Jam sepuluh malam, Aaron dan keluarga sudah tiba di Mansion. Bella segera mengganti pakaian Alessandro, lalu menidurkan sang putra di box bayi.Bella melihat Aaron membuka dasinya. Dengan sigap Bella mengambil alih. Aaron menarik pinggang Bella bahkan melingkarkan kedua tangannya di sana. "Terima kasih atas semuanya. Kau memang istri terbaik."Bella tersenyum. "Aku tidak rela jika ada orang yang menghina dirimu.""Kalau dipikir-pikir, aktingmu boleh juga."Bella mendongak sembari mengernyit, lalu balik bertanya, "Akting?""He'em. Waktu kau mengaku hamil."Bella terkekeh-kekeh. "Habisnya bingung mau bicara apa."Aaron meraih kedua tangan Bella dan membimbingnya agar mengaitkan pada tengkuknya. "Aku berharap kehamilan itu terjadi."Bella tersenyum. "Kita berdoa saja.""Selain berdoa, harus ada usaha juga, loh?!""Oh, ya?" Bella mengerti maksud Aaron. Wanita itu lantas menggodanya dengan menggigit bibir bawah. Karena Aaron pernah berkata, Bella tampak seksi dan menggoda dengan begitu. T
Tok tok tok! Suara pintu terdengar nyaring di telinga Aaron. "Masuk!" titahnya. Dua orang dewan direksi masuk. "Ada apa, Tuan-tuan?" tanya Aaron. Keduanya tampak canggung saat melihat Mitha, Robert, dan Kevin di sana. "Bicara saja!" desak Aaron. "Begini Tuan. Menyikapi perkataan istri Anda perihal putra Tuan Maldonado, apakah nanti itu akan berpengaruh pada kontrak yang sudah terjalin? Karena itu sama saja menyinggung perasaannya."Aaron berdiri. "Tolong jawab jujur. Apa yang akan kalian katakan seumpama ada di posisi istriku?!""Tuan-tuan mendengar atau mungkin melihat bagaimana perlakuan Maldonado dan putranya, bukan? Siapa yang seharusnya tersinggung? Di mata kalian istriku bersalah?!" lanjut Aaron penuh penekanan. Kedua dewan itu hanya bisa menunduk. Mereka yang kebetulan mendapat undangan makan malam saat itu tentu saja menyaksikan dengan jelas. "Kalau saja bisa kontrak itu dibatalkan, aku akan batalkan kontrak itu! Aku tidak mau karena kontrak sialan ini, istriku yang j
"Sayang? Aku mohon jangan kotori tanganmu!" Bella berlari menghampiri Aaron, diikuti oleh Damian yang menggendong Alessandro. "Simpan benda itu. Aku tidak suka!" ucapnya lagi tegas. Aaron menurunkan lengannya, lalu berkata dengan sorot tajam kepada para wartawan, "Kalian beruntung, karena ada istriku!"Aaron menyimpan pistolnya kembali di dalam laci, sedangkan Bella menghampiri Mitha. "Ada apa ini, Mi?""Suamimu marah besar karena wartawan itu sudah memuat berita tentangmu.""Oh, karena itu.""Kamu sudah tau, Nak?" tanya Mitha. "Iya, Mi, sudah."Aaron meminta Damian agar mengantar ketiga wartawan itu ke ruang rapat tak lupa dengan menyita barang milik mereka, seperti ponsel dan kamera."Sini, biar Ale sama Nenek." Damian memberikan Alessandro kepada Mitha. "Damian? Kenapa beritanya masih saja beredar?""Mereka menolak untuk menghapusnya, Tuan. Postingan itu sudah mendapat satu juta lebih viewer."Aaron tersenyum sarkas. "Baiklah. Kau lanjutkan saja tugasmu!"Damian mengangguk, l
Konferensi pers sudah usai. Aaron merasa puas karena ternyata Maldonado berani berkata jujur. Kini, mereka masih di ruang rapat, karena Aaron masih meminta penjelasan dari mereka."Tuan Maldonado? Dengan ini saya putuskan bahwa SAP Company membatalkan kontrak dengan Gold Star Company. Saya tidak mau mengambil risiko yang bisa merusak rumah tangga saya!""Anda yakin, Tuan? Tidak akan menyesal?" Maldonado balik bertanya. Aaron tersenyum sarkas. "Anda cari saja perusahaan lain! Jika saya melanjutkan kerjasama, maka saya yang akan menyesal nantinya."Aaron menatap putra Maldonado. "Dan untuk kau anak muda. Carilah wanita seusiamu, jangan pernah jadi pebinor!"Tatapan Aaron beralih kepada Emilia. "Dan kau ... aku tidak mau melihat kau seumur hidupku. Walaupun kau dibesarkan oleh Tuan Robert, aku tidak peduli!"Emilia tampak terkejut sekaligus ingung. Kini, Aaron beralih menatap Robert. "Bagaimana? Anda sudah menentukan pilihan?""Nak? Emilia putriku dan kau juga putraku. Aku tidak bisa m
"Emm ... ma-maksudnya itu ...,"Aaron tersenyum. "Aku ambil keputusan benar-benar sudah dipikirkan, kok, Sayang. Jadi, apapun hasilnya. Aku tidak akan menyesal."Bella bernapas lega. Tidak terbayang bagaimana jika Aaron marah. Tidak akan main tangan memang, tetapi Aaron pasti akan ganas di kasur yang membuat Bella kewalahan. Ponsel Bella berdering. "Ayah menelepon," ucap Bella saat melihat nama yang tertera dalam layar ponsel. "Angkat saja. Paling juga Ayah mau memastikan kau baik-baik saja.""Ayah melihat berita?" tebak Bella. "Coba saja angkat. Daripada menerka-nerka."Bella menerima panggilan. "Halo, Yah?" sapa Bella. "Ini Ibu, Nak." Rupanya Belinda yang bicara. "Ibu apa kabar?""Harusnya Ibu yang tanya? Apa kamu baik-baik saja? Ibu khawatir setelah tadi melihat berita di televisi."Bella tersenyum. "Aku baik-baik saja, Bu. Ini mau makan siang sama suamiku.""Syukurlah, Nak. Jujur saja Ibu kesal dan sebal dengan pengakuan pria tua itu. Enak saja bilang ada niatan merebutmu d
Lima bulan sudah berlalu. Hari-hari Aaron dan Bella lalui dengan suka cita. Mereka merasakan bahagia luar biasa. Walaupun hubungan Aaron dan Robert kian menjauh. Ya, setelah Bella mengatakan kekhawatirannya perihal Emilia, Aaron tetap teguh dengan keputusannya. Pun dengan Maldonado. Aaron menjauhi segala sesuatu yang berhubungan dengan Gold Star Company. Jikalau saja ia putra kandung dari Addison, maka Aaron akan memaksa Mitha untuk mengambil kembali perusahaan itu. Usut punya usut, ternyata Mitha memang sengaja tidak memberitahu tentang perusahaan itu kepada Aaron, karena memang Addison tidak berpesan apapun selain dalam surat wasiat itu. Ucapan Aaron pun terbukti, bahwasanya tiga bulan lalu banyak para investor yang ingin menanamkan modal di perusahaan miliknya. Tak sedikit pula perusahaan yang baru merintis bekerjasama dengan SAP Company. Aaron benar-benar membuka tangannya lebar-lebar, merangkul mereka. "Mi, sudah hubungi Papa Robert?" tanya Bella berbisik. Mitha mengacungkan j
Aaron mengikuti ke mana Mitha pergi setelah meminta izin kepada Bella. Bak penguntit Aaron berjalan mengendap dan sesekali bersembunyi di balik tembok saat Mitha maupun Robert menoleh ke arah sekitar. "Ah, sial! Ke mana mereka?" Aaron kehilangan jejak. Puk! Kevin menepuk pundak Aaron. "Ke mana?""Tadi aku lihat Mami seperti sama Tuan Robert. Ke mana, ya? Kau melihatnya?""Oh, Tante Mitha sama Om Robert sepertinya mau dansa, tuh!"Aaron bergegas pergi tanpa permisi. Pria itu melangkah sembari menajamkan pendengarannya, karena pasalnya terdengar lantunan musik. Sampailah Aaron di sebuah aula dimana banyak tua-muda melantai di sana. Pun dengan Mitha. Ibunya itu tengah asyik berdansa dengan Robert. Sesekali mereka bicara dan sesekali melempar senyum. "Cinta lama bersemi kembali?" gumam Aaron, tersenyum sinis kemudian. Aaron memilih pergi. Esok, ia akan menanyakan hal itu kepada Mitha. Apa ia sengaja mengajak Robert? Atau kebetulan semata? *"Sudah dari mana, sih?" tanya Bella saat
Aaron bernapas lega, karena Bella hanya mengerjainya saja. Namun, ucapan Bella itu akan Aaron rencanakan karena memang mereka belum melakukan honeymoon. Namun, Sebelum itu terjadi, Aaron akan memberikan sebuah kejutan kepada Bella. Aaron, Bella, juga Alessandro sudah rapi. Lekas mereka meninggalkan hotel. Hanya menempuh sepuluh menit saja, mereka sudah tiba di pantai. Rupanya di sana sudah ada keluarga lainnya. Ada waktu sekitar dua puluh tujuh menit untuk menikmati momen matahari terbit. Tak hanya mereka saja yang ada di sana, melainkan para turis lainnya. "Mami ke mana, ya? Apa masih tidur?" Batin Aaron. Aaron mengedarkan pandangannya. Ia tersenyum samar saat melihat Mitha berjalan menghampirinya. "Aku pikir Mami sudah ada di sini," ucap Aaron. Mitha tersenyum. "Mami kesiangan.""Kok, bisa kesiangan. Bukannya Mami masuk kamar bareng kita, ya?""Iya, tapi Mami ke luar lagi."Aaron menyipit. "Ke luar? Mami ke mana?" tanya Aaron pura-pura tidak tahu. Mitha terlihat bingung. "Ah,