Share

Bab 6. Investasi

Author: Talaka
last update Last Updated: 2024-04-24 16:29:29

Kembali ke rumah kecilnya, Asrina mengepak beberapa pakaian dan yang lainnya ke dalam koper. Selesai berkemas Asrina menarik kopernya keluar dan bertemu dengan mamanya yang baru saja pulang dari pasar.

"Kamu mau kemana bawa koper segala sayang?" tanya Bu Kinanti menatap koper di belakang putrinya dengan bingung.

"Asri mau pindah ke rumah teman, Ma," jawab Asrina.

"Loh, kok tiba-tiba. Memangnya ada apa?" Bu Kinanti meletakkan belanjanya di atas meja.

"Maafin Asri ya, Ma. Sebenarnya Asri diam-diam cari kerja tanpa memberitahu mama dan papa. Kebetulan hari ini Asri keterima dan rumah teman Asri sangat dekat dengan perusahaan. Jadi, Asri akan tinggal di sana untuk sementara," jelas Asrina.

Menjadi kekasih kontrak Arbian juga merupakan pekerjaan kan? Arbian membayarnya gaji yang sangat mahal sebagai istri kontrak, ini namanya kerja juga kan? Meskipun dalam bentuk lain. Anggap sajalah seperti itu. Jangan sampai orang tuanya khawatir.

Dia tidak boleh menambah beban orang tuanya sekarang. Yang harus dia lakukan adalah membantu mereka.

Bu Kinanti sangat terkejut dengan perkataan putrinya. Meskipun Asrina lulus dari universitas ternama dan nilai yang tinggi, dia tidak pernah sekali pun mencari pekerjaan atau bekerja di perusahaan papanya.

Masalah kebangkrutan keluarga pasti sangat menstimulasi putri kesayangannya. Putrinya yang tidak pernah bekerja sekarang harus banting tulang mencari pekerjaan hanya untuk membantu mereka.

Bu Kinanti melangkah mendekati putrinya sambil memegangi tangannya. "Kenapa minta maaf, Sayang? Mama justru merasa sangat bersalah kamu harus pergi bekerja seperti ini. Mama hanya ingin kamu hidup dengan bebas dan riang tanpa rasa khawatir. Sama seperti dulu," ucap Bu Kinanti.

"Mama senang. Setidaknya kamu sudah jadi lebih dewasa sekarang," lanjut Bu Kinanti.

"Mama baik-baik ya di rumah bersama papa selama Asri tinggal di luar. Mama tenang saja, Asri pasti akan selalu kembali ke rumah ini setiap beberapa hari," ucap Asrina tersenyum pada mamanya.

"Asri pergi dulu ya, Ma." Asrina mencium tangan mamanya dan keluar dari rumah bersama kopernya.

Pak Dodi yang menunggu di dalam mobil melihat Asrina keluar dari rumah segera membuka pintu dan turun. Dia mengambil koper dari tangan Asrina dan memasukkannya ke dalam bagasi. Sementara itu, Asrina masuk ke kursi penumpang belakang.

Tiba di vila Arbian, Asrina menagamati vila itu yang akan ditinggalinya selama satu tahun ke depan.

"Selamat datang, Nona. Mari saya bawa koper Nona ke kamar," sambut Bibi Yupi senang dengan kedatangan Asrina.

Akhirnya tuan memiliki pasangan juga. Apa lagi nona muda itu sangat cantik, lembut dan ramah.

Asrina memberikan kopernya pada Bi Yupi dan mengikutinya menunju kamar di lantai 2.

Asrina ingat kalau kamar itu adalah ruangan yang ditempatinya terkahir kali.

"Saya akan membantu Nona memasukkan pakaian ke dalam lemari," kata Bi Yupi menarik koper ke depan lemari.

"Terima kasih Bi," ucap Asrina duduk di tempat tidur.

"Apa itu pakaian Arbian, Bi?" tanya Asrina melihat gantungan pakaian pria saat Bi Yupi membuka lemari.

"Iya, Nona. Ini pakaian Tuan," jawab Bi Yupi sambil menggantung pakaian Asrina.

Jadi, ini kamar pria itu. Benar-benar harus tinggal sekamar seperti ini?

Alis Asrina berkerut erat memikirkan harus tinggal dalam satu kamar dengan pria yang bukan suami sahnya.

Asri Corporation.

"Pak, banyak karyawan yang mengundurkan diri dan menuntut perusahan. Apa yang harus kita lakukan, Pak?" Sekretaris Pak Morael melaporkan dengan berat hati.

Dia tidak menyangka perusahaan bosnya akan bangkrut sekarang. Apa benar mereka hanya bisa menjual perusaan yang hanya cangkang kosong saat ini.

"Berapa banyak karyawan yang masih bertahan sekarang?" Morael merasa kepalanya sangat berat mendengarkan laporan sekretarisnya. Semua usahanya selama ini sia-sia hanya karena kepercayaannya pada satu orang.

Evan benar-benar pria brengsek!

Saat keluarganya berada di atas, dia mengusulkan pertunangan dengan putrinya dan bekerjasama antara dua perusahaan. Dia tidak pernah menyangka kalau semua itu hanya tipu muslihat mereka untuk menghancurkan perusahannya.

Asri Corporation bergerak di bidang perumahan dan perlengkapannya. Tiga tahun terakhir mereka mencoba memasuki industri IT dengan mengembangkan perangkat lunak yang bekerja sama dengan perusahaan Andreas. Sebuah terobosan besar terjadi baru-baru ini perusahaan berhasil membuat chip untuk robot pembantu rumah tangga. Sayangnya Andreas Corporation menipu dan mengambil chip itu untuk keuntungan mereka sendiri.

Pabrik produksi robot sedang dalam tahap pembangunan dan bahan baku untuk memproduksi robot menumpuk di pelabuhan perlu segera di ambil. Sayangnya uang pembangunan pabrik dan bahan baku hilang digelapkan juga oleh Andreas Corporation. Kini dia harus mencari cara untuk melunasi tanah, bahan baku, dan gaji karyawan.

"Hanya ada 8 karyawan termasuk saya, Pak."

"Semua anggota tim R&D juga pergi"

"Mereka semua pergi bersama asisten Pak Evan kemarin."

"Si brengsek itu bahkan tidak melepaskan karyawan perusahaan!" Morael meremas dokumen ditangannya sangat marah dengan perilaku pencuri Evan.

"Tok... tok... tok...."

Suara ketukan pintu membuat Morael dan sekretarisnya terdiam mendengarkan suara itu.

Sekretaris pergi membuka pintu dan terkejut melihat kedua orang yang berdiri di luar pintu. "Bapak Arbian, silakan masuk." Sekretaris berkata dengan hormat.

Arbian datang ke Asri Corporation bersama sekretarisnya sesuai janjinya dengan Asrina.

Mendengar kata Arbian membuat Morael langsung berdiri dari kursi buru-buru menyambut tamu penting itu. "Pak Arbian, silakan duduk."

"Bapak mau minum apa? Kopi? Teh?" Moerael merasa tersanjung pengusaha muda ini datang ke kantornya. Meskipun Arbian jauh lebih muda darinya, tapi dalam industri pengusaha pemuda ini lebih tinggi darinya. Moerael sangat kagum dan hormat pada pemuda berbakat ini.

"Hanya air putih, Pak Arbian tidak minum kopi atau teh." Doni, sekretaris Arbian segera menjawab.

"Kalau begitu saya akan ambilkan air putih," ucap Sekretaris Pak Morael berlari menuju dispenser air yang ada di dalam ruangan.

"Saya tidak menyangka Pak Arbian akan datang sendiri," salut Moerael. Dia tahu Arbi Company ingin mengakuisisi perusaannya, tapi dia tidak menyangka Arbian sangat mementingkan hal ini sehingga datang sendiri.

"Saya ingin berinvestasi dengan perusahan Bapak." Arbian langsung mengutarakan niatnya.

"Apa? Berinvestasi? Bukankah mengakuisisi?" ceplos sekretaris saat menyajikan air putih.

Morael juga tercengang, dia tidak salah dengar kan?

"Saya akan berinvestasi 100 miliar sebagai gantinya 50 persen saham perusahaan," jelas Arbian.

Awalnya dia memang ingin mengakuisisi Asri Corporatio. Pertemuan dengan Asrina membuat keputusannya berubah, tidak perlu mengakuisisi, dia hanya akan berinvestasi.

"Anda serius? 100 miliar? Itu lebih dari dana untuk membeli perusahaan ini saat masih di masa jayanya." Morael tidak begitu percaya Arbian akan berinvestasi sebanyak itu untuk perusahaan yang diambang gulung tikar. Sebagai pengusaha dia tahu betul tidak ada durian jatuh begitu saja di industri ini.

"Sebagai investor saya berpandangan jauh ke depan. Asri Corporation pasti akan mendatangkan untung lebih dari yang saya investasikan hari ini." Arbian mengatakan analisisnya tentang Asri Corporation.

Setelah pertimbangan yang matang Moerael akhirnya setuju dengan usulan Arbian untuk berinvestasi pada perusahaannya. Dia percaya dengan visi Arbian dan dengan dana sebanyak itu perusaan pasti akan bersinar lagi.

ꕤꕤꕤꕤꕤ

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 18. Berita Viral

    Satu jam kemudian, Evan duduk di sebuah lounge pribadi yang biasa digunakan oleh para eksekutif muda untuk bertukar koneksi. Di seberangnya, duduk seorang pria kurus berkacamata, mengenakan kemeja lusuh dan membawa tas penuh dokumen.“Masih bekerja di media gosip online?” tanya Evan sambil menyeruput kopinya.Pria itu mengangguk cepat. “Ya, Tuan Evan. Kami sekarang pegang banyak channel. Instagram, TikTok, bahkan satu forum gelap. Kalau ada berita sensasional, kami bisa viralkan dalam semalam.”Evan menyodorkan selembar foto dari ponselnya. “Ini targetnya. Arbian Gautama. Saya ingin semua orang mulai meragukan reputasinya.”Si pria menyipitkan mata. “Itu susah. Dia bersih. Jarang muncul di pesta. Tidak punya catatan skandal.”Evan mencondongkan tubuhnya. “Makanya kau harus menciptakannya.”“Rekayasa berita?”“Kamu sudah pernah lakukan itu sebelumnya.”Pria itu mengangguk perlahan. “Apa jenis skandal yang Anda mau?”Evan memikirkan sejenak. “Tuding dia pernah menjalin hubungan terlaran

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 17. Rencana Evan

    Bella berdiri di depan kaca besar dalam ruang ganti butik kecil milik temannya, mengenakan blouse putih sederhana dan celana bahan krem. Tidak ada kesan mewah, tidak ada riasan berlebihan. Hari ini, ia ingin tampil ‘bersahabat’. Sederhana. Supaya tidak menimbulkan pertahanan dari seseorang yang ingin ia dekati—Asrina.Ia sudah tahu kebiasaan baru Asrina sejak beberapa hari lalu, berkat seorang pegawai toko yang dikenalnya secara pribadi. Hari ini, dia tahu Asrina akan datang ke butik Hilya untuk menyesuaikan ukuran kebaya resepsi.Dan seperti rencana yang sudah ia siapkan, Bella lebih dulu sampai di sana.Saat Asrina memasuki butik dengan membawa map kecil di tangan, langkahnya terhenti ketika melihat sosok Bella yang duduk tenang di pojok ruangan.“Bella?” gumam Asrina dengan nada datar, kaget namun tidak menunjukkan keterbukaan.Bella langsung berdiri dan menyambut dengan senyum sopan, seolah-olah pertemuan ini sepenuhnya kebetulan.“Asrina... kebetulan sekali,” ucap Bella dengan na

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 16. Foto Pre-Wedding

    Di dalam studio foto ternama di pusat kota Jampu, suasana pagi itu penuh persiapan. Fotografer, asisten, dan penata rias sibuk berlalu-lalang, menyiapkan set latar, properti, dan gaun pengantin yang digantung rapi di rak kaca. Cahaya matahari menerobos jendela besar, membuat ruangan terasa hangat dan hidup.Asrina duduk di depan cermin rias besar, mengenakan dressing gown putih satin, rambutnya setengah dikeriting oleh tangan terampil seorang penata rambut. Wajahnya yang memang sudah cantik kini ditata lebih anggun, membuatnya tampak seperti calon pengantin dari negeri dongeng."Aku masih tidak percaya ini terjadi," gumam Asrina pelan, lebih kepada dirinya sendiri."Apa, Nona?" tanya si makeup artist, mendongak dari palet eyeshadow.Asrina tersenyum kecil. "Tidak apa-apa."Di ruang ganti sebelah, Arbian berdiri mengenakan kemeja putih dan jas hitam yang disesuaikan khusus oleh desainer internasional. Penata gaya sedang memperbaiki dasinya dan memastikan potongan rambutnya pas di kamer

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 15. Cincin

    Asrina menahan tawa, tapi tidak berhasil. Sebuah senyum getir terukir di bibirnya sebelum berubah menjadi tawa kecil yang dingin dan sarkastik.“Kesalahpahaman?” ulang Asrina pelan, menatap Bella lewat pantulan cermin. “Kamu bilang apa yang kulihat dengan mata kepala sendiri—ciuman itu—adalah kesalahpahaman?”Bella menunduk. “Saya... saya hanya tidak tahu harus berkata apa lagi.”Asrina membalikkan tubuhnya, kini langsung berhadapan dengan Bella. Wajahnya tidak lagi menunjukkan amarah. Justru terlalu tenang. Tapi ketenangan itu jauh lebih menakutkan.“Kamu tahu apa yang paling menyakitkan dari semua ini, Bella?” tanyanya lirih. “Bukan karena kamu mengambil Evan dariku. Tapi karena kamu membuatku sadar—kalau selama ini aku mencintai pria yang tidak pernah benar-benar mengenalku, tidak pernah benar-benar menghargai kesetiaanku.”Bella menggigit bibirnya. “Saya—”“Jangan salah paham, Bella. Aku tidak membencimu. Tidak punya waktu untuk itu,” potong Asrina. “Tapi aku juga tidak membutuhka

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 14. Bertemu Seseorang yang Tidak Menyenangkan

    Memasuki kafe Asrina memimpin memilih meja kosong, Hilya dan Vany saling memandang dan mengikuti Asrina. Asrina memanggil pelayan dan memesan teh susu dan kue black forest. Sebenarnya dia merasa sedikit haus dan dia tahu kalau pasti akan menghabiskan banyak air liur untuk berbicara dengan kedua sahabatnya itu. Jadi, Asrina menghentikan Hilya dan Vany yang akan berbicara dan meminta mereka untuk memesan juga. Pembukaan toko Hilya masih ada satu jam lagi, dia bisa memanfaatkan waktu ini untuk berbicara dengan keduanya. Setelah pelayan itu pergi Hilya dan Vany tidak sabar mendengar pengakuan dari Asrina yang menyulut rasa ingin tahu mereka. "Oke, jadi dari mana kamu dapat mobil mewah itu? Jangan mencoba bicara yang berputar-putar dan jangan mengalihkan pembicaraan lagi." Hilya tidak dapat menahan rasa penasarannya. Menunggu penjelasan Asrina dari pintu masuk mal hingga memesan makanan dan minuman sudah menghabiskan banyak kesabarannya. Asrina selalu menunda-nunda dan mengalihkan pemb

  • Pernikahan Kontrak 100 Miliar   Bab 13. Mobil Baru

    Arbian duduk di meja makan tanpa menyentuh sarapan yang sudah disajikan di atas meja. Dia sedang menunggu Asrina untuk sarapan bersama."Selamat pagi?" Sapa Asrina baru saja turun."Pagi. Kamu mau kemana?" tanya Arbian melihat Asrina yang sudah berpakaian rapi. Tinggal bersama membuat Arbian mengerti kebiasaan gadis itu. Saat berpakaian rapi dan cantik dia akan keluar, sementara saat hanya tinggal di rumah dia hanya berpakaian seadanya tanpa merias wajah."Hilya akan membuka cabang di Grandmall. Sebagai teman dan mitra aku akan datang ke pembukaannya," jelas Asrina sambil menarik kursi dan duduk."Ini untukmu." Arbian meletakkan kunci mobil di depan Asrina."Apa ini? Kamu memberiku mobil?" Asrina memegang kunci mobil menatap Arbian terkejut. Hari ini bukan hari ulang tahunnya, buat apa memberi hadiah mobil?"Ya. Kamu bisa menggunakan mobil itu untuk bepergian saat aku tidak bersamamu," jelas Arbian. Asrina selalu menggunakan mobil online saat keluar atau menumpang mobilnya. Dengan mo

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status