Hari mulai malam, tetapi Bella belum juga menerima kabar tentang Julio. Sembari menimang Alessandro, perhatian Bella terbagi pada ponsel.
Tok Tok Tok!Mendengar pintu diketuk, Bella bergegas membukanya."Kau?!" Bella terbelalak karena yang datang bukan John atau Belinda, melainkan Aaron.Bella melongo karena Aaron nyelonong masuk."Mau apa kau ke mari?!" tanya Bella dengan sorot mata tajam.Aaron tak memedulikan pertanyaan Bella. Ia membuka jasnya, lalu menyimpannya di kursi dan menggulung kemejanya sebatas siku."Sini, Sayang, sama Papa," ucap Aaron sembari mengulurkan tangan ke arah Alessandro.Mata Bella membulat sempurna, kaget. "Kata si-siapa ini anakmu! Kau salah!" ujar Bella sembari menjauhkan Alessandro dari Aaron.Aaron tersenyum. "Alessandro Addison. Itu namanya, kan? Sama seperti namaku. Aaron Addison.""Cih! Memangnya hanya kau saja yang bernama Addison? Tidak!"Aaron duduk di sofa dengan santainya. "Kalau kita lakukan tes DNA, gimana?"Deg!Bella bergeming. Jantungnya berdetak cepat karena merasa takut luar biasa. Bella mencoba bersikap tenang."Silakan pergi dari sini. Sudah malam, Ale mau tidur!" ujar Bella sembari melangkah masuk ke kamar.Bella menutup pintu rapat-rapat, lalu menguncinya. Lekas ia menidurkan Alessandro ke dalam box bayi. Setelah memastikan putranya tertidur pulas, Bella kembali ke luar untuk mengambil ponselnya. Jika saja ia tak butuh informasi mengenai Julio, tak sudi ia kembali ke luar lagi dari kamar.Rupanya Aaron masih tetap setia duduk di sofa. Bella menyambar ponselnya di atas meja, lalu melangkah menuju pintu."Cepat ke luar! Pintunya akan ditutup!"Aaron berdiri dan mengikuti arahan Bella. Tanpa Bella duga ternyata Aaron yang menutup pintu."Sudah aku tutup!" ucap Aaron, lalu tersenyum lebar."Kau ...!" Bella merasa geram.Aaron kembali tersenyum. Ia melangkah maju membuat Bella perlahan mundur."Ma-mau apa kau?" tanya Bella gugup, "pergi dari rumahku!"Napas Bella memburu karena kedua tangan Aaron telah mengunci pergerakannya. "Kau jangan macam-macam!""Beraninya kau melahirkan anakku tanpa memberitahuku!" ucap Aaron yang terdengar dingin.Bella berpaling muka. "Itu tidak penting!"Aaron mengusap perlahan pipi sebelah kanan Bella yang berhasil membuat sang empu pipi memejamkan mata karena takut."Menikahlah denganku!""Tidak!" tolak Bella tegas."Alessandro butuh sosok ayah.""Tapi bukan pria sepertimu!" kata Bella cepat."Kau jangan egois!""Dan kau jangan memaksaku!"Oe oe oe!Terdengar Alessandro menangis.Bella mendorong Aaron. "Pergi kau dari sini!" Bella bergegas ke kamar.Di kamar, Bella mengecek kondisi Alessandro di ranjang bayinya. Mulai mengecek suhu badan si bayi sampai kondisi popok."Ah, rupanya kamu haus, ya, Nak?" Bella mengangkat Alessandro, lalu duduk di tepi ranjang, memberi ASI kemudian.Bella mengusap kepala dan mengecup tangan Alessandro dengan sayang. Namun, seketika Bella terdiam. Ia mengingat kepada Aaron. Ada rasa takut yang meraja. Bella takut jika Aaron membawa Alessandro."Tidak! Mama tidak akan membiarkan itu terjadi!" gumamnya.Bella kembali terdiam. Ada tanya juga yang menganggu pikirannya. Dari siapa Aaron tahu jika Alessandro adalah putranya? Padahal, tidak ada satu orang pun yang tahu.Bayi mungil nan tampan itu menyudahi makan malamnya. Ia kembali menangis."Sayang, kenapa? Kalau masih haus, ya, mimik lagi, Nak." Bella menimang, lalu mencoba memberi ASI lagi, tetapi Alessandro tetap menangis. Lagi, Bella menimang sembari bernyanyi nina bobo."Sini, biar aku yang gendong!"Bella dibuat terkejut karena tanpa ia sadari Aaron masuk ke kamarnya. Ya, rupanya sedari tadi Aaron menyaksikan semua yang dilakukan Bella. Pintu yang terbuka lebar dan posisi Bella yang membelakangi pintu tentu saja memudahkan Aaron melihat ke dalam kamar."Kau benar-benar tidak sopan! Sudah nyelonong masuk rumahku, sekarang masuk kamarku!" pekik Bella.Aaron tidak peduli dengan ocehan Bella. Alessandro sudah di tangan Aaron dan pria itu membawanya ke luar. Aaron mencoba melakukan hal yang sama dengan Bella, menimang. Bayi itu perlahan tenang dan tertidur."Sini!" Bella mengambil alih Alessandro, "dan kau cepat ke luar atau aku teriak maling!""Bella, menikahlah denganku! Alessandro membutuhkan kita.""Itu katamu! Menurutku dia tidak membutuhkan hadirmu!"Aaron menghela napas. "Bagaimana kalau besar nanti dia bertanya ke mana papanya? Dia pasti malu sama teman-temannya."Bella tersenyum sinis. "Gampang! Bilang saja papanya sudah mati!""Tega!""Apa? Tega katamu?! Kau yang lebih tega bahkan kejam terhadapku!""Bella, ayoklah ... yang lalu biarlah berlalu. Sekarang yang terpenting adalah Alessandro. Aku ingin dia mendapatkan kasih sayang yang utuh.""Ya, kau benar. Yang terpenting adalah Alessandro. Tapi, perlakuanmu terhadapku itu yang tidak akan pernah aku lupakan, tidak akan pernah aku maafkan. Aku tidak bisa berpura-pura semua seolah-olah baik-baik saja. Oleh karena itu, tidak mungkin kita untuk bersatu!""Kalau begitu aku akan mengambil Alessandro darimu. Kau lupa siapa aku? Apa pun bisa aku lakukan!" Aaron mengancam.Bella tersenyum sarkas. "Lakukan sesukamu, orang kaya! Apa pun akan aku lakukan juga agar putraku tetap di sampingku! Aku tidak takut!"Bella menggiring Aaron untuk segera ke luar. Aaron pun hanya bisa pasrah dan akhirnya meninggalkan rumah Bella.Selepas Aaron pergi, Bella bergegas ke kamar untuk menidurkan Alessandro. Ditatapnya wajah Alessandro lekat."Bagaimana jika Mama tidak bisa memelukmu lagi, Nak?" Batin Bella.Aaron kembali ke rumah sakit. Damian melapor jika operasi Julio berhasil dan sedang menunggu pria paruh baya itu siuman."Tuan, boleh kita bicara sebentar?" tanya John. Aaron mengangguk. "Katakan saja!"John mengajak Aaron duduk di kursi pojok. "Sebelumnya aku minta maaf, Tuan. Sedari siang Anda bicara sebetulnya ada satu yang mengganjal pikiran ini. Apalagi, Anda sampai meminta alamat rumah kami.""To the point saja!" kata Aaron cepat. John menghela napas. "Apa Anda yang sudah memperkosa kakakku?""Iya, betul!" jawab Aaron mantap. John menatap tajam ke arah Aaron. Yang ditatap hanya bisa berkata, "Semua ada alasannya!""Apa pun itu aku tidak menerimanya. Anda sudah keterlaluan! Selama ini kakakku menderita fisik, juga batin!"John berdiri. "Jangan mentang-mentang Anda orang kaya jadi bisa berbuat seenaknya!"John hendak melangkah, tetapi Aaron segera mencekal lengannya. "Tunggu! Aku mohon dengarkan dulu!""Saat ini aku benar-benar butuh bantuanmu," lanjut Aaron. Walaupun kesal,
Hari berganti pagi. Pagi-pagi sekali Aaron bersemangat untuk pergi ke kediaman Bella. Ya, rupanya Aaron berhasil mendapatkan hati Belinda semalam. Aaron meyakinkan Belinda, bahwasanya ia akan menyayangi Bella serta Alessandro dengan sepenuh hati. Ia akan membayar semua kesalahannya. Pun Aaron meyakinkan jika Bella akan mendapatkan tempat terbaik di keluarganya. Jelas saja Aaron berkata demikian, karena Belinda takut jika kelurga besar Aaron tidak menerima Bella. Tidak hanya itu, hati Belinda tersentuh saat Aaron menceritakan kondisi Mitha. Aaron merasa yakin jika Mitha akan sembuh jika saja ada Bella dan Alessandro.Laptop sudah dalam genggaman. Aaron pun naik ke dalam mobil. "Damian? Bagaimana dengan bengkel?"Damian yang berada di belakang kemudi pun mengangkat ibu jari tangan kirinya. "Beres, Tuan. Lokasinya dekat ke arah pantai.""Bagus! Urus kepemilikannya segera. Tapi, bukan namaku. Melainkan John Hanan.""Siap laksanakan, Tuan!"Aaron melihat ke luar jendela. Entah mengapa ja
Aaron akhirnya menghubungi Damian agar mengirimnya makanan siap saji untuk sarapan. Lima belas menit berselang pesanan datang. Aaron mengetuk pintu kamar Bella mengajaknya untuk sarapan. Akan tetapi, Bella tak kunjung membukakan pintu. Perut Aaron yang sudah keroncongan memilih untuk sarapan terlebih dahulu. Sarapan selesai. Setelah membereskan bekas makannya, Aaron menyimpan bagian Bella di meja makan, lalu duduk kembali menghadap laptop. Embusan napas kasar lolos begitu saja dari mulut Aaron. Ia melihat ke arah kamar. Tidak ada tanda-tanda Bella ke luar. Aaron bergegas membereskan pekerjaannya agar segera pulang. Dengan demikian Bella akan ke luar kamar untuk makan. "Haaahh, akhirnya selesai!" ucap Aaron seraya menutup laptop. Aaron beranjak. Ia menghampiri kamar Bella. Tok tok tok! Diketuknya pintu kamar Bella. "Bella, aku akan pulang. Jadi, tolong makanlah! Kasian Ale kalau kau tidak makan. Kau juga jangan sampai sakit!" ucap Aaron setengah berteriak. "Aku pamit, ya? Cium
Di Kota Valencia. Setelah kepergian Aaron, Bella sarapan. Mau tidak mau, Bella memakan menu yang sudah Aaron siapkan. Sayang kalau dibuang, pikirnya. Masakan yang tadi belum selesai pun ia lanjutkan dan akan dibawanya ke rumah sakit. Urusan perut dan dapur sudah selesai. Saatnya bersiap ke rumah sakit. "Tampan sekali anak Mama. Kita ke rumah sakit, ya? Kita liat kakek," ucap Bella sembari membuka pintu. "Ya, Tuhan! Siapa kalian?!" Bella terhenyak saat melihat beberapa orang berbaju hitam serta seorang perempuan berbaju layaknya seorang perawat berdiri berjajar di depan pintu. "Maaf, kalau kami sudah membuat Nona kaget," ucap Damian. "Saya baru saja mau mengetuk pintu," lanjut Damian. Damian memperkenalkan diri serta lainnya. Damian mengatakan jika ada satu orang Baby Sitter, satu orang sopir dan tiga orang pengawal yang siap menjaga Bella. Bella melongo. "Ya, Tuhan! Tidak perlu! Aku tidak membutuhkan mereka!""Tapi, ini perintah Tuan Aaron, Nona," kata Damian. "Bilang sama tu
Di kota Birmingham.Hari merangkak malam. Angin dingin berembus yang kencang menyapa wajah Aaron yang tengah meneguk secangkir teh panas di balik jendela yang ia buka lebar. Sesekali Aaron melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Pun sesekali menoleh ke arah pintu. Ya, rupanya Aaron sedang menunggu kedatangan Kevin di kantor. "Sorry, gue telat!" ucap Kevin. Aaron menoleh, lalu tersenyum sarkas. "Tidak masalah!""Kalau begitu, langsung saja. Kabar apa yang bakal gue dengar kali ini?!" Kevin duduk bersandar dengan kedua tangan yang ia rentangkan pada sandaran sofa. Aaron menghampiri. "Ada dua kabar gembira yang harus kau dengar."Kevin mengibaskan tangannya. "Ellaaah, sejak kapan lu bertele-tele? Langsung saja!"Aaron turut duduk. "Apa yang kau ucapkan tempo hari ternyata benar. Bella hamil dan sekarang usia putraku sudah enam bulan."Kevin menepuk tangannya. "Nah, kan! Hahahaa .... Lalu, nikah, dong?" Kev
Pagi menjelang. Pagi-pagi sekali Aaron sudah berpakaian rapi dan menyuapi Mitha. Setelah memberinya obat, Aaron bersiap pergi ke kantor. "Mbok? Kalau Mami kambuh, tolong panggilkan dokter Diaz saja. Kemungkinan hari ini aku pulang malam," pesan Aaron kepada Marni. "Baik, Den.""Kalau begitu aku pamit, ya, Mbok?!""Iya, Den, hati-hati."Aaron tersenyum, kemudian melenggang pergi. Aaron sudah duduk di belakang kemudi. Gegas Aaron merogoh ponsel dalam saku dan mengirim pesan kepada nomor Emilia yang tertera di belakang kuitansi. Hampir saja ia lupa. Setelah pesan terkirim, Aaron menancap gas. *Tiba di parkiran SAP Company, Aaron bergegas turun. Banyaknya dokumen yang harus di cek dan ditandatangani membuat Aaron harus datang pagi-pagi. "Ke ruanganku!" Aaron memanggil Damian melalui telepon kantor. Tidak berselang lama, Damian datang. "Kalau ada wanita bernama
Rumah sakit di kota Valencia. Sedari malam, Julio terus menanyakan keberadaan Bella. Walaupun ia selalu bersitegang dengan sang putri, sesungguhnya ia sangatlah menyayanginya. "Sebentar lagi mungkin ke sini, Yah. Paling juga nunggu Ale bangun," kata Belinda. Julio mengangguk pelan. "John ke mana?" tanya Julio. "Anak ayah itu katanya kerja di bengkel.""Tidak kuliah?""Masih, Yah. Kalau kerja di bengkel dia sesuaikan dengan jam kampus."Julio masih saja berbicara. Pria paruh baya itu bertanya perihal uang pengobatan dan lainnya. "Urusan biaya rumah sakit, Ayah tidak usah khawatir. Pemilik apartemen itu bertanggungjawab, kok.""Syukurlah. Maafin Ayah, Bu .... Ayah menambah beban keluarga. Setelah Bell--""Cukup, Yah!" sela Belinda, karena ia tahu ke mana arah Julio bicara. "Bella sama sekali bukan beban keluarga kita. Asal Ayah tau, pria itu mau, kok, bertang--" Belinda menggantung
Bella sudah berada di dalam mobil. Aaron langsung meminta sopir serta suster untuk turun dan berpindah ke mobil lain. Aaron sudah duduk di belakang kemudi.Bella yang tidak ingin bersama pria itu pun meraih handle pintu hendak ke luar, tetapi Aaron segera menguncinya. "Lebih baik kita Jalan-jalan," ucap Aaron sembari membuka jasnya, lalu menyimpannya di sandaran jok. Aaron menghela napas, menoleh ke arah Bella kemudian, sembari berkata, "Aku minta maaf soal tadi."Mobil pun melaju. Tidak ada kata dari keduanya. Hanya rengekan bayi yang sepertinya kehausan. "Kenapa, Sayang, hem? Kamu haus?" ucap Bella sembari menepuk-nepuk pelan bokong si bayi. Ingin sekali Bella menyusui Alessandro. Akan tetapi, tidak mungkin baginya untuk membuka kancing baju, lalu mengeluarkan buah dadanya begitu saja. Walaupun Aaron sudah melihat bahkan merasakannya, sungguh tidak sudi jika Aaron melihatnya lagi. "Kenapa tidak disusui k