Aku menyisir rambut warna coklat milik Renata. Lalu menguncir rambut tersebut dengan pita warna merah muda kesukaannya. Dia kini sudah berusia empat tahun, berarti sudah sekitar empat tahun pula aku berpisah dengan Lucas.
Setelah aku pulih, dan bisa beraktivitas secara mandiri. Aku memilih lebih menjauh lagi dari Lucas supaya bisa fokus membesarkan Renata. Tapi kami punya kesepakatan, setiap hari-hari tertentu akan membawa Renata mengunjungi ayahnya. Yaitu saat hari raya idul Fitri, hari ulang tahun Renata dan hari ulang tahun Lucas.
Renata sekurang-kurangnya akan bertemu dengan ayahnya tiga kali dalam satu tahun. Bisa lebih dari tiga kali, contohnya waktu itu saat Lucas sakit, Lucas meminta Renata untuk datang sebagai penghibur hati, katanya.
Renata berlari ke sana ke mari saat dirinya sudah merasa cantik hanya karena aku menata rambutnya lebih indah. Dia paling suka pakai gaun warna merah muda seperti sekarang ini jika main di taman. Terkadang, dia akan mem
Lucas menatapku dengan lekat. Entah lah, mungkin dia memberi kode agar aku ikut atau pergi bersamanya, atau ada hal lain yang dia pikirkan. Nafas yang berembus dengan berat, mengartikan bahwa hatinya tidak sedang baik-baik saja. Namun tidak ada satu patah kata pun terucap darinya, membuat jiwaku tidak mempunyai jawaban pasti atas reaksi yang samar-samar dari Lucas. Dia begitu penuh misteri, bahkan setelah berpisah pun aku bisa merasakan bahwa dia memiliki banyak rahasia. Begitu pun dengan aku, lidah terasa kaku meski sekadar bertanya hal apa yang menggangu benaknya selama ini. Lucas kini menatap Renata. "Renata, ibumu pasti ada alasan kenapa dia tidak bisa ikut bersama kita. Dia mungkin sedang sibuk. Kita bisa jalan-jalan bersama bertiga lain kali. Sekarang, kamu pergi berdua dulu sama ayah, Oke?" Renata tidak menjawab, bibirnya bergerak-gerak, dia sering melakukannya jika akan menangis, atau menahan tangis. Renata yang masih balita memeluk kaki Lucas d
Dari kejauhan, aku memantau anakku yang sedang bermain dengan ayahnya setelah acara ulang tahun selesai. Aku menyendok salad buah di tanganku sambil melihat ada gelak tawa antara ayah dan anak yang tidak bisa kudengar karena jarak membatasi pendengaran. Namun aku mampu merasakannya, bahwa saat ini Renata sedang bahagia.Aku melirik arloji, sudah cukup sampai di sini bermain bersamanya. Karena aku tidak ingin ambil resiko kemalaman di jalan. Bisa-bisa, itu dijadikan alasan Lucas untuk mengajak kami menginap di hotel. Pria itu bilang tidak akan berbuat tidak senonoh, mana aku percaya pada seorang pria plin plan seperti dia.Aku menghampiri Lucas dan Renata, dengan terpaksa semua keseruan harus berakhir sore ini dan kami akan menjalani hidup masing-masing seperti biasa, sepulangnya dari tempat ini."Lucas, Renata, ayo kita pulang sekarang! Kalian sudah cukup lama menikmati hari dan harus beristirahat."Renata murung, dia tahu akan menunggu lama lagi un
Aku ketiduran sepulang dari rumah mamahnya Lucas, dan menatap jam sudah menunjukan pukul sembilan malam. Tanganku meraba-raba sekitar karena seingatku aku sedang berbalas pesan dengan supplier bahan baku pembuatan pastry untuk keperluan di Cofee Shop. Tapi nyatanya tidak ketemu walaupun aku sudah berjongkok takut hapeku terjatuh, dan hasilnya nihil hapenya tidak ketemu.Ah, bukan hanya handphone, rupanya Renata yang tadi rebahan di sisiku juga tidak ada. Aku tersenyum sendiri karena tidak ada kemungkinan lain selain handphone-ku diambil Renata.Aku melangkah menuju ruang keluarga, mengedarkan pandangan mencarinya. Ada rambut cokelat yang timbul dibalik sofa dekat jendela. Saat aku hampiri dia sedang duduk di lantai seolah sedang bersembunyi dibalik sofa tersebut. Namun suaranya yang cempreng dan bawel malah membuat persembunyiannya gagal total.Dia tertawa terbahak sambil menatap layar handphone di mana ada wajah ayahnya di situ. Entah apa yang mereka bica
Aku terbangun dini hari. Saat mata ini baru terbuka, sosok yang pertama kali kulihat adalah putriku. Aku tersenyum saat melihat wajah polosnya masih pulas tertidur. Kuusap rambut coklat berkilau miliknya sebelum ragaku memulai aktifitas pagi ini. Luar biasa, gadis kecilku membuat aku bertahan menjalani kisah sunyi. Berdua dengannya terasa indah walaupun terkadang akan tersadar ada hal yang kurang dalam hidupku, yaitu kehadiran sosok suami.Aku mengecek beberapa pesan masuk. Kebanyakan dari GC Alumni teman masa SMA yang setelah aku periksa tidak terlalu penting, gambar-gambar stiker lelucon mendominasi papan pesan itu. Dan ada dua pesan balasan dari Lucas. Ah, dia mau juga membalas pesanku."Selamat pagi, Flora. Maaf semalam aku mengantuk dan tidak sempat membalas. Terimakasih karena sudah peduli padaku. Kamu sama sekali tidak lancang. Aku akhir-akhir ini khawatir pada kesehatan mamahku. Dia murung setiap saat. Tapi Alhamdulilah kamu datang dia lebih segar, kemarin.
Entah mengapa, lirikan tajam dari Lucas mampu merobohkan hatiku. Aku sakit hati, dia tidak berhak atas diriku namun aku diperlakukan seolah tertangkap basah selingkuh. Aku menghela nafas panjang, mengingat pagi tadi kita berbalas pesan dengan perhatian. Dia mendoakan kebaikan untukku, walaupun tidak bisa bersamanya.Perkataan dan tindakannya berlainan. Namun baiklah, akan aku lupakan semua yang dia lakukan barusan. Yang penting hubungan ini masih terjalin baik. Sudah jadi mantan bukan berarti harus musuhan 'kan?Aku menyuguhkan senyum untuknya, tetap santun karena mau bagai Pana pun dia itu ayahnya Renata. "Terimakasih karena kamu sudah menyempatkan diri bertemu Renata di tengah kesibukan. Aku yakin Renata sangat bahagia dapat perhatian dari ayahnya."Renata sedang sibuk dengan boneka besar, dari tadi dia berbicara sendiri dengan boneka dan tidak mendengarkan obrolan kami.Lucas melirik pada Renata yang duduk paling pojok karena harus menyandarkan T
Detak jantung berdegup kencang saat melihat ayahnya Lucas. Aku tidak menyangka akan bertemu dia di sini, karena setahuku dia jarang berada di rumah kalau siang. Tenggorokan seakan tersekat sesuatu, aku tak bisa mengeluarkan suara saat dia menyapaku. Bayangan dia pernah menghinaku saat berbalas pesan dengan Lucas, membuatku terpukul dan tak ingin melihat dirinya lagi.Dia menyuruh Lucas menceraikan aku, dan menghinaku wanita miskin. Aku tidak terima karena aku masih punya cukup uang untuk dijejalkan ke dalam mulutnya. Sayangnya, aku masih tahu sopan santun."Aku mau bertemu mamah, dia memintaku membuat makanan untuknya," ucapku setelah mengumpulkan keberanian terlebih dahulu."Dia ada di dalam," kata Marco dengan suara datar.Aku jarang berinteraksi dengannya, ternyata dari dekat dia lebih menyeramkan. Dan lagi, ada bekas luka yang dalam di lengannya, aku kurang memperhatikannya. Itu seperti luka bekas kecelakaan."Kamu lihatin apa? Kenapa kamu begitu ti
"Lucas, aku harus pulang sama Renata.""Renata aman sama tantenya. Dia Tante yang baik. Lagipula jarang sekali mereka main bareng. Kasih lah mereka waktu lebih lama. 'Kan gak setiap hari ini. Kamu jadi Ibu jangan terlalu kejam 'lah. Masa main sama saudara sendiri dibatasi." Lucas berkata demikian sambil menarik tanganku ke arah parkiran."Aku tidak mau masuk." Aku berdiri mematung saat Lucas membuka pintu mobil."Kenapa tidak mau? Ayo cepat masuk, sebelum aku berubah pikiran. Aku hanya ingin memberimu hadiah, kok.""Hadiah? Justru kedengarannya aneh tiba-tiba kamu ingin beri aku hadiah. Jangan-jangan setelah kasih aku mobil kamu suruh aku yang macam-macam?"Lucas tersenyum. "Macam-macam kaya gimana? Ngajak kamu ke karauke? Gak mungkin lah, aku tahu suara kamu buruk."Aku mengepalkan tangan dengan kuat. "Kamu tahu? Rasanya aku ingin sekali menjambak rambutmu hingga rontok semua."Menyebalkan, Lucas malah tertawa. Dia mendekatkan
Aku tertegun dengan apa yang Lucas ucapkan, sesaat ada rasa bahagia dan terharu menyelimuti hati. Namun aku abaikan semua perhatian dari Lucas karena mengingat sudah tidak ada hak lagi bagiku. Semua yang dia lakukan memang indah tapi tidak berarti apa-apa, yang ada hanya akan membuat luka baru.Aku tahu rasanya sakit hati seperti apa? Mana mungkin aku begitu bodoh mengulangi rasa sakit yang sama dengan orang yang sama. Sekarang dia bisa so perhatian padaku. Padahal, saat jadi suamiku dia sangat cuek menjadikan aku pajangan rumah yang bertugas memasak dan mengurus taman saja.Lucas kelihatanya kecewa akan responku. Tidak mengapa. Ingin sekali saja aku membuat dia menyesal atas perbuatannya di masa lalu."Kamu tidak suka semua ini Flora?""Suka, sih. Tapi coba kamu pikir! Untuk apa semua ini kamu lakukan? Untuk membuat luka baru, setelah puas melukai aku? Aku sudah berdamai dengan hatiku, menerima kehadiranmu hanya sebatas ayah dari Renata yang mungki