LOGINAndika sudah menutup rapat-rapat pintu hatinya buat Dewi. Kini yang terbersit di benaknya hanya kebencian yang mendalam. Pengkhianatan Dewi, benar-benar tak termaafkan. Hingga akhirnya pihak pengadilan agama memutuskan perceraian antara Dewi dan Andika, sah di mata hukum. Andika pergi sejauh mungkin dari kehidupan Dewi. Sedangkan Dewi, menelan sendiri rasa sedihnya. "Ya Allah Mas, cepet banget semuanya terjadi begitu saja. Kita juga belum lama bersama. Sekarang kamu pergi begitu aja, tak mau memaafkan kesalahan aku," batin Dewi yang terus menyesali kepergian Andika. *** "Dew, jadi gimana dengan Andika?! Ada kabar?" tanya Rosa penasaran. "Hanya dalam hitungan sepekan, Andika sudah mantap menceraikan aku. Proses mediasi pun tak mau dia manfaatkan. Padahal aku berharap lewat proses mediasi, aku diberi kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Tapi, sudahlah Ros. Aku pasrah sekarang. Semua sudah terjadi begitu saja. Andika benar-benar tak ingin memberiku kesempatan." cerita
Takdir yang tak bisa ditolak Dewi. Kejadian kemarin yang mempertemukan Aji dan Andika, adalah sumber kehancuran hidup Dewi."Dew. Dimana?!" " tanya Rosa yang selalu perhatian sama Dewi."Biasa Ros, di rumah." jawab Dewi. "Gimana. Kerjaan kamu, masih lanjut apa nggak?" tanya Rosa yang khawatir soal kelanjutan status Dewi selalu karyawan showroom. "Tetap lanjut Ros. Aku izin dua hari ini nggak masuk. Aku terus terang dan jujur sama bos di kantor aku, kalau aku ada masalah." jelas Dewi lewat chat."Dew. Aku ke rumah kamu boleh?!" "Boleh Ros. Datanglah. Aku juga lagi nggak semangat mau ngapa-ngapain. Andika sudah menjatuhkan talak tiga ke aku, Ros. Sepertinya aku nggak diberi kesempatan sama Andika untuk menjelaskan semuanya."Ya udah aku ke rumah kamu. Tunggu aku ya, nanti kita cari jalan keluarnya seperti apa." ucap Rosa bijak."Oke Ros. Aku tunggu. Hati-hati di jalan. Jangan ngebut di jalan." kata Dewi mengakhiri percakapannya di WhatsApp."Oke..Makasih Dew," balas Rosa dan secepat
Entah kenapa, Andika tiba-tiba ingin balik ke rumah Dewi. Alasan Andika, kerjaan lagi kosong. Bos Andika ngasih kesempatan buat libur tiga hari. Kesempatan ini, tentu tak disia-siakan Andika. Seperti kemarin, dia masih suka iseng ngasih kejutan Dewi. Pulang mendadak tanpa sepengetahuan Dewi. Sore itu, Dewi baru saja balik dari kantor. Sedangkan Aji, ternyata sudah berada di halaman rumah Dewi, menunggu kedatangan Dewi balik dari kantor. "Mama lama ya Alea baliknya. Kita cari jajanan dulu yuk sembari menunggu mama Alea balik dari kantor. Alea haus nggak. Papa Aji haus banget soalnya," sebut Aji. Gadis kecil itu menurut saja dengan ajakan Aji. Aji pun mengajak Alea keliling kota selama 15 menit. Sore, ketika waktu menunjukkan pukul 17.30 wib, Dewi pun pulang. Dia sudah di rumah. Seharian dia kepikiran soal Alea. "Semoga Aji mengantarkan Alea, sore ini.." batin Dewi tak tenang. "Alea sayang. Mama rindu," ucap Dewi sambil memandangi foto Alea yang ada di galeri pons
Setelah semalaman Aji menunggui Alea di ruang rawat Inap, Aji pamit katanya ada rapat yang harus dia hadiri bersama karyawannya. "Alea sayang, papa Aji balik dulu ya. Besok papa Aji jemput Alea ya. Alea besok sudah balik ke rumah kan?!" Aji memberikan kecupan sayang buat Alea, di kening bocah kecil itu. Dewi menunggu di luar. Karena setelah kejadian tadi malam, Dewi jadi merasa salah tingkah saat berada di dekat Aji. Tak lama, Aji juga pamit ke Dewi. "Pertimbangkan ya. Aku mohon. Aku ingin balik lagi sama kamu. Semua demi Alea, Dew!" ucap Aji di depan Dewi. Tapi Dewi masih tak ingin buru-buru merespon apa yang dikatakan Aji. "Aku tunggu jawaban kamu tiga bulan ini." katanya lagi penuh harap. Aji buat aturan sendiri meski tanpa persetujuan Dewi. "Dew. Izinin aku besok ngajak jalan Alea ya," pinta Aji. Dewi masih tak ingin merespon apa yang dikatakan Aji. "Aduh bahaya banget dia ini. Mulai masuk ke kehidupan Alea. Tapi, aku nggak mungkin melarang dia. Karena Alea m
Di ruang dimana Alea dirawat, Aji tak beranjak pergi dari sana. Dia rela tidur sambil duduk di dekat ranjang tempat Alea terbaring lemah tak berdaya. Tangan mungil itu dia genggam erat, seolah menunjukkan kepada dunia, kalau Aji adalah papa yang paling sayang dengan anak gadisnya itu. Jam 02.30 wib. Alea terbangun. Dia mencoba bersuara memanggil nama Aji. "Papa Aji," sapanya pelan. Aji yang belum tersadar dari tidurnya, masih belum menyadari suara gadis kecil yang terbangun itu. Sedangkan Dewi, masih memilih tidur di bangku panjang yang ada di depan ruang Alea dirawat inap. "Papa Aji, Alea haus," ulang Alea sekali lagi yang coba berusaha membangunkan Aji. Samar-samar Aji mendengarnya dan dia pun mendapati Alea tersenyum kecil memandang ke arahnya. "Alea sayang. Sudah bangun kamu Nak," sapa Aji dan mencium kening gadis kecil itu penuh syukur. "Ya Allah makasih ya ......kamu sehat kan sayang," kecup Aji di kening Alea. Alea senyum-senyum. Karena bahagianya, Aji
Dewi sangat berharap Aji muncul dan hadir di hadapan putrinya, Alea. Karena, bagi Dewi, kehadiran Aji adalah satu-satunya obat paling mujarab bagi Alea. "Semoga kamu bersimpati mendatangi Alea di rumah sakit ya Mas," harap Dewi dalam hati. Beberapa saat kemudian, Aji pun menghubungi Dewi lewat chat. "Dew. Ini aku. Aji. Dimana posisi kamu?!* tanya Aji. Tanpa berpikir panjang, Dewi langsung menelepon Aji. Tapi, spontan dia batalkan. "Jangan gegabah dong Dew. Kalau Aji chat, ya balas chat. Jangan terlalu kegirangan kamu Dew." bisik Dewi pada hatinya sendiri. "Aku di rumah sakit umum daerah Mas. Alea harus dirawat karena demam tinggi semalaman." "Oh oke oke aku kesana sekarang juga," ucap Aji. Dalam hitungan setengah jam kemudian, Aji muncul di ruang rawat inap anak. Dewi bahagia bukan kepalang. "Makasih ya Mas," ucap Dewi sedikit salah tingkah. Dewi pun menggiring Aji masuk ke ruangan, dimana Alea dirawat. Aji membelai lembut kepala Alea. "Alea sayan







