Share

Bertemu Lagi

Kota Valencia.

Aaron dan Damian sudah tiba di lokasi. Kedatangannya disambut oleh para wartawan yang sudah menunggu kedatangannya. Bahkan rentetan pertanyaan sudah Aaron dapatkan ketika ia baru saja turun dari mobil.

"Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Apa Anda yakin semua bahan yang digunakan berkualitas bagus?"

"SAP Company menorehkan sejarah yang kelam, dong, ya, tahun ini?"

"Apa perusahaan akan menanggung semua biaya korban sampai sembuh?"

Aaron mencoba untuk tenang, lalu menjawab, "Tidak ada yang menginginkan hal ini terjadi. Untuk masalah ini biar nanti pihak berwajib yang menyelidiki. Dan untuk para korban, tentu saja perusahaan akan bertanggungjawab sampai mereka sehat seperti se--"

"Mana penanggungjawab atas kejadian ini?! Dua jam ayahku terlantar di rumah sakit! Ayahku harus segera menjalani operasi, tapi pihak kalian tidak ada satupun di sana! Kami perlu biaya!"

Suara seorang perempuan terdengar nyaring membuat perhatian Aaron dan para wartawan tercuri. Semua mendengar jelas apa yang ia katakan. Semua menoleh ke arah suara, tak terkecuali Aaron.

Aaron membuka kacamatanya. Seketika tatapan Aaron dan wanita itu bertemu.

"Kau?!" ucap Aaron, dengan mata terbelalak karena kaget. Wanita itu Bella. Aaron yakin itu.

Aaron melihat wanita itu membulatkan matanya. Mulutnya menganga dan perlahan mundur, lalu mengambil langkah seribu membuat Aaron turut mengejar.

"Tunggu!" cegah Aaron.

Sadar akan dirinya sedang diwawancara, Aaron berhenti dan berbalik. Aaron berteriak. "Damian?! Ambil alih!" Aaron kembali mengejar.

"Haiish! Ke mana wanita itu pergi!" gumamnya dengan napas terengah-engah dan mata menyisir sekitar. Aaron kehilangan jejak.

*

Ya, benar! Wanita itu adalah Bella. Di ujung jalan sana, ia sedang duduk bersandar pada tembok. Setelah berlari tadi, wanita berdarah Indonesia-Spanyol itu meringis karena merasakan sakit pada perut bagian bawahnya.

"Sssshhh ... sakit sekali!" keluhnya, sembari mengusap keringat yang mengucur di kening.

Bella mencoba berdiri. Berhasil, walaupun tubuhnya tidak tegak sempurna. Baru saja satu langkah, tiba-tiba saja ....

"Mau ke mana kau, hah?!" Aaron menemukannya dan mencengkram lengan Bella, sangat erat.

Bella menoleh. "Siapa kau? Aku tidak mengenalmu!" kilah Bella sembari menepis tangan Aaron.

"Oh, ya? Kau yakin itu?!"

Aaron mendorong tubuh Bella hingga tersudut pada dinding. Bella dalam kungkungannya bahkan jarak mereka sangat dekat, hingga keduanya bisa merasakan embusan napas satu sama lain. Aaron melihat tatapan tajam Bella yang penuh kebencian terhadapnya. Ya, mata itu masih sama. Perlahan Aaron menyapu rambut yang menutupi pipi Bella. Bekas luka itu masih ada, walau terlihat samar.

Bella mendorong tubuh Aaron. "Pergi! Dan jangan berani menyentuhku atau aku akan teriak maling!" Bella melangkah pergi.

Namun, Aaron menarik lengannya cepat sampai-sampai tubuh mereka beradu. Jemari Aaron mencengkram dagu Bella, lalu berkata, "Cabut sumpahmu dulu baru aku akan melepasmu!"

Bella tersenyum sinis.

"Aku lelah hidup dalam kesialan!" lanjut Aaron.

Bella menepis lengan Aaron, lalu tertawa terbahak-bahak. "Kau tau hukum karma? Itu balasan atas perbuatanmu sendiri, Tuan! Nikmatilah!"

Bella melanjutkan tawanya sembari melangkah mundur. Namun, tiba-tiba saja ...

Bruk!

Bella limbung, ambruk sembari memegangi perutnya.

"Aaaaa ... sakiit!" teriak Bella.

Aaron yang sebenarnya merasa kesal tidak tega melihatnya. Dengan sigap ia mengangkat tubuh Bella.

"Turunkan aku!" pinta Bella.

"Diam saja! Aku akan membantumu!"

Aaron berjalan cepat menuju jalan raya dan memberhentikan sebuah mobil.

"Antar aku ke rumah sakit terdekat!"

Aaron bergegas naik saat pemilik mobil itu mempersilakan masuk.

Aaron hanya mampu menyaksikan Bella yang meringis kesakitan tanpa tahu harus berbuat apa. Pun ada pemandangan aneh menurutnya. Dimana bagian dada Bella seketika basah. Itu jelas terlihat karena Bella mengenakan T-shirt. Air apa itu? Aaron bertanya-tanya dalam hati. Jika diperhatikan pula, tubuh Bella bertambah sintal.

**

Tiba di rumah sakit, Aaron membawa Bella ke ruang IGD.

"Tolong, Dok, sepertinya wanita ini merasakan sakit di bagian perut!" kata Aaron panik.

Dokter itu malah tersenyum membuat Aaron merasa heran.

"Apa yang sudah Nona Bella lakukan?" tanya dokter.

Aaron mengangkat kedua pundaknya. "Tidak tahu, Dok. Tadi dia hanya berlari, cukup kencang. Samp--"

"Nona ini bandel! Dia sudah menjalani operasi sesar enam bulan yang lalu. Harusnya tidak merasakan sakit lagi. Tapi, baru satu minggu selesai operasi, dia malah bekerja kuli panggul dan kerja keras lainnya. Sudah lahiran itu harusnya istirahat!"

Dokter itu terus saja berbicara, tetapi Aaron bergelut dengan pikirannya sendiri.

"Melahirkan? Enam bulan yang lalu? Apa benar kata Kevin kalau Bella hamil? Bella melahirkan anakku?!"

Bella yang menyadari jika ia berada di rumah sakit mana pun beringsut turun dari ranjang pesakitan. Ia tak peduli dengan sakitnya. Rupanya tanpa sengaja Aaron membawa Bella ke IGD rumah sakit dimana Julio --ayah Bella dirawat.

"Ayah, bagaimana dengan ayahku, Dok?" tanya Bella cemas, dan mampu membuat Aaron terperanjat.

"Nona istirahat dulu saja. Minum dulu obatnya. Kalau untuk Tuan Julio, saya sudah katakan, kan, kalau beliau harus segera dioperasi?!" ujar sang dokter.

Bella berjalan tertatih diikuti oleh Aaron menuju bilik sebelah.

Tampak seorang pria paruh baya tengah terbaring lemah dengan ragam alat medis di tubuhnya.

Sakit. Seketika hati Aaron merasakan sakit melihat itu. Ya, melihat kondisi Julio mengingatkannya kepada Addison.

"Cepat lakukan operasi!" seru Aaron.

Tim medis yang mendengar seruan Aaron bergegas mengambil tindakan.

"Lakukan yang terbaik!" ucap Aaron kepada seorang dokter.

"Iya, Tuan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin."

Aaron menoleh ke arah Bella. "Ayok, kita urus administrasinya?!"

Bella hanya bisa pasrah mengikuti langkah Aaron ke luar. Jika saja bisa menawar, Bella ingin orang lain saja yang menanggung semua biayanya.

Bella sudah mengisi data juga menandatangani beberapa lembar dokumen. Saatnya menunggu di ruang tunggu operasi.

Bella duduk termangu melihat lampu ruang operasi berwarna merah. Lantunan do'a ia panjatkan dalam hati berharap proses operasi berjalan lancar dan Julio bisa pulih seperti sediakala.

"Aku sudah membantumu juga ayahmu. Oleh karena itu, cepat cabut sumpahmu!" ujar Aaron tiba-tiba sembari duduk di kursi depan Bella.

Bella menoleh sekilas, lalu berpangku tangan. "Cih! Menolong karena ada maunya! Dasar orang kaya! Lagipula, aku tidak memintamu untuk membawaku ke rumah sakit. Tadi, aku sudah bilang turunkan, kan?! Dan untuk ayahku, itu memang tanggung jawabmu sebagai pemilik apartemen itu! Bukan begitu?"

"Sekarang pergilah dari hadapanku!" lanjut Bella.

"Sampai kapan kau membenciku?" tanya Aaron. Terdengar konyol, tetapi Aaron harus memastikannya.

"Selama aku bernapas!" jawab Bella ketus.

Aaron mengusap wajahnya kasar. Bagaimana ini? Bella tidak memaafkannya. Jadi, apakah selamanya Aaron akan dirundung kesialan?

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status