Beranda / Romansa / Pernikahan Hampa / 3. Lelah dengan Sikapmu

Share

3. Lelah dengan Sikapmu

Penulis: Mira Restia
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-25 08:28:17

Aku teringat sesuatu. Dulu, saat awal-awal pernikahan. Lucas menyebut nama Nda saat kami melakukan kegiatan intim malam. Aku nyaris senang, tadinya kupikir itu adalah panggilan kata Bunda yang disingkat jadi Nda. Akan tetapi, aku baru tahu sekarang. Dia salah sebut nama, sepertinya dia panggilan itu adalah panggilan kecil Amanda.

Hati ini terlanjur retak, semua tidak akan kembali utuh seperti sebelumnya. Aku meninggalkan Lucas saat kami sedang bersenggama di tengah malam. Dapat dilihat dari raut wajahnya, ada kesal yang tertahan. 

Aku tahu dia sedang berada dipuncak, dan aku malah tiba-tiba ijin pergi ke dapur dengan alasan tidak jelas. Sungguh, aku tidak mampu melanjutkan walau sekadar mencium bibirnya. Saat nama Amanda teringat hati ini sakit.

"Ayo, lah. Flo. Kamu jangan main-main. Untuk apa ke dapur tengah malam gini?"

"Lapar."

Lucas merapikan pakaiannya, wajahnya nampak marah. Memejamkan mata tapi dahinya berkerut tanda tak suka. Apa bisa tidur dalam keadaan seperti itu. Entahlah, aku tetap melangkahkan kaki ke dapur, meskipun aku tidak tahu akan melakukan apa di sana. Mungkin, menunggu Lucas terlelap tidur. 

Aku duduk, melamun. Aku ingin memperbaiki hubungan tapi sulit. Mungkin jika Lucas tadi sore serius minta maaf aku tidak akan sekacau ini. Aku baru tahu sifatnya, sangat sulit untuknya tulus meminta maaf. Dia memang meminta maaf, tapi rautnya sinis menatap ke arahku. Seolah, aku ini bukan istri yang penurut.

Ada langkah kaki seseorang, tidak ada orang lain selain kami berdua. Pasti itu Lucas, dia menyusulku ke dapur.

"Katanya lapar. Apa kamu makan dengan cara melamun?"

Berdebar, aku menoleh dengan terpaksa.

"Jawab aku, apa melamun bisa membuatmu kenyang?"

"Tidak." Aku memalingkan wajah.

"Aku tidak mengerti jalan pikiran wanita. Selalu mengungkit masalah yang sudah berlalu."

"Maksudmu?"

"Kamu masih marah dengan masalah tadi iya 'kan? Bukankah aku sudah buang foto Amanda di hadapan wajahmu. Masih kurang apa?"

Aku berdecak kesal. Aku tidak bisa membantahnya, terlalu takut saat menatap wajahnya saat marah. Walaupun, aku tetap dengan pendirianku, bahwa dia yang salah bukan aku.

"Mau lanjut?" tanyaku, aku menawarinya supaya meredam amarahnya.

"Kamu pikir, aku masih nafsu saat tahu kamu membohongiku dengan pura-pura lapar. Katanya nyari makanan di dapur, mana?"

"Kamu juga pikir, apa aku masih mau melakukan itu, saat aku tahu ada foto di laci kerjamu."

"Sudah kubilang itu foto lama."

Aku diam, berbicara dengan Lucas tidak ada ujungnya. Mungkin aku harus menemukan cara bagaimana supaya bisa pura-pura bahagia. Minimal, di hadapan keluargaku. 

"Ya sudah, mari kita kembali ke kamar."

"Kamu saja, aku malas. Mau ngerokok di belakang."

"Ya, sudah. Aku tidur duluan. Permisi!" Aku pamit ke kamar, langkahku tergesa-gesa, tidak ingin menatap wajahnya, aku khawatir tangisku pecah jika menatap matanya.

Memejamkan mata, saat tubuh ini sudah mengatur posisi di kasur. Akan tetapi, sulit sekali untuk benra-benar terlelap. Saat raga ini sudah bisa menyesuaikan dengan niat untuk tidur, Lucas malah memelukku dari belakang. Aku ingin menepis, tapi takut membuat dia marah. Hanya bisa membiarkannya, tanpa membalas pelukannya.

***

Lucas beberapa menit lalu sudah berangkat kerja. Aku merapikan rumah, kemudian menyetrika pakaian. Selama melakukan pekerjaan rumah, sekalian mengatur cara supaya bisa mengorek informasi tentang Lucas dan Amanda. 

Jawaban dari Lucas tidak memuaskan hati. Dia tidak menjelaskan Amanda adalah mantannya, atau dia hanya mengaguminya. Bahkan, lebih parahnya lagi, bagaimana kalau Amanda adalah pacarnya. Aku harus tetap waspada.

Kubuka profil Lucas di Facebooknya. Melanjutkan yang kemarin. Kemarin, aku hanya melihat postingan promo buku saja. 

Aku menatap foto profil suamiku, tersenyum seorang diri karena wajahnya begitu cool, dengan senyumnya yang khas. Aku sampai lupa, dia tidak memajang foto kami. Aku sudah scroll ternyata memang tidak ada fotoku di albumnya, beda denganku yang penuh dengan foto pernikahan kami, ya setelah acara pernikahan, aku tidak pernah foto bersama Lucas.

Mungkin, dia pakai fotoku sebagai foto profil. Sama saja, tidak ada juga. Aku tersenyum getir, tiba-tiba air mataku menetes tanpa sanggup aku bendung. Ternyata, dia sempat memakai foto profil dengan gambar Amanda, tiga bulan yang lalu. Ya Tuhan, itu masih baru.

Aku raih handphone, aku tidak peduli dia masih jam kerja. Aku langsung mengirim pesan bertubi, mengungkapkan isi hati. Siapa tahu dia dengar dan akhirnya sadar. Sesekali, aku menghapus air mataku.

Handphone bergetar, ada pesan dari Lucas, tumben sekali dia cepat merespon. Tadinya kupikir, dia tidak akan baca, aku tadi hanya mencoba mengungkapkan unek-unek, mau dibaca atau tidak urusan dia.

Kubaca balasan darinya. "Kamu lancang lihat akun Facebook-ku. Aku tidak suka."

"Aku juga tidak suka kamu bohongi aku," balasku.

"Kita sudah menikah, coba lebih dewasa. Sekarang kan foto profilku fotoku sendiri. Jangan diungkit-ungkit lah, cape."

"Amanda itu siapa?"

"Mantan."

"Kenapa foto mantan kamu simpan, sampai dijadikan foto profil."

"Tolong jangan tanyakan itu."

"Kenapa aku tidak boleh bertanya?"

"Karena kamu sudah tahu sendiri jawabannya. Dan jika aku yang jawab, aku sudah pasti hati kamu terluka."

"Oh."

"Yang jelas, aku sudah minta maaf. Dan ingin berusaha cinta sama kamu."

"Berusaha?"

"Iya."

"Kamu jadikan aku percobaan?"

"Enggak, kok! Aku ingin menikah dengan wanita baik kaya kamu. Aku tahu kamu sangat baik. Aku yakin, aku bakal jatuh cinta sama kamu."

"Jadi selama ini belum jatuh cinta?"

"Maaf."

"Kenapa maksain diri buat nikahin aku?"

"Aku udah mau kerja lagi, nih. Please jangan bahas ini lagi. Aku ingin bahagia sama kamu."

Kami akhiri berbalas pesan lewat WA. Tanganku masih saja bergetar, mendengar pernyataannya. Aku tidak bisa melanjutkan ini, tapi aku juga tidak mau menjada di usia muda. Lucas benar-benar sudah membuang waktu berhargaku. Diam-diam aku dijadikan dia sebagai alat untuk dirinya sembuh dari penyakit bucinnya pada Amanda.

***

Lucas pulang tengah malam, sepertinya dia sengaja menghindariku. Mungkin, dia pikir aku sudah terlelap dalam mimpi. Tanpa dia sadari, bagaimana bisa aku menikmati mimpi setelah dia meremukkan hatiku.

"Belum tidur?" Lucas bertanya saat dia melihatku masih berada di ruang tamu.

"Apa maumu?"

"Apaan, sih? Tidur sana!"

"Apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini?"

"Anak, aku ingin punya anak."

"Emang dulu sebelum bertemu denganku, kamu gak bisa buat sama Amanda aja?"

"Dia cuma mantan, keberadaannya saja gak tahu di mana. Bahkan mungkin sudah mati."

"Kenapa kamu jadikan foto profilmu, kangen?"

"Kamu kenapa kalau bertanya suka di ulang-ulang. Tadi siang juga nanya kaya gini."

"Karena kamu gak jawab, tadi."

"Kamu bisa tidak hargai aku? Aku sudah minta maaf bukan? Jika kamu terus mencerca suami sendiri. Jangan salahkan aku, jika tangan ini menamparmu. Paham?"


Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pernikahan Hampa   EXTRA PART - POV LUCAS

    Aku seakan bermimpi, saat membuka mata di pagi hari, dan yang pertama kali aku lihat adalah sosok wanita yang kucinta. Dulu, dia mengisi hati ini kemudian pergi dengan membawa luka. Aku tidak bisa mencegahnya walaupun sudah berusaha menahannya. Dia tidak setuju dengan tawaran yang aku berikan. Tawaran untuk berpoligami. Entahlah, aku merasa tidak ada yang salah waktu itu. Hatiku tetap ada untuknya. Lalu sudah aku katakan berulang kali bahwa menikahi wanita lain hanya sebatas alasan yang mendesak. Bukankah pria mempunyai hak jika mampu? Tapi istriku tidak mau peduli dengan apa pun alasannya. Amanda mantanku, dia kembali setelah cukup lama tidak berjumpa. Dia datang dengan tidak berdaya, sakit dan menyedihkan. Dia memintaku untuk melindunginya. Karena katanya, tidak ada satu pria pun yang mencintai wanita lumpuh dengan tulus. Karena akulah penyebab dia kecelakaan. Aku merasa bersalah mendengar kata-katanya. Dia memukul terus kakinya yang pincang, dan ha

  • Pernikahan Hampa   62. TAMAT

    Semua mata tertuju padaku bukan karena pernyataan Lucas, tapi karena aku tersedak dengan tiba-tiba. Wajahku pasti terlihat konyol saat ini, aku malu. Lucas memberiku segelas air putih dan aku menandaskannya dengan segera. Saat ada kalimat selamat yang terlontar dari mulut mereka secara bergantian, hatiku belum sepenuhnya sadar. Seakan Lucas sedang membuat konten prank di Chanel YouTube untuk menjahiliku. Tapi saat aku melirik ke arahnya dia nampak serius. Kami pulang. Sepanjang perjalanan pulang Lucas nampak tersenyum. Pria gila itu selalu berhasil mewujudkan keinginannya. Sementara aku mendadak gugup, tak berselera untuk bicara namun jiwaku terasa hangat. Walau caranya membuat aku jengkel, tapi aku suka saat dia meminta aku kembali jadi miliknya. Lucas menerima panggilan telepon, entah dari siapa. Namun raut wajahnya nampak lesu dan risau. "Huh, merepotkan!" umpat Lucas. "Ada apa?" tanyaku ragu-ragu. "Papah masuk rumah sakit, dia pecah pembul

  • Pernikahan Hampa   61. Lucas Membawaku Bersamanya

    Aku paham, butuh waktu cukup lama untuk seseorang memahami isi hati orang lain. Begitupun bagi Andrean, meskipun Lucas sudah merangkul dan meminta maaf. Dia mematung, tidak ada minat sedikitpun untuk berbicara dengan Lucas. Tak lama dia memilih pulang. Dia hanya pamit kepadaku dan tidak menanggap Lucas ada di dekatnya. Lucas menatap punggung Andrean hingga menghilang. Tertunduk dan melamun, mungkin saja Lucas ingin hubungannya baik seperti dulu kala. Menjalani masa kecil bersama, sekolah dan masuk universitas yang sama dan kini hubungannya retak hanya karena masalah hati. Aku paham pahitnya ditinggalkan sahabat sendiri. Cukup lama aku dan Lucas berada di ruang yang sama namun memilih saling diam dari tadi. Akhirnya Lucas menatap ke arahku dan tersenyum. "Flora, lagi sibuk? Apa bisa minta waktumu sebenar saja buat ikut denganku?" Aku tersenyum, tidak biasanya dia meminta waktuku dengan sesopan itu. Lucas berkata kembal

  • Pernikahan Hampa   60. Membesarkan Anak Sendiri

    Aku melempar pakaian Lucas ke lantai di kamar. "Cepat pakai pakaianmu! Memalukan! Mentang-mentang tidak ada Renata, so merasa jadi anak muda? Jangan coba-coba tebar pesona padaku! Tidak akan mempan." "Siapa yang tebar pesona? Terus menurutmu, cara pakai handuk seorang bapak satu anak bagaimana? Apa dililitkan di leher, hah? Atau diikat pada dua kaki seperti orang yang sedang diculik penjahat? Kamu akan lebih menjerit histeris jika melihat aku seperti itu." Ah sialan, kenapa Lucas berkata seperti itu aku malah membayangkan Lucas melilitkan handuk ke leher dan kaki. Aku jadi frustrasi membayangkan visual aneh itu. Sepertinya Lucas melangkah mengambil pakaiannya yang tercecer. Entahlah, setelah dengar ocehannya aku langsung menutup pintu tanpa menatap ke arahnya. Kemudian aku menyeduh macchiato untuk kami berdua. Lucas keluar kamar dengan stelan casual warna denim. Seingatku, pakaian itu aku yang pilihkan, belanja di online shop saat ada diskon dan grati

  • Pernikahan Hampa   59. Roti Sobek Lucas

    Lucas menggendong Andrean. "Mau kita buang ke mana pria brengsek ini?"Aku teramat resah, masa iya Lucas mau membuang Andrean seperti barang bekas. Apa mungkin dia akan melempar Andrean ke lapangan yang tandus seperti halnya membuang Amanda kemarin itu?"Jangan becanda, Lucas." Aku mengikuti langkah Lucas yang pelan karena beban di punggungnya."Kamu parkir mobil di mana?" tanya Lucas."Aku gak bawa mobil, mobil ada di parkiran Cofee Shop. By the way, aku hanya berniat membawa Andrean ke pinggir dekat pohon itu. Kita bisa taruh dia di sana saja, lalu pura-pura tidak tahu apa yang terjadi." Aku menunjuk pohon besar yang di depannya terdapat tong sampah."Andrean tidak akan muat jika masuk ke tempat sampah sekecil itu. Kita butuh TPS berukuran besar.""Ayolah, Lucas! Kamu tahu sendiri maksudku adalah taruh Andrean di pinggir pohon, supaya tidak menghalangi jalan. Bukan menaruh Dean di tong sampah."Lucas tersenyum, sambil terus berjalan

  • Pernikahan Hampa   58. Mantan Suami Rese

    Sejenak, aku merasa diri ini kehilangan akal sehat karena membiarkan mantan suami mengecup puncak kepalaku. Dan bisa-bisanya aku memejamkan mata menahan degup jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Bibir Lucas enggan berpindah selama beberapa menit, mungkin dia keterusan. Aku membuka mata, tersentak saat melihat ada orang yang lewat sehingga tanpa sengaja menyundul kepala Lucas. Menyisir rambut dengan jari, dan merapikan posisi baju yang hampir kusut. Aku hampir melupakan Lucas yang sedang meringis menahan sakit pada bibir. Dia menutup mulut dengan kedua tangannya, dengan ekspresi bodoh sedang menahan sakit. Lucas menatapku. "Agghh ... dasar cewek preman! Lihat ini! lukaku bertambah lagi di bibir. Apa bedanya kamu dengan scurity di kantor Papah?" Sembarangan, bisa-biaanya Lucas menyamakan aku dengan scurity kantor yang bertubuh besar. "Suruh siapa kamu begitu lancang mencium kepalaku? Lagian kamu pikir kepalaku juga tidak sakit beradu dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status