Di pagi hari berikutnya, Asrina bangun pagi-pagi dan berpakaian rapi.
"Selamat pagi, Papa, Mama," sapa Asrina duduk di meja makan."Selamat pagi, Sayang," balas Pak Morael."Tumben kamu bangun pagi? Biasanya kamu masih tidur jam segini," tanya Bu Kinanti sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring putrinya."Mulai sekarang aku akan bangun pagi. Aku tidak akan seperti dulu lagi," kata Asrina.Pukulan belakangan ini membuat Asrina sadar dunia tidak seindah yang dibayangkannya. Asrina tahu dia bisa hidup dengan bebas, murni, dan riang semuanya berkat perlindungan kedua orang tuanya.Papa dan mamanya tidak pernah membiarkannya terpapar kekejaman dan intrik dunia. Pertarungan secara terang-terangan maupun diam-diam diantara keluarga kaya. Ternyata selama ini dia hidup sangat polos.Mungkin jika tidak melihat tunangannya selingkuh, memutuskan pertunangan, atau kebangkrutan perusahaan, dia pasti akan tetap berada dalam dunianya yang murni."Bagaimana keadaan perusahaan sekarang Pa?" tanya Asrina.Pak Morael menghela napas lelah. "Jika terus seperti ini. Papa hanya bisa menjual perusahaan. Tidak ada investor yang mau berinvestasi, proyek perusahaan tidak bisa berjalan," kata Pak Morael putus asa."Kalau perusahaan bisa mendapatkan investasi, apakah perusahaan bisa terus bertahan?" tanya Asrina lagi."Jika ada yang berinvestasi juga perlu dana yang sangat banyak. Tidak ada yang mau berinvestasi ke perusahaan kita sekarang meski hanya sedikit," ungkap Pak Morael."Pa, bisakah perusahaan masih bertahan beberapa hari lagi. Asrina akan mencoba mencari bantuan teman Asrina buat investasi.""Siapa teman kamu?" tanya Pak Morael ingin tahu.Setahunnya putrinya tidak punya teman lain selain Evan dan Hilya. Dan dia tahu kedua orang itu tidak akan membantu mereka. Yang satunya adalah musuh dan yang lainnya hanya seperti putrinya tidak memiliki akses ke perusahaan.Apa yang harus dia katakan sekarang?Papa tahu semua tentang temannya, jika dia berbicara sembarangan papa pasti akan menentangnya."Dia teman baru Asrina. Aku baru kenal dengannya selama beberapa hari. Dia bekerja di perusahaan besar dan kemarin aku bertemu dengannya di pesta. Dia berjanji akan membantuku dan akan berinvestasi ke perusahaan papa. Hari ini aku akan bertemu dengannya untuk membahas kerja sama lebih lanjut," jelas Asrina setengah benar setengah salah.Ini pertama kalinya Asrina berbohong kepada orang tuanya dan dia merasa bersalah karena hal ini. Tapi, jika dia tidak berbohong papa pasti akan marah.Asrina tahu perjanjian dengan Arbian merupakan cara kotor di lingkaran keluarga kaya. Menjadi kekasih simpanan pria kaya hanya akan dilakukan oleh wanita yang tidak benar. Wanita yang ingin memuaskan kesombongannya untuk mendapatkan banyak uang. Itulah yang dikatakan di forum yang telah ditelusurinya kemarin.Menjadi kekasih kontrak hanya karena gadis itu membutuhkan uang mendesak dan seorang presiden tertentu memberinya uang dengan mengorbankan tubuhnya. Awalnya hanya kesepakatan berubah menjadi cinta sejati. Begitulah isi novel roman yang sering dibacanya untuk menghabiskan waktu.Asrina tidak pernah membayangkan dirinya akan melakukan hal sama dengan novel-novel itu. Dia tidak menyukai cara gadis-gadis itu terjerat dengan CEO atau pria kaya. Tapi, kini kenyataan yang dihadapinya benar-benar seperti novel.Menatap gedung 18 lantai di depannya membuat Asrina merasa pengecut. Benarkah yang dia lakukan ini?Memasuki gedung ini hidupnya akan berubah. Harga diri dan asuhannya selama ini harus dia buang jauh-jauh. Asrina tahu dengan datang ke sini martabatnya yang selama ini dia jaga, yang bahkan Evan pun tidak bisa perbuat padanya seperti pasangan lainnya yang menunjukkan kasih sayang telah sirna.Datang ke sini artinya dia siap menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya. Pertahanannya selama ini tidak ada gunanya."Selamat datang Bu. Ada yang bisa saya bantu?" sambut meja depan melihat kedatangan Asrina."Saya ingin bertemu dengan Pak Arbian CEO perusahaan kalian," ucap Asrina menatap resepsionis."Maaf, apa Ibu sudah membuat janji?" tanya resepsionis sopan."Saya tidak membuat janji, tapi CEO kalian memintaku datang kemarin," jawab Asrina."Apakah nama Ibu Asrina? Nona muda Asri Corporation?" tanya meja depan memastikan. Sekretaris Pak Arbian sudah menyampaikan sebelumnya jika ada seorang wanita bernama Asrina dari Asri Corporation dia harus membawanya ke kantor CEO."Iya.""Ah, Nona silahkan ikuti saya. Sekretaris CEO sudah memberitahu tadi kalau Nona datang saya akan langsung membawa Nona ke kantor CEO," kata resepsionis berjalan keluar dari meja yang langsung mengubah alamat panggilannya dari ibu menjadi nona.Asrina mengangguk dan mengikuti resepsionis membawanya naik lift.Arbi Manajemen Investasi memang pantas menjadi perusahaan investasi terbesar di kota Jampu. Satu gedung ini adalah miliknya sendiri, para karyawannya bekerja dengan teroganisir. Sepanjang jalan tadi Asrina tidak melihat ada karyawan yang bergosip atau menganggur. Semuanya sibuk bekerja."Sekretaris Wendi, ini Nona Asrina," kata resepsionis menghentikan sekretaris yang baru saja keluar dari kantornya."Baik. Kamu bisa kembali," kata sekretaris Wendi pada resepsionis."Pak Arbian sudah mengunggu Nona di dalam. Saya akan akan membawa Anda masuk sekarang," kata sekretaris Wendi berjalan ke pintu CEO, mengetuk pintu, lalu membukanya.Asrina mengikuti sekretaris dan masuk ke dalam ruangan Arbian. Memasuki ruangan Asrina melihat Arbian dengan kacamata berbingkai emas menatap layar komputer dan mengetik di keyboard."Pak, Nona Asrina sudah datang," kata sekretaris Wendi.Arbian mengangkat kepalanya dari komputer dan melihat Asrina berdiri di belakang sekretaris."Saya sudah menandatangani semua dokumen ini. Kamu bisa mengambilnya dan keluar," kata Arbian pada sekretaris."Baik, Pak." Sekretaris Wendi segera mengambil dokumen dan meninggalkan kantor CEO."Duduklah," ucap Arbian menunjuk ke sofa.Asrina menenangkan hatinya yang gugup dan duduk di sofa. Asrina memusatkan perhatiannya pada Arbian.Pria itu mengeluarkan sebuah dokumen dari laci dan berjalan menuju ke arahnya. Duduk di sofa, dia menyerahkan dokumen itu padanya."Ini perjanjian yang aku buat. Kamu bisa membacanya dan tuliskan nominal yang kamu inginkan. Katakan padaku jika ada yang perlu diubah," ucap Arbian."Aku ingin seratus miliar. Bisakah kamu memberikannya?" tanya Asrina mengungkapkan nominal bayaran yang diinginkannya.Arbian tertegun sejenak tidak menyangka gadis yang terlihat sederahana akan membuka mulutnya seperti singa. Angka seratus miliar merupakan angka astronomi bagi banyak perusahan. Namun, Arbian tetap menyetujuinya tanpa berpikir dia langsung menulis angka itu di dalam perjanjian, lalu memberikannya pada Asrina.Asrina menerima dokumen itu dan membacanya. Dokumen itu berisi perjanjian dimana dirinya sebagai pihak B akan menjadi istri Arbian sebagai pihak A selama 1 tahun. Arbian akan memberikan bayaran seratus miliar saat dia menyetujui kontrak. Keduanya harus bertindak sebagai pasangan alami di depan orang luar. Baik pihak A maupun pihak B tidak boleh memiliki pasangan lain selama masa perjanjian. Jika melanggar maka perjanjian akan batal dan modal pihak A harus dikembalikan. Terakhir...."Apakah tidur bersama juga harus dipenuhi? Bukankah hanya untuk bertindak di depan orang luar saja?" tanya Asrina tidak ingin melakukan perjanjian terakhir.Meskipun dia sudah menyiapkan dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. Tapi, saat hal itu berada di depan matanya dia tidak siap.Arbian menatap mata Asrina dengan tenang menjawab. "100 miliar, menurutmu itu daun yang bisa langsung dipungut?"Asrina terdiam, menggigit bibirnya, mengalihkan pandangannya ke dokumen, tidak berani menatap mata Arbian yang acuh tak acuh.Asrina tahu permintaannya tidak masuk akal. Bahkan orang yang menikah secara sahabat juga tidak memiliki mahar sebanyak ini.Yang Arbian katakan benar. 100 miliar benar-benar angka astronomi. Angka ini lebih dari cukup bahkan bisa dikatakan terlalu berlebihan hanya untuk sebuah perjanjian pernijahan palsu. Mengorbankan dirinya adalah hal yang wajar jika dia menginginkan uang itu.Menggertakkan giginya, Asrina menandatangani namanya di dokumen itu. Arbian mengambil dokumen dari tangan Asrina dan menandatangani namanya juga."Mulai malam ini kamu akan tinggal di rumahku," kata Arbian menutup dokumen."Bagaimana dengan uangnya?" tanya Asrina."Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menghubungi Pak Morael dan kami akan bertemu jam 1 nanti," jawab Arbian."Kamu tidak akan memberitahu papaku kan tentang perjanjian kita?" tanya Asrina cemas."Ini hanya kesepakatan bisnis. Kamu jangan khawatir. Setelah bekerjasama, saham perusahaan akan berada di atas namamu," ungkap Arbian."Oke. Aku akan kembali mengambil barang-barang dan pergi kerumahmu," kata Asrina berdiri dari sofa."Aku akan meminta Pak Dodi untuk mengantarmu," ucap Arbian.ꕤꕤꕤꕤꕤSatu jam kemudian, Evan duduk di sebuah lounge pribadi yang biasa digunakan oleh para eksekutif muda untuk bertukar koneksi. Di seberangnya, duduk seorang pria kurus berkacamata, mengenakan kemeja lusuh dan membawa tas penuh dokumen.“Masih bekerja di media gosip online?” tanya Evan sambil menyeruput kopinya.Pria itu mengangguk cepat. “Ya, Tuan Evan. Kami sekarang pegang banyak channel. Instagram, TikTok, bahkan satu forum gelap. Kalau ada berita sensasional, kami bisa viralkan dalam semalam.”Evan menyodorkan selembar foto dari ponselnya. “Ini targetnya. Arbian Gautama. Saya ingin semua orang mulai meragukan reputasinya.”Si pria menyipitkan mata. “Itu susah. Dia bersih. Jarang muncul di pesta. Tidak punya catatan skandal.”Evan mencondongkan tubuhnya. “Makanya kau harus menciptakannya.”“Rekayasa berita?”“Kamu sudah pernah lakukan itu sebelumnya.”Pria itu mengangguk perlahan. “Apa jenis skandal yang Anda mau?”Evan memikirkan sejenak. “Tuding dia pernah menjalin hubungan terlaran
Bella berdiri di depan kaca besar dalam ruang ganti butik kecil milik temannya, mengenakan blouse putih sederhana dan celana bahan krem. Tidak ada kesan mewah, tidak ada riasan berlebihan. Hari ini, ia ingin tampil ‘bersahabat’. Sederhana. Supaya tidak menimbulkan pertahanan dari seseorang yang ingin ia dekati—Asrina.Ia sudah tahu kebiasaan baru Asrina sejak beberapa hari lalu, berkat seorang pegawai toko yang dikenalnya secara pribadi. Hari ini, dia tahu Asrina akan datang ke butik Hilya untuk menyesuaikan ukuran kebaya resepsi.Dan seperti rencana yang sudah ia siapkan, Bella lebih dulu sampai di sana.Saat Asrina memasuki butik dengan membawa map kecil di tangan, langkahnya terhenti ketika melihat sosok Bella yang duduk tenang di pojok ruangan.“Bella?” gumam Asrina dengan nada datar, kaget namun tidak menunjukkan keterbukaan.Bella langsung berdiri dan menyambut dengan senyum sopan, seolah-olah pertemuan ini sepenuhnya kebetulan.“Asrina... kebetulan sekali,” ucap Bella dengan na
Di dalam studio foto ternama di pusat kota Jampu, suasana pagi itu penuh persiapan. Fotografer, asisten, dan penata rias sibuk berlalu-lalang, menyiapkan set latar, properti, dan gaun pengantin yang digantung rapi di rak kaca. Cahaya matahari menerobos jendela besar, membuat ruangan terasa hangat dan hidup.Asrina duduk di depan cermin rias besar, mengenakan dressing gown putih satin, rambutnya setengah dikeriting oleh tangan terampil seorang penata rambut. Wajahnya yang memang sudah cantik kini ditata lebih anggun, membuatnya tampak seperti calon pengantin dari negeri dongeng."Aku masih tidak percaya ini terjadi," gumam Asrina pelan, lebih kepada dirinya sendiri."Apa, Nona?" tanya si makeup artist, mendongak dari palet eyeshadow.Asrina tersenyum kecil. "Tidak apa-apa."Di ruang ganti sebelah, Arbian berdiri mengenakan kemeja putih dan jas hitam yang disesuaikan khusus oleh desainer internasional. Penata gaya sedang memperbaiki dasinya dan memastikan potongan rambutnya pas di kamer
Asrina menahan tawa, tapi tidak berhasil. Sebuah senyum getir terukir di bibirnya sebelum berubah menjadi tawa kecil yang dingin dan sarkastik.“Kesalahpahaman?” ulang Asrina pelan, menatap Bella lewat pantulan cermin. “Kamu bilang apa yang kulihat dengan mata kepala sendiri—ciuman itu—adalah kesalahpahaman?”Bella menunduk. “Saya... saya hanya tidak tahu harus berkata apa lagi.”Asrina membalikkan tubuhnya, kini langsung berhadapan dengan Bella. Wajahnya tidak lagi menunjukkan amarah. Justru terlalu tenang. Tapi ketenangan itu jauh lebih menakutkan.“Kamu tahu apa yang paling menyakitkan dari semua ini, Bella?” tanyanya lirih. “Bukan karena kamu mengambil Evan dariku. Tapi karena kamu membuatku sadar—kalau selama ini aku mencintai pria yang tidak pernah benar-benar mengenalku, tidak pernah benar-benar menghargai kesetiaanku.”Bella menggigit bibirnya. “Saya—”“Jangan salah paham, Bella. Aku tidak membencimu. Tidak punya waktu untuk itu,” potong Asrina. “Tapi aku juga tidak membutuhka
Memasuki kafe Asrina memimpin memilih meja kosong, Hilya dan Vany saling memandang dan mengikuti Asrina. Asrina memanggil pelayan dan memesan teh susu dan kue black forest. Sebenarnya dia merasa sedikit haus dan dia tahu kalau pasti akan menghabiskan banyak air liur untuk berbicara dengan kedua sahabatnya itu. Jadi, Asrina menghentikan Hilya dan Vany yang akan berbicara dan meminta mereka untuk memesan juga. Pembukaan toko Hilya masih ada satu jam lagi, dia bisa memanfaatkan waktu ini untuk berbicara dengan keduanya. Setelah pelayan itu pergi Hilya dan Vany tidak sabar mendengar pengakuan dari Asrina yang menyulut rasa ingin tahu mereka. "Oke, jadi dari mana kamu dapat mobil mewah itu? Jangan mencoba bicara yang berputar-putar dan jangan mengalihkan pembicaraan lagi." Hilya tidak dapat menahan rasa penasarannya. Menunggu penjelasan Asrina dari pintu masuk mal hingga memesan makanan dan minuman sudah menghabiskan banyak kesabarannya. Asrina selalu menunda-nunda dan mengalihkan pemb
Arbian duduk di meja makan tanpa menyentuh sarapan yang sudah disajikan di atas meja. Dia sedang menunggu Asrina untuk sarapan bersama."Selamat pagi?" Sapa Asrina baru saja turun."Pagi. Kamu mau kemana?" tanya Arbian melihat Asrina yang sudah berpakaian rapi. Tinggal bersama membuat Arbian mengerti kebiasaan gadis itu. Saat berpakaian rapi dan cantik dia akan keluar, sementara saat hanya tinggal di rumah dia hanya berpakaian seadanya tanpa merias wajah."Hilya akan membuka cabang di Grandmall. Sebagai teman dan mitra aku akan datang ke pembukaannya," jelas Asrina sambil menarik kursi dan duduk."Ini untukmu." Arbian meletakkan kunci mobil di depan Asrina."Apa ini? Kamu memberiku mobil?" Asrina memegang kunci mobil menatap Arbian terkejut. Hari ini bukan hari ulang tahunnya, buat apa memberi hadiah mobil?"Ya. Kamu bisa menggunakan mobil itu untuk bepergian saat aku tidak bersamamu," jelas Arbian. Asrina selalu menggunakan mobil online saat keluar atau menumpang mobilnya. Dengan mo