Hari sudah malam, tetapi mata Robert enggan terpejam. Ia gelisah karena Emilia tak kunjung pulang. Sudah lebih dari sepuluh kali pria paruh baya itu menghubungi ponsel Emilia, tetapi nihil. Ponsel Emilia tak dapat dihubungi.
Tok tok tok!Terdengar suara pintu diketuk."Masuk!" seru Robert, sembari menyalakan lampu kamar.Rupanya orang kepercayaan Robert yang masuk."Lapor, Tuan. Nona Emilia menolak untuk pulang."Rahang Robert mengeras. "Aku bilang seret!""Sungguh kami tidak tega, Tuan. Tapi, kami pastikan Nona Emilia kembali esok.""Kau yakin?""Sangat yakin, Tuan.""Lalu, bagaimana dengan Aaron?"Orang itu pun melaporkan di mana posisi Aaron dan apa saja yang Aaron kerjakan. Tidak hanya kegiatan Aaron, tetapi apa yang Aaron rencanakan untuk Emilia pun ia katakan.Robert tersenyum sarkas. "Terus awasi Aaron!"Robert mengambil selembar foto di dalam laci nakas.Di tempat lain, ada Bella yang sedang menatap lekat wajah Alessandro yang tengah tertidur pulas. Berkali-kali pula Bella membaca surat perjanjian itu. Jangan tanyakan soal hati, berkali-kali ia meyakinkan diri untuk tidak bersikap egois. "Bell?" sapa Belinda. Bella yang kaget langsung menyimpan surat itu di bawah bantal Alessandro. "I-iya, Bu, ada apa?""Ibu berangkat, ya?""Iya, Bu, hati-hati, ya? Tapi, apa yang Ibu bawa itu?" Bella memerhatikan kantong yang Belinda bawa. Belinda tersenyum. "Ini, semalam Ibu bikin kue. Ibu mau coba simpan di warung, siapa tau laku. Lumayan, kan, Bell, nanti uangnya buat tambahan sehari-hari."Deg! Mendengar itu sungguh membuat hati Bella sakit. Tidak, tidak ada yang salah dengan berjualan. Hanya saja, diusia Belinda sekarang harusnya digunakan untuk beristirahat. "Ibu, tidak usah capek-capek bikin kue, ya? Biar Bella saja yang pikirkan bagaimana kita dapat uang t
Hari yang mendebarkan bagi Bella tiba. Aura kecantikan Bella semakin terpancar ketika gaun pengantin yang dibuat dari organza satin berwarna putih gading membalut tubuhnya. Ditambah lagi tatanan rambut low rolled yang terlihat minimalis, tetapi tetap memberi kesan istimewa. Tak hanya itu, mahkota kecil bertahtakan berlian turut menghias kepala Bella menambah penampilannya makin memesona. Bella mulai berjalan menyusuri lorong rumah sakit didampingi John. Ya, rumah sakit. Bella meminta agar pernikahannya diselenggarakan di sana, di hadapan Julio. Beruntung, pihak rumah sakit mengizinkan. Oleh karenanya, Aaron membooking satu lantai atas agar tidak menggangu pasien lain. Rasa debar di dada sangat terasa saat Bella memasuki kamar Julio yang sudah dihias sedemikian rupa. Perlahan Bella mengedarkan pandangan. Tampak beberapa staf rumah sakit, Belinda yang sedang memangku Alessandro, suster, sopir juga kedua pengawalnya, dan tentu saja ada Julio yang tengah be
"Bella, bangun!" bisik Aaron. Perlahan Bella membuka mata karena merasakan tepukan di bahu. "Ya ampun, aku ketiduran ternyata.""Cepat bangun dan bersihkan air susu itu di wajah Ale!"Bella melihat ke arah Alessandro. "Ya Tuhan! Kenapa aku ceroboh begini?!"Bella lekas bangun dan mengambil tissue di atas meja rias tanpa memedulikan kondisi dirinya. "Maaf, Sayang, untung saja kamu tidak tersedak, Nak," ucap Bella sembari membersihkan. "Kau memancingku?!"Bella menoleh. "Apa maksudmu? Dan kenapa masuk tidak mengetuk pintu dulu?"Aaron sama sekali tidak memedulikan ocehan Bella. Jarinya justru menunjuk ke arah Bella. Bella mengikuti ke mana jari itu mengarah. Bella melotot, kaget. Ya, rupanya buah dadanya menggantung indah tanpa tertutup kain. Bella segera memasukan benda kenyalnya itu, lalu mengaitkan kancing bajunya. Bella berusaha bersikap biasa saja. Jangan tanya bagaimana perasaan Aaron.
"Emmm .... " Bella melenguh sembari mengerjapkan matanya, beberapa kali berusaha membiasakan cahaya yang masuk ke pupilnya sampai akhirnya mata itu terbuka lebar. Bella terduduk. "Jam berapa ini?" gumamnya sembari mengedarkan pandangan. Tampak jarum jam yang menghias dinding menunjuk pada angka tujuh. Bella melihat ke arah box bayi. Kosong. Ke mana Alessandro? Apakah bayi itu tidak menangis seperti biasanya setiap pagi untuk meminta susu? Ia bergegas turun. Langkah Bella terhenti saat kakinya menginjak selimut. Tidak hanya selimut saja, di sana ada bantal juga. Bella tersenyum sembari mengelus dada, merasa lega. Itu artinya Aaron tidur di bawah. Bella memilih untuk mencuci muka terlebih dahulu, kemudian ke luar. Terdengar suara tawa di teras. Lekas Bella menghampiri. Tampak Kevin juga Damian yang sedang mengajak bermain Alessandro. Bayi gembul itu sedang merangkak mengambil mainan yang mereka beri. Lain halnya dengan Aaron.
Akhirnya siang itu Bella ikut pulang bersama Aaron. Aaron tak serta membawa sopir dan dua pengawal Bella, karena mereka dipekerjakan untuk menjaga mertua dan adik iparnya, terkecuali sang baby sitter. Setelah menempuh dua jam perjalanan udara, tibalah mereka di mansion milik Aaron. "Silakan masuk!" ucap Aaron. Bella diam. Ia menarik napas dalam-dalam seiring dengan mata yang terpejam. Sekelebat cerita masa itu kembali hadir. "Kenapa diam? Ayok!"Bella terhenyak, lalu masuk walau berat kaki melangkah. Bella duduk cantik di sofa ruang tamu, sedangkan Aaron mengantar Mitha terlebih dahulu ke kamarnya. "Yuk, kita ke kamar atau mau keliling dulu?"Bella tersenyum samar. "Keliling dulu saja. Tidak lucu, kan, kalau nanti aku lapar harus nanya dulu dapur di sebelah mana?"Aaron tersenyum. "Baiklah, dengan senang hati!"Aaron mengajak Bella berkeliling mulai lantai paling atas, termasuk kamar Mitha. Tampak
Box bayi sudah datang. Aaron sendiri yang menentukan di sebelah mana box itu pantasnya di simpan bahkan ia sendiri yang menidurkan Alessandro ke dalam sana. "Papa pastikan kamu tidak akan kekurangan satu apa pun. Kelak, jika kau sudah besar, tolong jaga mamamu! Tidur yang nyenyak, ya? Papa ke kamar dulu. Good night and nice dream, Baby!"Aaron bergegas ke kamarnya. Ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan. Masuk ke kamar, Aaron segera menuju ke ruang kerjanya. Ada pemandangan baru di sana, dimana ada foto Bella berserta Alessandro dengan bingkai besar tergantung di tembok tepat di hadapannya. Aaron fokus memeriksa beberapa data yang masuk melalui surat elektronik, tak terkecuali surat perjanjian nikah kontrak dengan Bella. Hampir saja ia lupa, yakni dengan janjinya untuk memberi uang bulanan kepada keluarga Bella. Aaron membuka catatan keuangan pribadinya dan mulai merumuskan besarnya pengeluaran. Tidak hanya itu, Aaron menyusun rencana untuk masa
Tiba di kantor, Aaron dan Damian bergegas ke ruangan meeting. Meeting pagi itu dihadiri oleh semua dewan direksi. "Selamat pagi?" sapa Aaron, "terima kasih sudah menyempatkan hadir tepat waktu. Seperti yang kita ketahui bahwa apartemen yang kita bangun di kota Valencia roboh dan kerugian yang kita alami cukup besar. Oleh karena itu, bagaimana menurut Anda semua, apakah kita bangun ulang atau mencari tempat lain? Kepada masing-masing bagian, silakan pendapatnya!"Salah seorang dewan angkat bicara. "Menurut saya, lebih baik mencari lokasi baru. Karena biaya renov ini akan lebih mahal. Kalau pun kita melanjutkan, lebih baik kita menunggu keuangan stabil dulu, Tuan.""Yang lain, bagaimana?" lanjut Aaron. "Kita perusahaan besar. Akan sangat terlihat menyedihkan di mata pengembangan lain jika apartemen itu tidak kita lanjutkan." Kata dewan lain. "Kalau begitu, kita perlu data keuangan dari sepuluh anak perusahaan kita. Kita gunakan uang itu untuk melanjutkan pembangunan. Anggap saja itu
Lagi, Bella tak ingin menduga-duga dan tidak ingin ikut campur urusan keluarga Aaron lebih jauh. Bella mencoba untuk abai dan memilih menghabiskan waktu di kamar. Hari menjelang sore. Berdiam diri di rumah membuat Bella merasa bosan. Akhirnya, Bella memutuskan akan berkeliling kota Birmingham. "Nona, Anda mau ke mana?" tanya seorang pengawal yang berada di gerbang. "Mau ke luar, Pak.""Mohon tunggu, mobil sebentar lagi akan siap."Bella menolak. Ia benar-benar ingin menikmati waktu berdua bersama Alessandro, tanpa baby sitter, tanpa pengawal. "Tidak bisa, Nona. Tuan Aaron pasti marah.""Itu urusan kalian. Aku berangkat dulu, ya?" Bella menaiki taksi online yang ternyata sudah ia pesan sebelumnya. ***Bella sangat menikmati perjalanan. Matanya tak lelah menyapu sekeliling. Ada rasa rindu yang turut hadir kala mobil melewati toko yang berjajar. Ya, itu adalah toko dimana Bella selalu menitipkan rot