Share

Bab 7. Kohabitasi

Malam hari, meja makan.

Duduk di meja makan Asrina menatap sekeliling mencoba mencari keberadaan Arbian. Setelah beberapa saat dia tidak melihat orang itu datang.

"Bi, apa Arbian belum pulang?" tanya Asrina pada Bi Yupi.

"Belum, Nona. Hari ini Tuan ada makan malam dengan klien jadi pulangnya larut. Nona makan saja, tidak perlu menunggu Tuan," jawab Bi Yupi melihat makanan di atas meja belum tersentuh.

"Baik, Bi." Asrina pun menggerakkan sendoknya dan makan perlahan.

Setelah makan malam Asrina pergi mandi, lalu duduk di atas tempat tidur selesai mengeringkan rambutnya. Bermain dengan ponsel Asrina menjelajahi internet mencari informasi tentang Arbian dan perusahaannya. Dia ingin mengenal pria itu lebih baik lagi. Ada baiknya jika dia berhati-hati.

"Kenapa tidak ada anggota keluarga yang dicamtumkan di biografinya, ya? Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Hoaaamhh...." Asrina menguap tidak sanggup menahan kantuk.

Padahal dia ingin menunggu pria itu pulang, tapi apa daya kantuk melanda Asrina pun tertidur.

߷

Arbian yang baru saja kembali membuka pintu kamar dan terkejut melihat kamarnya terang benderang. Melirik ke tempat tidur, dilihatnya wajah cantik dan lembut berbaring di bawah selimutnya.

Kamarnya biasanya gelap kini menjadi terang. Arbian tidak menyukai kegelapan, namun hanya jika ruangannya gelap barulah dia bisa menutup matanya dengan tenang. Cahaya hanya membuatnya tidak bisa memjamkan mata, bahkan untuk bisa tertidur dia harus menelan obat tidur setiap hari.

Arbian tahu mengonsumsi obat tidur berlebihan merupakan racun. Dia tidak tahu berapa lama tubuhnya ini bisa bertahan. Banyak cara telah dia coba hanya untuk menyembuhkan penyakitnya ini yang tidak membuahkan hasil.

Wanita ini adalah satu-satunya cara sekarang. Jika tidak mempan, gunakan saja wanita ini sebagai mainan. Jika benar-benar bisa menyembuhkannya, dia tidak keberatan membuat kontrak mereka menjadi kenyataan. Wanita ini bahkan bisa menjadi nyonya Gautama.

Arbian melonggarkan dasinya dan berjalan ke kamar mandi.

Beberapa saat kemudian Arbian keluar dengan mengenakan kaos putih polos lengan pendek dan celana hitam selutut berjalan ke tempat tidur.

Berbaring di atas ranjang sama seperti waktu itu. Dia ingin mencoba apakah ini benar-benar akan berhasil?

Tanpa obat tidur Arbian memejamkan matanya berusaha tertidur.

Beberapa saat kemudian, dua suara napas yang berirama terdengar dalam ruangan itu. Arbian benar-benar berhasil tidur tanpa menggunakan obat tidur.

Keesokan harinya, Arbian terbangun tepat waktu seperti biasanya. Dia merasakan sebuah tangan memeluk lengannya. Arbian membalikkan kepalanya dan melihat sebuah tangan putih, kecil, dan ramping memegang erat lengannya menjadikannya sebagai bantal. Dan pemilik tangan itu menyandarkan pipinya di pundaknya.

Arbian menarik tangannya dan bangun dari tempat tidur. Saat melakukan itu dia memperhatikan gadis itu tidak terbangun. Sama seperti waktu itu, dia tidur dengan sangat lelap dan tidak merasakan hal-hal disekelilingnya.

Apakah dia putri tidur?

Bagaimana jika itu pria lain yang bersamanya, bukan dirinya? Gadis ini pasti sudah habis dimakan tanpa menyisahkan tulang.

Lagi pula pria mana yang akan tahan bila seorang gadis cantik berbaring di tempat tidurnya. Pasti akan langsung berubah menjadi serigala jahat.

Untuknya itu dia. Dia tidak tertarik berhubungan dengan wanita. Entah sudah berapa banyak wanita yang dilemparkan ke tempat tidurnya, namun tak satupun dari mereka yang berhasil.

Arbian tidak akan menjadi serigala karena dia adalah harimau, harimau yang sedang tidur. Jika harimau itu terbangun, maka tamatlah Asrina.

"Tring! Tring! Tring!" Dering panggilan masuk berbunyi memecah keheningan di dalam kamar.

Asrina segera terbangun mendengar suara itu. Dia mengambil ponselnya yang kemarin di letakkan nya di atas meja. Melihat nama yang tertera melalui layar, Asrina mengangkat panggilan itu.

"Halo Hilya," ucap Asrina saat panggilan terhubung.

"Kamu lama banget angkat telepon aku. Kamu masih tidur ya?" suara kesal Hilya tersengar dari balik ponsel.

Asrina menguap malas. "Hoammm.... Aku baru bangun. Ada apa kamu menelpon sepagi ini?"

"Ayolah Asri. Masa kamu lupa sih? Hari ini kan Widy akan fiting baju pengantin. Kita juga harus pergi buat fiting baju sebagai bridesmaidnya," jelas Hilya mengingatkan.

Widy adalah salah satu teman se-asrama Asrina saat kuliah. Asrama mereka berisikan 4 orang dan Asrina paling dekat dengan Hilya. Sementara yang lain Asrina tidak terlalu akrab.

Kali ini untuk pernikahan Widy sebagai mantan teman se-asrama, Asrina harus ikut berpartisipasi sebagian bridesmaid atas desakan Hilya.

"Oh, aku lupa. Untungnya kamu mengingatkan aku. Baiklah aku akan siap-siap sekarang. Kamu kirimkan saja alamatnya padaku. Aku akan langsung ke sana nanti," ucap Asrina buru-buru turun dari tempat tidur.

"Ok. Akan aku kirimkan alamatnya. Sampai ketemu disana," ucap Hilya menutup panggilan.

Asrina melemparkan ponselnya ke atas tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Saat membuka pintu Asrina terkejut melihat Arbian berdiri di balik pintu.

Arbian menatap wanita dengan rambut berantakan yang tiba-tiba membuka pintu berdiri mematung.

"Masuk," ucap Arbian memberi jalan.

Asrina tersadar setelah mendengar ucapan Arbian. "Maaf, aku tidak tahu ada orang," ucapnya malu.

"Aku akan keluar. Kamu bisa masuk," kata Arbian.

Asrina pun mundur sedikit membiarkan Arbian keluar dari kamar mandi. Dia tidak berani melihat kebelakang, baru saat mendengar suara pintu tertutup Asrina berani berbalik.

Asrina menghela napas lega sambil mengusap dadanya melihat Arbian tidak ada lagi di dalam ruangan. "Untungnya dia sudah keluar." Asrina masuk ke kamar mandi tidak lupa mengunci pintu.

"Ahhh! Apa yang aku lakukan?! Bagaimana ini? Jelek sekali," teriak Asrina melihat pantulan dirinya di cermin kamar mandi.

Apakah pria itu akan menganggapnya sebagai wanita jelek tanpa aturan?

Dengan rambut seperti sarang burung dan pakaian berkerut, tidak cantik sama sekali. Bisa-bisanya dia bertemu denga pria itu dalam tampilan seperti ini?

Asrina menyalakan keran dan membasuh wajahnya dengan air. Dia melihat wajahnya di cermin dan tiba-tiba melebarkan matanya.

"Apakah kemarin mereka tidur bersama?" tanya Asrina pada dirinya sendiri baru sadar.

"Ahh! Ahh! Bagaimana ini? Kenapa dia tidak sadar saat pria itu datang? Asrina, kamu itu tidur apa pingsan, sih?" teriak Asrina kesal menepuk pipinya.

Asrina memeriksa seluruh tubuhnya dan tidak menemukan hal aneh. Untungnya dia masih utuh, pria itu tidak melakukan apapun padanya.

"Pokoknya nanti malam aku tidak boleh tidur lebih dulu," gumam Asrina menyemangati dirinya. "Sebenarnya apa sih mau pria itu? Kontraknya mengatakan sebagai suami istri. Apa termasuk yang itu juga? Tapi, kenapa dia tidak menyentuhnya kemarin?" pikir Asrina bingung.

Evan saja selalu ingin dekat dengannya yang selalu dia tolak. Dia telah mempersiapkan dirinya jika pria itu seperti Evan hanya ingin memanfaatkan tubuhnya.

"Apa karena aku tertidur, jadi pria itu tidak melakukan apapun padaku?" Asrina menggelengkan kepalanya menghilangkan pikirannya yang pusing dan mulai mandi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status