Share

BAB 6 Pernikahan

Pernikahan dadakan Ayrin dan Reygan berlangsung dengan gemerlap dan meriah. Sebagai ratu sehari, mereka berdiri di pelaminan dengan pakaian pengantin yang memukau. Ayrin terlihat anggun dalam gaunnya yang berkilauan, sementara Reygan gagah dengan setelan mewah yang membalut tubuhnya. Senyum tak pernah lepas dari bibir mereka, meskipun kelelahan mulai terasa sebab ribuan tamu tak kunjung usai menyalami mereka. 

Di tengah senyumannya, juga lantunan doa-doa tamu, di kejauhan, Ayrin merasakan ketegangan ketika pandangannya bertemu dengan Rayden, cinta masa lalunya yang kini menjadi kakak iparnya. Pria itu menatapnya dengan tatapan tajam, tanpa ekspresi yang jelas, sambil memegang minuman di tangannya. 

Ayrin merasa detak jantungnya meningkat, menciptakan getaran aneh di dalam dirinya.Ingatannya tiba-tiba kembali pada saat beberapa tahun lalu ketika Rayden tegak di hadapannya untuk mengakhiri hubungan mereka.

“Kita tidak bisa melanjutkan semua ini, Rin. Saya akan menikah dengan Veranda. Semua yang terjadi di antara kita sudah berakhir sekarang. Semoga kamu segera menemukan kebahagiaanmu.”

Dulu Ayrin menitikkan air matanya mendengar pengakuan Rayden. Pria itu mengucapkan semuanya tanpa ekspresi dan tanpa kata maaf. Membuat hatinya terasa begitu sakit. Seolah kata-kata cintanya dan perasaan yang tumbuh di antara mereka tidak ada artinya bagi pria itu.

Ayrin merasakan kegugupan melanda dirinya, tetapi tetap mencoba tersenyum seakan-akan ingin memperlihatkan pada Rayden bahwa dirinya sudah menemukan pria yang akan membuatnya bahagia. Meskipun Ayrin masih belum yakin sepenuhnya.

Pandangan mereka terputus ketika Ayrin melihat Veranda. Wanita itu menatapnya dengan perasaan yang rumit, campuran antara cemburu, kemarahan, dan kekesalan. Ayrin merasakan getaran hawa yang tidak menyenangkan, dan ia bertanya-tanya apakah Veranda marah karena ia bertatapan dengan Rayden atau karena ada sesuatu yang lain? Tetapi Ayrin memilih untuk tidak memikirkannya lagi.

Ayrin menatap sekilas ke arah Reygan. Pria yang kini sudah sah menjadi suaminya itu tampak begitu tertekan. Senyuman di bibirnya terasa dipaksakan dan sorot matanya begitu penuh kehampaan. Namun, Ayrin memilih untuk tidak menanggapinya dengan serius. Dia hanya berpikir jika mungkin Reygan sudah terlalu lelah.

“Bertahanlah, Mas. Sebentar lagi acaranya akan segera selesai,” bisik Ayrin lalu tatapan kembali kepada para tamu undangan yang sudah mengantri.

Seiring malam berlanjut, suasana semakin meriah dengan tarian dan hiburan yang disajikan. Ayrin dan Reygan berdansa di tengah ballroom yang gemerlap. Mereka berdua seolah-olah tenggelam dalam dunia sendiri, tanpa memedulikan sorotan dari tamu yang memperhatikan mereka. 

Setiap gerakan mereka selaras dengan alunan musik yang mengisi ruangan. Meskipun para tamu undangan itu tidak tahu jika Ayrin beberapa kali menginjak kaki Reygan karena gugup.

“Tenanglah. Ikuti saja gerakannya seperti yang sudah kamu pelajari.” Pipi Ayrin memanas mendengar kata-kata Reygan. Cengkeraman tangan pria itu di pinggangnya semakin kuat, seolah dia tahu apa yang sedang bergejolak di hati Ayrin. 

Namun, ketenangan Ayrin tidak bertahan lama ketika pandangannya bertemu lagi dengan mata Rayden yang sedang melintasi ruangan. Tatapan pria itu terlihat muak dan tak suka. 

Ayrin tidak bisa menghilangkan bayangan Rayden dari pikirannya. Momen pertemuan mereka di tengah kerumunan membuat hati Ayrin berdegup lebih cepat. Sesaat setelah tarian selesai, Ayrin merasa perlu mengambil udara segar di luar ballroom.

Di teras yang dihiasi dengan lampu-lampu gemerlap, Ayrin menemui Rayden yang berdiri sendiri. Suasana hening memenuhi udara, hanya dipecah oleh suara gemerisik dedaunan yang dihembus angin lembut. Rayden menoleh ketika Ayrin mendekat.

“Seharusnya kamu tidak datang ke sini,” ujar Rayden dengan dingin. 

Napas Ayrin tercekat mendengar kata-kata dingin Rayden yang ditujukan padanya. Ayrin merasa menjadi wanita paling bodoh sedunia malam ini karena berpikir jika mungkin Rayden akan cemburu padanya. Tanpa bersuara, Ayrin segera berbalik dan mulai melangkah.

“Apa yang dia lakukan? Kenapa kamu mau menikah dengan pria itu?” 

Langkah Ayrin yang terasa sulit semakin bertambah berat ketika mendengar suara Rayden yang berhasil menghentikannya. Ia menoleh ke arah pria itu yang sedang menyesap minumannya dengan tenang. 

“Itu bukan urusanmu lagi,” balasnya tak kalah dingin. 

Ayrin bisa melihat rahang Rayden yang menegang. Pria itu menatap Ayrin tanpa ekspresi, seolah-olah mencoba menganalisis setiap kata yang keluar dari bibirnya. “Kamu tidak tahu siapa dia, Ayrin. Kamu tidak akan pernah bahagia bersama dia.”

Ayrin tersenyum getir. “Aku pikir kamu hanya cemburu. Tapi aku sama sekali nggak menyangka kalau ternyata kamu iri dengan adikmu sendiri.”

Reygan tersenyum masam sambil menatap ke arah langit. “Dia bahkan tidak bisa bersaing. Untuk apa saya harus merasa iri dengan anak kemarin sore seperti dia?”  

Ayrin mengepalkan tangannya. Entah mengapa ada rasa kesal saat mendengar perkataan Rayden tentang Reygan. “Anak kemarin sore itu sudah menjadi suamiku sekarang,” desis Ayrin.

“Apa yang membuatmu mau menikah dengannya? Saya bisa melihat kalau tidak ada cinta di antara kalian. Dia pasti sudah menjebakmu,” desis Rayden tanpa basa-basi.

Ayrin memicingkan mata, mencoba menahan emosi yang bergolak di dalamnya. Ia meremas tangannya dengan begitu kuat hingga buku jarinya memutih.

‘Aku berada di posisi ini karenamu. Istrimu menjebakku karena berpikir aku akan merebutmu.’ Ingin sekali Ayrin meneriakkan kata-kata itu dengan lantang di depan wajah angkuh Rayden. Namun, ia tak bisa melakukannya. 

“Itu sama sekali bukan urusanmu. Kamu sendiri yang bilang kalau semua yang ada di antara kita sudah berakhir. Jadi, berhenti menanyakan apa pun yang nggak ada kaitannya sama kamu,” bentak Ayrin dengan sengit.

Rayden menggertakkan giginya. Sementara Ayrin mencoba mengalihkan pandangannya dari pria itu. Berdiri terlalu lama di dekatnya membuat perasaan wanita itu penuh sesak. 

Lalu, tiba-tiba saja rasa panik menjalar di hati Ayrin ketika melihat Veranda dari kejauhan yang sedang berjalan ke arah mereka. Ia ingin segera menghindar, tetapi tangannya sudah lebih dulu ditarik oleh Rayden yang kini menghimpit tubuhnya ke sudut tempat yang gelap dan sepi.

“Dengarkan saya, Rin. Jangan pernah kamu berikan hatimu untuk Reygan kalau kamu tidak mau terluka. Saya lebih mengenalnya daripada kamu. Dan anggap saja saya berbicara sebagai kakak yang tidak mau melihat adiknya terluka.”

Setelah mengatakan hal itu, Rayden pergi meninggalkan Ayrin yang masih termenung di tempatnya dengan berbagai pertanyaan yang mulai menyeruak ke dalam benaknya. Cemburukah pria itu padanya? pikir Ayrin. Apa sebenarnya maksud ucapannya??

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status