Share

BAB 2 Tampak Rapuh

“Kenapa, Mbak? Kenapa Mbak menjebak saya dengan minuman itu?”

Setelah berbicara dengan Reygan, Ayrin memilih untuk menemui Veranda–sepupunya di rumahnya. Usai menunggu sekitar dua jam, wanita itu datang dengan penampilan elegan dan wajah segarnya. Sangat kontras dengan keadaan Ayrin saat ini.

Ia menatap kakak sepupunya dengan mata berkaca-kaca, masih tidak menyangka dengan apa yang telah diperbuat olehnya.

Veranda terdiam sejenak, wajahnya terlihat begitu tenang dan tidak terganggu sedikit pun dengan ucapan adik sepupunya itu. Ia menatap Ayrin tanpa penyesalan dan perasaan bersalah sedikit pun. Tampak seringai tipis di sudut bibirnya yang tidak disadari Ayrin.  

“Sudahlah, Rin. Mbak hanya mencoba untuk membantu kamu kok. Jangan terlalu diambil pusing!” seru Veranda dengan santai lalu duduk di sofa sambil menyilangkan kaki mulusnya. 

“Membantu bagaimana maksudnya, Mbak?” tanya Ayrin dengan nada tidak percaya. “Apa dengan sengaja membuat saya tidak sadar dan masuk ke kamar pria lain….”

Tangis Ayrin pecah sebelum ia sempat menyelesaikan ucapannya. Kata-kata yang ingin ia keluarkan seolah tersangkut di dalam kerongkongannya. Tubuhnya kembali bergetar ketika ingatan tentang ciuman kasar dan penuh hasrat dari seorang pria yang tak pernah terlintas dalam khayalannya itu masih menghantui pikirannya.

Veranda bersedekap sambil menatap Ayrin. “Lalu kamu mau apa, Rin? Reygan itu pria yang baik, tampan, dan sudah mapan. Tidak ada ruginya kamu bersama dia,” Veranda tidak bisa mengusir nada kejengkelan dalam suaranya. 

“Tapi dia sudah dijodohkan dengan Daisha, Mbak. Mereka akan menikah, dan Daisha menyukainya,” kata Ayrin sambil menggigit bibir bawahnya, menahan isak tangisnya yang semakin kuat. 

“Terus kenapa kalau mereka dijodohkan?” Nada suara Veranda semakin naik. Ia bahkan seperti membentak Ayrin. “Menurutku kamu yang lebih pantas bersama dengan Reygan, Rin, bukan Daisha.”

Ayrin menggelengkan kepalanya, lalu menghapus air matanya. “Saya tidak mau merebut pria yang kakak saya sukai, Mbak. Dan saya juga tidak mau menikah dengan pria yang tidak saya cintai.”

“Cinta?” Veranda berdecih sesaat sebelum melanjutkan kalimatnya. “Sudahlah, Rin. ini semua Mbak lakukan demi kebaikanmu kok. Kamu akan bebas kalau kamu menikahinya, Daisha dan ibumu tidak bisa mengganggumu lagi.”

Raut wajah Veranda berubah kesal, ada seringai tajam yang luput dari adik sepupunya itu. Wanita itu agaknya mulai kehilangan kesabaran.

“Saya takut, Mbak. Saya mau pergi saja,” desah Ayrin ragu.

“Jangan gila kamu, Rin! Bukankah ini kesempatanmu untuk bebas dan membalas mereka yang sudah menyakitimu sejak dulu? Kamu akan kehilangan semua kalau kamu pergi sekarang.”

“Saya tidak mau terjebak dalam pernikahan dengan pria yang tidak saya cintai, apalagi hanya untuk membalas dendam,” bantah Ayrin dengan mantap.

Kekesalannya pada Ayrin sudah mencapai puncak. Setelah mencoba berdiam diri sejenak, Veranda pun melemparkan bom yang diyakininya menjadi senjata ampuh untuk membuat Ayrin menuruti ucapannya.

“Apa kamu tidak bisa menerima Reygan karena kamu masih memiliki perasaan kepada Mas Rayden?” 

Ayrin terdiam ketika Veranda menyinggung Rayden, suami sepupunya yang juga kakak dari Reygan. Tubuhnya mulai gemetar, ia bahkan tidak mampu menatap kakak sepupunya itu. Dalam hatinya, Ayrin berharap agar Veranda tidak kegugupannya yang meningkat.

“Tidak, Mbak. Saya tidak mungkin berani memiliki perasaan seperti itu pada Mas Rayden,” sangkal Ayrin sambil meremas-remas jarinya. 

“Nah, kalau memang kamu sudah tidak memiliki perasaan apa pun untuk Mas Rayden, menikahlah dengan Reygan!” seru Veranda dengan sengit. “Kalau kamu menolak, itu tandanya kamu memang masih mencintai suamiku!”

Ayrin menggigit bibir bawahnya dengan kuat, ia mengerti sekarang kenapa Veranda begitu bersikeras menyatukannya dengan Reygan. Pastilah wanita itu merasa dirinya adalah pengganggu yang mungkin akan merusak rumah tangganya dengan Rayden. 

Sejak dulu, Veranda memang selalu menjadi yang paling peka, mampu membaca perasaannya terhadap Rayden—yang kini menjadi suami Veranda dan ayah dari anak mereka. Tapi tetap saja, itu tidak dapat dijadikan alasan untuk Veranda menjebaknya seperti ini. 

Lagipula tidak ada alasan untuk Veranda merasa tersaingi olehnya, sebab dari penampilan saja, Ayrin akan berpikir seribu kali untuk bersaing dengannya. 

Wanita itu hampir sempurna, Veranda selalu pintar membawa diri dan menarik, wajahnya cantik, tubuhnya seksi, dan yang terpenting dia adalah pewaris dari Rakasena group yang memang sudah terkenal sebagai salah satu perusahaan teknologi yang berkembang pesat. Jadi, untuk apa dia merasa terancam dengan dirinya yang tidak terlalu memperhatikan penampilan, tidak mudah bergaul, dan juga tidak begitu cantik menurutnya. 

“Apa Mbak melakukan ini hanya karena takut saya akan merebut Mas Rayden?” 

Pertanyaan yang dipenuhi dengan keputusasaan itu begitu jelas dalam benaknya sehingga Ayrin mengira jika dirinya sudah mengucapkannya dengan lantang sampai ia tersadar Veranda menatapnya seolah masih menunggu jawabannya. Tangan Ayrin terkepal di atas kantong rok denimnya dan ia mulai melemaskannya.

“Saya….”

“Buktikan saja tentang kebenaran ucapanmu tadi, Rin! Kalau kamu memang tidak memiliki perasaan apa pun untuk suamiku.” sela Veranda dengan tidak sabar. Ditatapnya mata gadis itu dengan tatapan penuh arti.  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status