Bella sudah berada di dalam mobil. Aaron langsung meminta sopir serta suster untuk turun dan berpindah ke mobil lain.
Aaron sudah duduk di belakang kemudi.Bella yang tidak ingin bersama pria itu pun meraih handle pintu hendak ke luar, tetapi Aaron segera menguncinya."Lebih baik kita Jalan-jalan," ucap Aaron sembari membuka jasnya, lalu menyimpannya di sandaran jok.Aaron menghela napas, menoleh ke arah Bella kemudian, sembari berkata, "Aku minta maaf soal tadi."Mobil pun melaju. Tidak ada kata dari keduanya. Hanya rengekan bayi yang sepertinya kehausan."Kenapa, Sayang, hem? Kamu haus?" ucap Bella sembari menepuk-nepuk pelan bokong si bayi.Ingin sekali Bella menyusui Alessandro. Akan tetapi, tidak mungkin baginya untuk membuka kancing baju, lalu mengeluarkan buah dadanya begitu saja. Walaupun Aaron sudah melihat bahkan merasakannya, sungguh tidak sudi jika Aaron melihatnya lagi."Kenapa tidak disusui kAaron mengantar Bella pulang. Wanita cantik itu benar-benar tidak memedulikan keberadaan Aaron. Ia membiarkan ayah dari Alessandro itu duduk di teras. Jika saja Aaron tidak berjanji kepada Mitha untuk membawa Bella serta putranya, enggan baginya untuk bertahan di sana. Jika saja bukan karena tanggung jawab, enggan baginya mengejar wanita egois seperti Bella."Eh, ada Kakak Ipar," sapa John yang baru saja datang, "kok, gak masuk?""Kakakmu marah," jawab Aaron singkat. John duduk di samping Aaron. "Udah sparing sama siapa?" tanya John lagi sembari menunjuk sudut bibirnya sendiri. Aaron tersenyum sarkas, lalu menceritakan apa yang sudah terjadi. "Haaahh, Kak Bella aneh juga kalau dipikir-pikir! Tapi, mau gimana lagi Kakak Ipar? Kakakku memang seperti itu orangnya."Aaron tersenyum. "Ya, ya .... Yang terpenting aku sudah mengantongi restu dari ayahmu juga, John."John tersenyum lebar. "Waah, selamat, ya? Tinggal
Setelah mendapat pengobatan kedua dari Bella, Aaron malah merasakan sakit yang luar biasa. Bagaimana tidak? Karena Bella menekan lukanya tanpa ampun. Jarum jam sudah menunjuk pada angka delapan malam itu. Seharusnya Aaron segera kembali ke kota Birmingham. Akan tetapi, ada hal penting yang belum Aaron sampaikan kepada Bella. Jadi, Aaron memutuskan untuk bertahan di sana dan menginap di hotel. Tak lupa, Aaron meminta Damian untuk datang esok. *Pagi-pagi sekali Aaron sudah bangun. Ia pergi ke arena gym yang ada di hotel. "Di mana?" tanya Aaron kepada Damian melalui sambungan telepon. "Saya sudah tiba di kamar Anda, Tuan.""Sepuluh menit lagi aku kembali!" Aaron mematikan sambungan sepihak. Dirasa sudah cukup, Aaron menyudahi kegiatannya. Tubuh Aaron yang ideal berhasil mencuri perhatian seorang wanita di sana. "Hai, boleh kenalan?" Wanita itu mengulurkan tangan. "Tidak usah berkenalan dengan
Hari sudah malam, tetapi mata Robert enggan terpejam. Ia gelisah karena Emilia tak kunjung pulang. Sudah lebih dari sepuluh kali pria paruh baya itu menghubungi ponsel Emilia, tetapi nihil. Ponsel Emilia tak dapat dihubungi.Tok tok tok! Terdengar suara pintu diketuk. "Masuk!" seru Robert, sembari menyalakan lampu kamar. Rupanya orang kepercayaan Robert yang masuk. "Lapor, Tuan. Nona Emilia menolak untuk pulang."Rahang Robert mengeras. "Aku bilang seret!""Sungguh kami tidak tega, Tuan. Tapi, kami pastikan Nona Emilia kembali esok.""Kau yakin?""Sangat yakin, Tuan.""Lalu, bagaimana dengan Aaron?"Orang itu pun melaporkan di mana posisi Aaron dan apa saja yang Aaron kerjakan. Tidak hanya kegiatan Aaron, tetapi apa yang Aaron rencanakan untuk Emilia pun ia katakan. Robert tersenyum sarkas. "Terus awasi Aaron!"Robert mengambil selembar foto di dalam laci nakas.
Di tempat lain, ada Bella yang sedang menatap lekat wajah Alessandro yang tengah tertidur pulas. Berkali-kali pula Bella membaca surat perjanjian itu. Jangan tanyakan soal hati, berkali-kali ia meyakinkan diri untuk tidak bersikap egois. "Bell?" sapa Belinda. Bella yang kaget langsung menyimpan surat itu di bawah bantal Alessandro. "I-iya, Bu, ada apa?""Ibu berangkat, ya?""Iya, Bu, hati-hati, ya? Tapi, apa yang Ibu bawa itu?" Bella memerhatikan kantong yang Belinda bawa. Belinda tersenyum. "Ini, semalam Ibu bikin kue. Ibu mau coba simpan di warung, siapa tau laku. Lumayan, kan, Bell, nanti uangnya buat tambahan sehari-hari."Deg! Mendengar itu sungguh membuat hati Bella sakit. Tidak, tidak ada yang salah dengan berjualan. Hanya saja, diusia Belinda sekarang harusnya digunakan untuk beristirahat. "Ibu, tidak usah capek-capek bikin kue, ya? Biar Bella saja yang pikirkan bagaimana kita dapat uang t
Hari yang mendebarkan bagi Bella tiba. Aura kecantikan Bella semakin terpancar ketika gaun pengantin yang dibuat dari organza satin berwarna putih gading membalut tubuhnya. Ditambah lagi tatanan rambut low rolled yang terlihat minimalis, tetapi tetap memberi kesan istimewa. Tak hanya itu, mahkota kecil bertahtakan berlian turut menghias kepala Bella menambah penampilannya makin memesona. Bella mulai berjalan menyusuri lorong rumah sakit didampingi John. Ya, rumah sakit. Bella meminta agar pernikahannya diselenggarakan di sana, di hadapan Julio. Beruntung, pihak rumah sakit mengizinkan. Oleh karenanya, Aaron membooking satu lantai atas agar tidak menggangu pasien lain. Rasa debar di dada sangat terasa saat Bella memasuki kamar Julio yang sudah dihias sedemikian rupa. Perlahan Bella mengedarkan pandangan. Tampak beberapa staf rumah sakit, Belinda yang sedang memangku Alessandro, suster, sopir juga kedua pengawalnya, dan tentu saja ada Julio yang tengah be
"Bella, bangun!" bisik Aaron. Perlahan Bella membuka mata karena merasakan tepukan di bahu. "Ya ampun, aku ketiduran ternyata.""Cepat bangun dan bersihkan air susu itu di wajah Ale!"Bella melihat ke arah Alessandro. "Ya Tuhan! Kenapa aku ceroboh begini?!"Bella lekas bangun dan mengambil tissue di atas meja rias tanpa memedulikan kondisi dirinya. "Maaf, Sayang, untung saja kamu tidak tersedak, Nak," ucap Bella sembari membersihkan. "Kau memancingku?!"Bella menoleh. "Apa maksudmu? Dan kenapa masuk tidak mengetuk pintu dulu?"Aaron sama sekali tidak memedulikan ocehan Bella. Jarinya justru menunjuk ke arah Bella. Bella mengikuti ke mana jari itu mengarah. Bella melotot, kaget. Ya, rupanya buah dadanya menggantung indah tanpa tertutup kain. Bella segera memasukan benda kenyalnya itu, lalu mengaitkan kancing bajunya. Bella berusaha bersikap biasa saja. Jangan tanya bagaimana perasaan Aaron.
"Emmm .... " Bella melenguh sembari mengerjapkan matanya, beberapa kali berusaha membiasakan cahaya yang masuk ke pupilnya sampai akhirnya mata itu terbuka lebar. Bella terduduk. "Jam berapa ini?" gumamnya sembari mengedarkan pandangan. Tampak jarum jam yang menghias dinding menunjuk pada angka tujuh. Bella melihat ke arah box bayi. Kosong. Ke mana Alessandro? Apakah bayi itu tidak menangis seperti biasanya setiap pagi untuk meminta susu? Ia bergegas turun. Langkah Bella terhenti saat kakinya menginjak selimut. Tidak hanya selimut saja, di sana ada bantal juga. Bella tersenyum sembari mengelus dada, merasa lega. Itu artinya Aaron tidur di bawah. Bella memilih untuk mencuci muka terlebih dahulu, kemudian ke luar. Terdengar suara tawa di teras. Lekas Bella menghampiri. Tampak Kevin juga Damian yang sedang mengajak bermain Alessandro. Bayi gembul itu sedang merangkak mengambil mainan yang mereka beri. Lain halnya dengan Aaron.
Akhirnya siang itu Bella ikut pulang bersama Aaron. Aaron tak serta membawa sopir dan dua pengawal Bella, karena mereka dipekerjakan untuk menjaga mertua dan adik iparnya, terkecuali sang baby sitter. Setelah menempuh dua jam perjalanan udara, tibalah mereka di mansion milik Aaron. "Silakan masuk!" ucap Aaron. Bella diam. Ia menarik napas dalam-dalam seiring dengan mata yang terpejam. Sekelebat cerita masa itu kembali hadir. "Kenapa diam? Ayok!"Bella terhenyak, lalu masuk walau berat kaki melangkah. Bella duduk cantik di sofa ruang tamu, sedangkan Aaron mengantar Mitha terlebih dahulu ke kamarnya. "Yuk, kita ke kamar atau mau keliling dulu?"Bella tersenyum samar. "Keliling dulu saja. Tidak lucu, kan, kalau nanti aku lapar harus nanya dulu dapur di sebelah mana?"Aaron tersenyum. "Baiklah, dengan senang hati!"Aaron mengajak Bella berkeliling mulai lantai paling atas, termasuk kamar Mitha. Tampak