Share

Mencari Kebenaran

Aaron tetap bergeming. Ia tidak peduli walaupun Bella bersikap acuh.

Terdengar suara sepatu yang beradu dengan lantai yang kian mendekat.

Aaron menoleh ke arah suara, memerhatikan.

Di depan sana, tepat di hadapan Bella berdiri seorang wanita paruh baya dan laki-laki bertubuh tegap menggunakan masker dan topi sembari menggendong seorang bayi.

"Bella, bagaimana ayahmu?" Terdengar kalimat itu di telinga Aaron.

"Ayah masih menjalani operasi, Bu," jawab Bella.

Aaron menyaksikan wanita paruh baya itu duduk di samping Bella dan bertanya perihal biaya operasi.

Bella menunjuk Aaron, membuat yang ditunjuk beralih menatap wanita paruh baya itu.

"Semua ditanggung olehnya, Bu," lanjut Bella.

Wanita paruh baya bernama Belinda Agatha yang tak lain adalah ibu Bella tersenyum kepada Aaron. Aaron pun membalasnya.

"Terima kasih. Entah bagaimana caranya kami membalasnya," ucap Belinda.

"Sama-sama, Nyonya!" balas Aaron.

"Ibu tidak usah berterimakasih kepadanya. Karena ini memang tanggungjawabnya!" ucap Bella cepat dengan ketus.

Aaron hanya diam dan hanya mampu memerhatikan Bella. Ia melihat wanita yang sudah ditidurinya itu mengambil alih sang bayi dari gendongan pria bertopi tadi, lalu melangkah pergi.

"Anda Tuan Aaron Addison, kan?" tanya pria yang memakai topi.

"Iya, benar. Anda mengenal saya ternyata," kata Aaron, lalu tersenyum.

"Wajah Anda sering wara-wiri di koran bisnis bahkan di beberapa laman internet."

Pria bertopi itu membuka masker serta topinya, lalu duduk di samping Aaron. Sembari mengulurkan tangan ia berkata, "Namaku John Hanan, adik Kak Bella. Dan itu ibu kami."

Aaron menerima uluran tangan itu. "Ah, senang bisa berkenalan denganmu."

"Juga Anda, Nyonya," lanjut Aaron kepada Belinda.

Belinda tersenyum.

"Kau tau, Tuan? Aku salah satu orang yang mengagumimu dan berharap akan menjadi orang sukses sepertimu," ujar John.

"Begitu pula dengan Kak Bella," tambah John.

Aaron mengernyit, lalu merubah posisi duduknya menghadap John. Aaron tertarik membahas Bella. "Kenapa dengan kakakmu?"

"Keponakanku saja dia beri nama Alessandro Addison. Aku tanya alasannya katanya nge-fans sama Anda," jawab John dengan senang.

Aaron terdiam. Namaku? Kenapa bisa namaku ia sematkan? Apa bayi itu adalah darah dagingku? Nge-fans? Bukankah ia benci kepadaku? Batin Aaron.

"Kalau boleh tau, apa kakakmu itu sudah menikah?"

Aaron melihat John terdiam, lalu menoleh kepada Belinda. Ibu dan anak itu saling menatap tanpa kata.

Kenapa mereka diam? Apa ia salah dalam bertanya? Atau memang Bella belumlah menikah? Bella menutupi semua yang sudah menimpanya? Ah, jelas saja Bella menutupi siapa ayah bayi itu. Jika saja mereka tahu, maka Aaron sudah mendapat cacian dari Belinda, pikir Arron.

"Ah, maaf jika pertanyaan itu membuat kalian bingung. Maksudku, apa suami Bella berbisnis? Jika iya, mari kita bekerjasama. Atau aku akan suntikan modal."

Belinda angkat suara. "Suami Bella bekerja di kota Birmingham, Tuan."

"Nah, kebetulan sekali. Aku tinggal di sana. Kapan-kapan mainlah ke rumah."

"Wah, dengan senang hati, Tuan! Kak Bella pas--"

"Jangan ada yang berbicara tentangku terlebih-lebih kepada orang asing itu!" kata Bella yang datang tanpa mereka sadari. Sorot tajam pun ia berikan kepada Aaron.

"Bu, Bella pulang duluan, ya? Kasian Ale kalo di sini," ucap Bella kepada Belinda.

"Iya, Nak, hati-hati."

Bella pun pergi.

Aaron hanya bisa menatap kepergian Bella. Saatnya ia mengorek informasi tentang bayi itu.

Akhirnya Aaron menghubungi Damian agar segera datang ke rumah sakit.

Tak lama berselang, Damian datang dengan beberapa pengawal. Aaron pun memerintah Damian untuk memastikan semua korban mendapatkan perawatan terbaik dan meminta para pengawalnya untuk berjaga di sana.

"Berapa orang yang harus menjalani operasi?" tanya Aaron kepada Damian.

"Hanya Tuan Julio saja, Tuan. Sepuluh orang lainnya hanya mengalami luka ringan."

Damian pula memberitahu bagaimana kronologi kejadian saat itu, yakni beberapa orang tengah menikmati suasana pantai sembari melihat-lihat apartemen yang baru dibangun itu. Posisi Julio yang kala itu berada di area lobi apartemen sedang mengantar makanan untuk para pekerja yang sedang mengecat. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Semua orang berlari menyelamatkan diri. Nahas, ternyata tembok lebih dulu menghantam tubuh dan kepala Julio sebelum dirinya berhasil ke luar.

Aaron menghela napas panjang. "Awasi terus kondisi Tuan Julio," ucapnya.

"Baik, Tuan."

Perhatian Aaron kembali kepada John juga Belinda.

"Nyonya, juga John, mari kita menikmati secangkir kopi atau teh dulu?!" tawar Aaron.

"Tidak, terima kasih. Lebih baik saya di sini saja," tolak Belinda halus.

"Kalau kamu, John?"

John menatap Belinda.

Belinda yang mengerti dengan maksud tatapan putranya itu mengangguk pertanda memberi izin.

Aaron dan John pun meninggalkan rumah sakit.

**

Rupanya Aaron mengajak John ke sebuah restoran. Aaron menjamu John dengan makanan juga minuman spesial di sana.

"Wah, aku merasa jadi orang spesial, Tuan," ucap John.

Aaron tersenyum. "Silakan nikmati hidangannya."

"John, aku mau bertanya sesuatu," lanjut Aaron.

Mulut John yang penuh dengan makanan pun hanya bisa mengangguk.

"Apa kakakmu sudah bersuami?"

Aaron melihat John terdiam. Lantas ia mengunyah cepat, lalu mengusap mulutnya.

"Tapi, Tuan juga janji, ya, jangan sampai Kak Bella tau kalau aku yang bilang ini sama Tuan. Oke?"

Aaron tersenyum. "Oke!"

"Kakak korban pemerkosaan waktu di kota Birmingham," ungkap John.

Deg!

Mendengar itu membuat hati Aaron berdenyut. Berarti benar bayi itu adalah darah dagingku? Batinnya.

John mengatakan setelah Bella dinyatakan hamil, Julio marah besar. Julio menyangka jika Bella sudah menjual diri. Bagaimana tidak? Setiap bulannya Bella mengirim uang dalam jumlah yang terbilang cukup besar.

"Padahal, selain kakak kerja sebagai penjual roti, setiap malamnya kakak bekerja di restoran. Dan yang paling membuat hati aku sakit, ayah memukuli Kak Bella dengan cambuk. Kakak sempat ingin pulang ke kampung ibu, Indonesia. Tapi, ibu melarang. Ia memohon kepada ayah agar menerima takdir ini."

"Lalu, kenapa kakakmu tidak menggugurkan kandungannya?"

John mengembuskan napas kasar. "Kata Kak Bella, bayi itu tidak berdosa."

Lagi, mendengar itu membuat hati Aaron terenyuh. Ia harus berterimakasih kepada Bella karena sudah menjaga darah dagingnya.

"Apa kakakmu mengatakan siapa pria yang sudah menghamilinya?"

John menggeleng. "Tidak, Tuan. Sampai detik ini Kak Bella tutup mulut."

"Kakakku itu benar-benar pahlawan buatku. Setelah perusahaan ayah bangkrut, Kak Bella yang kerja banting tulang. Ia tidak mengizinkan ayah dan ibu bekerja. Pun denganku. Kakak meminta aku untuk fokus kuliah. Bahkan sampai ia sudah melahirkan anak itu, kakak tetap bekerja. Ia tidak mau menjadi beban ayah," lanjut John.

Aaron terdiam. Sungguh miris mendengar hidup Bella. Wajar jika Bella membencinya.

"Asistenku bilang, ayahmu berada di apartemen itu sedang mengirim makanan. Ayahmu berjualan?"

"Iya. Dari awal berdirinya apartemen itu, ibu menawarkan diri kepada mandornya untuk menyediakan ketering. Dan dari itulah tambahan pendapatan kami."

Aaron mengusap wajahnya kasar. Satu kesalahan besar dalam hidupnya yang membuat hidup satu keluarga bertambah susah.

"Aku harus membayar semua ini dengan mahal," batin Aaron.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status