Share

Bab 5. Kesepakatan

Di pagi hari berikutnya, Asrina bangun pagi-pagi dan berpakaian rapi.

"Selamat pagi, Papa, Mama," sapa Asrina duduk di meja makan.

"Selamat pagi, Sayang," balas Pak Morael.

"Tumben kamu bangun pagi? Biasanya kamu masih tidur jam segini," tanya Bu Kinanti sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring putrinya.

"Mulai sekarang aku akan bangun pagi. Aku tidak akan seperti dulu lagi," kata Asrina.

Pukulan belakangan ini membuat Asrina sadar dunia tidak seindah yang dibayangkannya. Asrina tahu dia bisa hidup dengan bebas, murni, dan riang semuanya berkat perlindungan kedua orang tuanya.

Papa dan mamanya tidak pernah membiarkannya terpapar kekejaman dan intrik dunia. Pertarungan secara terang-terangan maupun diam-diam diantara keluarga kaya. Ternyata selama ini dia hidup sangat polos.

Mungkin jika tidak melihat tunangannya selingkuh, memutuskan pertunangan, atau kebangkrutan perusahaan, dia pasti akan tetap berada dalam dunianya yang murni.

"Bagaimana keadaan perusahaan sekarang Pa?" tanya Asrina.

Pak Morael menghela napas lelah. "Jika terus seperti ini. Papa hanya bisa menjual perusahaan. Tidak ada investor yang mau berinvestasi, proyek perusahaan tidak bisa berjalan," kata Pak Morael putus asa.

"Kalau perusahaan bisa mendapatkan investasi, apakah perusahaan bisa terus bertahan?" tanya Asrina lagi.

"Jika ada yang berinvestasi juga perlu dana yang sangat banyak. Tidak ada yang mau berinvestasi ke perusahaan kita sekarang meski hanya sedikit," ungkap Pak Morael.

"Pa, bisakah perusahaan masih bertahan beberapa hari lagi. Asrina akan mencoba mencari bantuan teman Asrina buat investasi."

"Siapa teman kamu?" tanya Pak Morael ingin tahu.

Setahunnya putrinya tidak punya teman lain selain Evan dan Hilya. Dan dia tahu kedua orang itu tidak akan membantu mereka. Yang satunya adalah musuh dan yang lainnya hanya seperti putrinya tidak memiliki akses ke perusahaan.

Apa yang harus dia katakan sekarang?

Papa tahu semua tentang temannya, jika dia berbicara sembarangan papa pasti akan menentangnya.

"Dia teman baru Asrina. Aku baru kenal dengannya selama beberapa hari. Dia bekerja di perusahaan besar dan kemarin aku bertemu dengannya di pesta. Dia berjanji akan membantuku dan akan berinvestasi ke perusahaan papa. Hari ini aku akan bertemu dengannya untuk membahas kerja sama lebih lanjut," jelas Asrina setengah benar setengah salah.

Ini pertama kalinya Asrina berbohong kepada orang tuanya dan dia merasa bersalah karena hal ini. Tapi, jika dia tidak berbohong papa pasti akan marah.

Asrina tahu perjanjian dengan Arbian merupakan cara kotor di lingkaran keluarga kaya. Menjadi kekasih simpanan pria kaya hanya akan dilakukan oleh wanita yang tidak benar. Wanita yang ingin memuaskan kesombongannya untuk mendapatkan banyak uang. Itulah yang dikatakan di forum yang telah ditelusurinya kemarin.

Menjadi kekasih kontrak hanya karena gadis itu membutuhkan uang mendesak dan seorang presiden tertentu memberinya uang dengan mengorbankan tubuhnya. Awalnya hanya kesepakatan berubah menjadi cinta sejati. Begitulah isi novel roman yang sering dibacanya untuk menghabiskan waktu.

Asrina tidak pernah membayangkan dirinya akan melakukan hal sama dengan novel-novel itu. Dia tidak menyukai cara gadis-gadis itu terjerat dengan CEO atau pria kaya. Tapi, kini kenyataan yang dihadapinya benar-benar seperti novel.

Menatap gedung 18 lantai di depannya membuat Asrina merasa pengecut. Benarkah yang dia lakukan ini?

Memasuki gedung ini hidupnya akan berubah. Harga diri dan asuhannya selama ini harus dia buang jauh-jauh. Asrina tahu dengan datang ke sini martabatnya yang selama ini dia jaga, yang bahkan Evan pun tidak bisa perbuat padanya seperti pasangan lainnya yang menunjukkan kasih sayang telah sirna.

Datang ke sini artinya dia siap menyerahkan dirinya pada pria yang bukan suaminya. Pertahanannya selama ini tidak ada gunanya.

"Selamat datang Bu. Ada yang bisa saya bantu?" sambut meja depan melihat kedatangan Asrina.

"Saya ingin bertemu dengan Pak Arbian CEO perusahaan kalian," ucap Asrina menatap resepsionis.

"Maaf, apa Ibu sudah membuat janji?" tanya resepsionis sopan.

"Saya tidak membuat janji, tapi CEO kalian memintaku datang kemarin," jawab Asrina.

"Apakah nama Ibu Asrina? Nona muda Asri Corporation?" tanya meja depan memastikan. Sekretaris Pak Arbian sudah menyampaikan sebelumnya jika ada seorang wanita bernama Asrina dari Asri Corporation dia harus membawanya ke kantor CEO.

"Iya."

"Ah, Nona silahkan ikuti saya. Sekretaris CEO sudah memberitahu tadi kalau Nona datang saya akan langsung membawa Nona ke kantor CEO," kata resepsionis berjalan keluar dari meja yang langsung mengubah alamat panggilannya dari ibu menjadi nona.

Asrina mengangguk dan mengikuti resepsionis membawanya naik lift.

Arbi Manajemen Investasi memang pantas menjadi perusahaan investasi terbesar di kota Jampu. Satu gedung ini adalah miliknya sendiri, para karyawannya bekerja dengan teroganisir. Sepanjang jalan tadi Asrina tidak melihat ada karyawan yang bergosip atau menganggur. Semuanya sibuk bekerja.

"Sekretaris Wendi, ini Nona Asrina," kata resepsionis menghentikan sekretaris yang baru saja keluar dari kantornya.

"Baik. Kamu bisa kembali," kata sekretaris Wendi pada resepsionis.

"Pak Arbian sudah mengunggu Nona di dalam. Saya akan akan membawa Anda masuk sekarang," kata sekretaris Wendi berjalan ke pintu CEO, mengetuk pintu, lalu membukanya.

Asrina mengikuti sekretaris dan masuk ke dalam ruangan Arbian. Memasuki ruangan Asrina melihat Arbian dengan kacamata berbingkai emas menatap layar komputer dan mengetik di keyboard.

"Pak, Nona Asrina sudah datang," kata sekretaris Wendi.

Arbian mengangkat kepalanya dari komputer dan melihat Asrina berdiri di belakang sekretaris.

"Saya sudah menandatangani semua dokumen ini. Kamu bisa mengambilnya dan keluar," kata Arbian pada sekretaris.

"Baik, Pak." Sekretaris Wendi segera mengambil dokumen dan meninggalkan kantor CEO.

"Duduklah," ucap Arbian menunjuk ke sofa.

Asrina menenangkan hatinya yang gugup dan duduk di sofa. Asrina memusatkan perhatiannya pada Arbian.

Pria itu mengeluarkan sebuah dokumen dari laci dan berjalan menuju ke arahnya. Duduk di sofa, dia menyerahkan dokumen itu padanya.

"Ini perjanjian yang aku buat. Kamu bisa membacanya dan tuliskan nominal yang kamu inginkan. Katakan padaku jika ada yang perlu diubah," ucap Arbian.

"Aku ingin seratus miliar. Bisakah kamu memberikannya?" tanya Asrina mengungkapkan nominal bayaran yang diinginkannya.

Arbian tertegun sejenak tidak menyangka gadis yang terlihat sederahana akan membuka mulutnya seperti singa. Angka seratus miliar merupakan angka astronomi bagi banyak perusahan. Namun, Arbian tetap menyetujuinya tanpa berpikir dia langsung menulis angka itu di dalam perjanjian, lalu memberikannya pada Asrina.

Asrina menerima dokumen itu dan membacanya. Dokumen itu berisi perjanjian dimana dirinya sebagai pihak B akan menjadi istri Arbian sebagai pihak A selama 1 tahun. Arbian akan memberikan bayaran seratus miliar saat dia menyetujui kontrak. Keduanya harus bertindak sebagai pasangan alami di depan orang luar. Baik pihak A maupun pihak B tidak boleh memiliki pasangan lain selama masa perjanjian. Jika melanggar maka perjanjian akan batal dan modal pihak A harus dikembalikan. Terakhir....

"Apakah tidur bersama juga harus dipenuhi? Bukankah hanya untuk bertindak di depan orang luar saja?" tanya Asrina tidak ingin melakukan perjanjian terakhir.

Meskipun dia sudah menyiapkan dirinya untuk menghadapi segala kemungkinan terburuk. Tapi, saat hal itu berada di depan matanya dia tidak siap.

Arbian menatap mata Asrina dengan tenang menjawab. "100 miliar, menurutmu itu daun yang bisa langsung dipungut?"

Asrina terdiam, menggigit bibirnya, mengalihkan pandangannya ke dokumen, tidak berani menatap mata Arbian yang acuh tak acuh.

Asrina tahu permintaannya tidak masuk akal. Bahkan orang yang menikah secara sahabat juga tidak memiliki mahar sebanyak ini.

Yang Arbian katakan benar. 100 miliar benar-benar angka astronomi. Angka ini lebih dari cukup bahkan bisa dikatakan terlalu berlebihan hanya untuk sebuah perjanjian pernijahan palsu. Mengorbankan dirinya adalah hal yang wajar jika dia menginginkan uang itu.

Menggertakkan giginya, Asrina menandatangani namanya di dokumen itu. Arbian mengambil dokumen dari tangan Asrina dan menandatangani namanya juga.

"Mulai malam ini kamu akan tinggal di rumahku," kata Arbian menutup dokumen.

"Bagaimana dengan uangnya?" tanya Asrina.

"Kamu tidak perlu khawatir. Aku sudah menghubungi Pak Morael dan kami akan bertemu jam 1 nanti," jawab Arbian.

"Kamu tidak akan memberitahu papaku kan tentang perjanjian kita?" tanya Asrina cemas.

"Ini hanya kesepakatan bisnis. Kamu jangan khawatir. Setelah bekerjasama, saham perusahaan akan berada di atas namamu," ungkap Arbian.

"Oke. Aku akan kembali mengambil barang-barang dan pergi kerumahmu," kata Asrina berdiri dari sofa.

"Aku akan meminta Pak Dodi untuk mengantarmu," ucap Arbian.

ꕤꕤꕤꕤꕤ

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status