."Serly masuk ke pekarangan kontrakanku seolah mencari sesuatu atau mungkin mencari seseorang."Kamu ada di sini cari siapa? Cari aku bukan? Mau masuk dulu? Akan aku buatkan minum."Serly merotasi bola mata, lalu membuang muka padaku. Menjengkelkan, memangnya apa salahku.