Share

BAB 3 Perasaan yang Menyiksa

Ayrin pulang ke tempat kosnya dengan lelah. Ia berpikir untuk langsung mandi dan tidur untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa kaku. Namun, baru sampai beberapa langkah setelah turun dari taksi onlinenya. Ayrin melihat mobil mewah milik ibu tirinya yang sudah berada di halaman indekosnya.

Ayrin memutar tubuhnya, bersiap untuk pergi. Namun, sebuah tangan sudah lebih dulu meraih lengannya yang mencengkeramnya dengan kuat.

“Mau lari kemana kamu?” tanya Diera dengan sengit lalu menghempaskan tubuh Ayrin hingga terhuyung ke belakang.

“Ayrin capek, Ma. Kalau Mama mau bicara lebih baik besok saja,” ujar Ayrin setelah berdiri tegap di hadapan Diera yang menatapnya dengan begitu tajam.

“Sudah berani kamu melawan saya? Sudah merasa paling hebat kamu setelah merebut pria yang akan dijodohkan dengan Daisha?” tuntut Diera dengan berapi-api. 

“Ayrin tidak pernah merebut siapa pun, Ma. Semuanya hanya salah paham,” balas Ayrin dengan tenang. Tatapannya meluncur ke arah Daisha yang baru saja turun dari mobil dan melangkah mendekati ibunya. 

“Dasar anak haram sialan! Kamu dan ibumu sama saja. Darah wanita penggoda sudah mengalir dalam tubuhmu.” 

Tangan Diera terangkat tinggi seiring dengan kata-katanya yang tajam. Namun, kali ini tangan itu hanya menggantung di udara tanpa pernah mendarat ke tempat yang seharusnya karena Ayrin menahannya.

“Sudah cukup, Ma! Jangan perlakukan Ayrin seperti ini lagi.”

Kilatan amarah semakin terlihat di sorot mata Diera. “Berani-beraninya kamu menyentuh saya. Lepaskan tangan kotormu ini!” 

“Lebih baik Mama pergi dari sini,” gumam Ayrin lalu melonggarkan cengkeramannya yang langsung dimanfaatkan Diera untuk menarik dirinya.

Ayrin hendak menggunakan kesempatan ini untuk lari ke dalam kamar kosnya. Namun, Daisha yang sedari tadi hanya berdiri dan menatapnya jijik, berhasil menjegal kakinya membuat Ayrin terjerembab di atas lantai yang keras. Ayrin hanya meringis merasakan rasa sakit yang menyusul dengan cepat ke seluruh tubuhnya.

Belum sempat Ayrin berdiri, Daisha sudah menarik rambutnya hingga ikatannya terlepas. Kepala Ayrin terpaksa mendongak dan air matanya mengalir karena kuatnya genggaman tangan Daisha di rambutnya. 

“Dengar, anak haram sialan! Jangan berani-beraninya kamu berpikir atau bermimpi merebut pria yang aku sukai. Karena aku akan menjamin dia tidak akan menerima anak haram yang hina seperti kamu,” desis Daisha lalu menghempaskan tubuh Ayrin hingga kembali jatuh.

“Saya tidak pernah bermimpi merebutnya,” elak Ayrin sambil menjaga nada suaranya agar tidak terdengar gemetar.

Daisha dengan gemas sambil mencengkeram dagu Ayrin hingga kuku-kunya yang tajam menghujam kulit adik tirinya itu. “Ya, kamu pasti menjebaknya. Karena anak yang lahir dari wanita penggoda seperti kamu pasti bisa melakukannya.”

“Apa yang kamu mau?” tanya Ayrin dengan lelah. 

Daisha menatap tajam tepat di hadapan Ayrin. “Jauhi Reygan. Pergi dari hidup kami dan jangan pernah kembali!” 

“Saya akan menjauhinya. Tapi, saya tidak bisa pergi dari sini.” 

Ayrin balas menatap Daisha dengan sungguh-sungguh. Ia memang tidak bisa pergi begitu saja karena mimpinya menjadi seorang dokter yang baru saja ia mulai di sini. Ayrin bersumpah jika dirinya tidak akan meninggalkan mimpinya hanya karena ancaman dari ibu dan kakak tirinya yang selalu memberikannya mimpi buruk. 

“Jangan pernah menatap saya dengan tatapan hinamu itu!” Daisha memekik, sementara telapak tangannya sudah mendarat di pipi Ayrin dengan begitu keras. 

Samar-samar Ayrin mendengar Daisha memanggil supir pribadi mama-nya, yang kini berdiri di belakang Ayrin sambil memegang tangannya ke belakang. Ayrin memejamkan matanya, ia sudah sangat tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada tubuhnya. 

Pria paruh baya itu mencengkeram tangan Ayrin dengan kuat, meski ada sedikit rasa bergetar karena tak tega. Setelahnya, Daihsa melayangkan beberapa tamparan dan cambukan di tubuh Ayrin dengan leluasa.

“Ini peringatan pertama,” suara Daisha terdengar sekejam tatapannya. “Jauhi Reygan dan jangan pernah bermimpi untuk mendekatinya.”

Setelahnya, Daisha langsung pergi, disusul sopir itu yang juga melepaskan cengkeramannya dari tangan Ayrin yang sudah babak belur tak berdaya.

Tak lama, ia merasakan beberapa penghuni kosnya yang mulai keluar setelah mendengar keributan. Mereka datang untuk membantunya, bahkan beberapa orang terdengar melemparkan batu ke arah mobil mewah milik Diera Rakatama yang mulai menjauh. 

Namun, Ayrin sudah tidak bisa membuka matanya lagi yang begitu berat. Hanya sakit yang terasa di sekujur tubuhnya ketika beberapa penghuni kos itu membawanya masuk ke dalam. 

***

“Ada apa dengan wajahmu? Siapa yang melakukannya?” tanya Reygan setelah Ayrin masuk ke dalam mobilnya. Ia mengamati wajah gadis itu yang penuh memar. Gadis itu semakin terlihat rapuh di matanya. 

Ia menyahut tanpa menatap ke arah Reygan. “Bukan urusanmu!” 

“Ini akan menjadi urusan saya, Ayrin. Sebentar lagi saya akan menjadi suami kamu.”

“Tapi, saya tidak mau menjadi istrimu dan saya juga tahu kamu tidak menginginkannya.”

“Kata-kata saya kemarin memang keterlaluan. Tapi, saya serius tentang kita yang akan segera menikah.” Reygan melembutkan suaranya dan berusaha menatap Ayrin dengan hangat. 

“Saya setuju untuk datang menemui keluargamu bukan karena saya mau menjadi istrimu.”

“Apa yang akan kamu katakan?” desak Reygan dengan tangannya yang menggenggam erat stir mobil hingga kuku jarinya memutih.

“Saya akan mengatakan kepada mereka yang sebenarnya. Kita tidak pernah memiliki hubungan apa pun dan kita tidak akan menikah. Saya akan mengakuinya kalau saya menjebakmu malam itu.”

“Kamu lebih suka dianggap sebagai wanita murahan?”

“Saya memang sudah tidak berharga.”

Rasa kesal merayap dalam diri Reygan ketika mendengar nada suara Ayrin yang begitu pasrah. Reygan merasakan ada sesuatu dalam diri Ayrin yang mengusiknya. Tetapi Reygan tidak tahu hal apa itu, ia hanya berpikir jika dirinya tidak suka dengan ucapan Ayrin yang begitu tenang saat menolak menjadi istrinya. 

Reygan kembali merasa jika Ayrin menyentak harga dirinya karena memang belum pernah ada wanita yang menolaknya. Tangan Reygan mengepal, ia mulai bertekad untuk mendapatkan gadis di sampingnya itu dan menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Tidak akan ia biarkan wanita yang tidak menarik seperti Ayrin menginjak harga dirinya.

“Kita akan tetap menikah. Kamu akan menjadi istri saya, Ayrin.” 

Tak terpengaruh pada kekeraskepalaa Reygan, Ayrin terus bersikukuh pada pendiriannya. “Sudahlah, jangan bohongi diri kamu sendiri! Tidak ada alasan kita untuk bersama. Tolong, biarkan saya hidup dengan tenang.”

“Memangnya apa yang akan saya lakukan? Apa kamu pikir hidupmu tidak akan tenang kalau menikah dengan saya?” 

Reygan mencengkeram tangan Ayrin. Tak terlalu keras, tetapi entah mengapa mampu membuat gadis itu meringis kesakitan. 

“Aww!” Ayrin meringis, membuat Reygan dengan cepat melepaskan tangannya dan menatapnya iba.

“Ada apa?” Gadis itu mengalihkan pandangannya. “Apa yang terjadi, Ayrin?” 

Tak sabar, Reygan kembali meraih lengan Ayrin dengan lebih kuat hingga gadis itu memekik kesakitan. “Sudah saya bilang, ini bukan urusanmu!” 

Alih-alih berhenti, pria itu justru semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada Ayrin. Untuk itu ia bergegas mencari tahu dengan caranya sendiri. 

Reygan mengoyak kemeja Ayrin yang tampak kebesaran di tubuhnya itu dengan secepat kilat. 

“Apa yang kamu lakukan, huh?” teriak Ayrin sambil menyilangkan tangannya di depan dada. Merasa malu dengan tatapan Reygan yang terasa menelanjanginya.

Reygan menggelengkan kepalanya dengan kuat, ia tak percaya melihat luka-luka di tubuh pucat Ayrin. 

“Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menyakitimu, Rin?” 

Hati Reygan terasa bergetar, tanpa sadar ia merengkuh tubuh gadis itu ke dalam pelukannya dengan sangat lembut karena takut tubuh gadis itu akan hancur jika saja ia mendekapnya lebih kuat lagi.    

Ayrin tidak memberontak, ia menerima pelukan hangat itu dengan perasaan campur aduk. Ayrin bisa merasakan detak jantung Reygan yang berdetak kencang. Pria itu pasti sangat terkejut saat ini, sama seperti beberapa teman atau gurunya dulu yang melihat luka di tubuh Ayrin untuk pertama kali. 

“Katakan, Rin. Siapa yang sudah membuatmu seperti ini?” bisik Reygan dengan nada suaranya yang melembut. 

“Ini yang akan terjadi kalau saya terus berada di dekatmu,” balas Ayrin dengan gemetar. 

"Apa maksudmu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status