Share

Bab 2: Sudah tak Suci Lagi

Author: Nhaya_97
last update Huling Na-update: 2024-10-26 21:41:02

Sepeninggal Padma, tubuh Viona seolah kehilangan tenaga. Ia menyeret kakinya yang berat, setiap langkah seakan memikul seluruh beban kenangan yang membekas di sanubari.

Setibanya di kamar mandi, ia berdiri di bawah pancuran dengan air yang dingin mengalir deras di atas kepalanya, menyamarkan air matanya yang tanpa henti berderai.

Setiap tetes air yang jatuh tak mampu menyapu ingatan pahit yang masih mengambang di dalam pikirannya, seperti noda yang enggan lenyap walau Viona menyikat kulitnya dengan keras hingga memerah.

Dengan tangan gemetar, ia terus menyikat, berharap segala yang tersisa dari Padma akan luntur bersama air yang mengalir deras ke bawah, namun sia-sia.

Ketika akhirnya kelelahan, Viona terduduk di lantai kamar mandi, tubuhnya menggigil dalam dingin yang tak hanya datang dari pancuran, melainkan dari dalam hatinya sendiri.

Dengan lutut yang ia tarik ke dada, Viona memeluk dirinya seolah berharap dapat menutupi luka yang kini menganga lebar.

Dalam hening, isak tangis yang awalnya tertahan berubah menjadi jeritan yang meluap dengan histeris, menyesakkan ruang yang dingin itu.

"Kenapa, Padma... kenapa harus seperti ini?" bisiknya di antara tangis, suara yang pecah menghilang dalam gemuruh pancuran.

Tubuhnya bergetar, dan ia menutup wajah dengan kedua tangannya. Padma, suami mendiang kakaknya, lelaki yang selama ini ia hormati—telah menghancurkan harga dirinya, seolah kenangan manis yang pernah ia kenang tentang keluarga telah dicemari oleh tangan Padma.

Tak tahu berapa lama ia tetap seperti itu, hingga suara gedoran di pintu kamar membangunkannya dari lamunan kelam.

"Viona! Kamu nggak apa-apa?" Suara itu, lembut namun penuh kepanikan, jelas adalah Tirta. Lelaki yang telah menemaninya empat tahun ini, selalu ada di sampingnya saat suka maupun duka, kini berdiri di balik pintu dengan khawatir.

Viona tersentak. Sebuah perasaan takut menjalari dirinya. Apa jadinya jika Tirta tahu? Luka ini, penghinaan yang telah Padma tanamkan dalam dirinya, adalah rahasia yang tak bisa ia bagikan pada siapa pun—termasuk pada Tirta.

"Viona! Kalau kamu nggak buka pintunya, aku dobrak sekarang!" Tirta kembali berteriak, kali ini suaranya makin tegas, mendesak.

Viona mengumpulkan sisa tenaganya. Ia mematikan pancuran, meraih jubah mandi yang tergantung, dan mengenakannya dengan terburu-buru.

Dengan suara parau, ia akhirnya menjawab, "Sebentar, Tirta." Ia tahu, ia harus segera menenangkan lelaki itu.

Ia membuka pintu kamar mandi, dan terdengar suara Tirta yang lebih lembut, penuh perhatian, "Oke, aku tunggu di ruang tamu. Aku bawain soto ayam buat sarapan."

Hati Viona mencelos. Sejenak, kehangatan dari perhatian kecil Tirta membuat air matanya kembali jatuh. Namun, ia mengusap pipinya cepat-cepat, menyembunyikan isak yang tertahan.

Tidak boleh ada yang tahu; luka ini adalah beban yang harus ia tanggung sendiri. Dengan cepat, ia berganti pakaian, mengenakan sweater turtleneck dan celana panjang, menutupi bekas luka yang telah Padma tinggalkan.

Saat ia keluar dari kamar, Tirta menunggunya dengan senyum ramah yang khas. Lelaki dengan rambut ikal dan mata bersinar itu menyambutnya dengan wajah penuh perhatian. “Kamu habis lari pagi?” tanyanya sambil tertawa ringan.

Viona terkejut mendengar pertanyaan itu, tetapi ia hanya bisa memaksakan senyum.

"Waktu aku datang, pintu depan nggak terkunci. Aku kira kamu habis lari pagi dan lupa ngunci pintu kayak biasanya," Tirta menjelaskan dengan nada berseloroh. "Makanya aku gedor pintu kamar kamu. Kamu ketiduran di kamar mandi atau gimana?" tanyanya, tertawa kecil.

Viona hanya bisa memaksakan tawa. Ia mengambil mangkuk soto ayam dari Tirta, berharap makanan ini akan bisa membendung pertanyaan yang lebih jauh.

Dengan tergesa, ia melahap suapan demi suapan, menghindari tatapan Tirta yang penuh perhatian namun begitu tajam.

Tirta memperhatikan Viona dengan tatapan penuh keingintahuan, namun juga ada secercah kekhawatiran di dalamnya.

Ketika ia menyelipkan rambut Viona yang tergerai ke belakang telinga, gadis itu sontak terlonjak, dan mangkuk di tangannya nyaris jatuh.

“Kamu kenapa, sih?” Tirta bertanya dengan nada heran dan mata yang menyipit penuh tanda tanya. “Kamu sakit?”

Viona merasa tenggorokannya mendadak kering, dan matanya yang besar mengerjap panik. Tubuhnya gemetar, kenangan akan sentuhan yang asing kembali menghantam dirinya begitu Tirta menyentuh rambutnya.

Ia harus menenangkan jantung yang berdegup kencang, mengingatkan dirinya bahwa yang duduk di sampingnya adalah Tirta, bukan sosok lain yang membuatnya jijik dan takut.

Dengan hati-hati, Tirta mengambil mangkuk dari tangan Viona yang masih bergetar, lalu meletakkannya di atas meja. Perlahan ia menggenggam kedua tangan Viona yang terasa dingin.

“Viona, kamu ada masalah apa?” tanyanya lembut, kehangatan menjalar dari genggaman tangannya yang kokoh namun menenangkan.

Kata-kata lembut Tirta dan tatapan penuh kasih sayangnya menembus benteng pertahanan Viona. Tak lagi mampu menahan, ia terisak, air mata mengalir deras di pipinya.

Tangisnya yang tertahan sejak pagi berubah menjadi gelombang yang berguncang, menyapu seluruh tubuhnya hingga bahunya berguncang hebat.

Tirta tak tahu apa yang terjadi, namun ia tetap berada di samping Viona, mengusap punggungnya lembut, sementara tangan lainnya tetap menggenggam tangan gadis itu erat-erat.

Dalam beberapa saat yang sunyi, hanya isakan Viona yang menggema, pilu dan penuh keputusasaan, seperti beban yang telah lama terpendam dan tak lagi bisa disimpan sendiri.

Di balik air mata yang mengaburkan pandangannya, Viona bertanya-tanya apakah Tirta akan meninggalkannya jika tahu kebenaran yang ia simpan.

Bahwa ia tak lagi suci, bahwa harga dirinya telah direnggut oleh Padma dalam satu malam penuh hinaan dan kekerasan. Bagaimana mungkin lelaki sebaik Tirta mau menerima seorang perempuan yang telah ternoda?

Di saat-saat gelap ini, Tirta adalah satu-satunya yang ada di sisinya. Setelah Yuanita pergi, hanya Tirta yang setia menguatkannya di tengah penghakiman yang ia terima dari Padma dan keluarga.

Tirta yang menemani setiap sesi pengobatan, yang menenangkan setiap malam panjangnya yang tanpa tidur. Tapi sekarang, apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia memberitahu Tirta tentang semuanya?

"Viona, kamu tahu aku akan selalu ada buat kamu," bisik Tirta lembut setelah tangis Viona mulai mereda.

Ia menatap gadis itu lekat-lekat, mencoba menangkap isi hati yang tersembunyi di balik mata Viona yang merah dan sembab.

“Ada apa, Viona? Aku nggak pernah lihat kamu nangis kayak gitu selain waktu pemakaman Kak Yuanita. Apa kamu kangen sama kakak kamu?”

Viona menggeleng pelan, tidak sanggup mengungkapkan kebenaran, namun juga tak ingin terus-terusan berbohong pada Tirta yang begitu tulus. “Kamu pasti akan membenciku setelah tahu apa yang terjadi padaku, Tirta,” bisiknya dengan suara parau yang nyaris tenggelam dalam air mata.

Tirta mengerutkan alis, kebingungan. “Bagaimana mungkin aku benci kamu? Kamu satu-satunya wanita yang aku cintai selain ibuku, Viona.”

Mendengar kata-kata itu, hati Viona semakin tersayat. Nama "Viona" hanya digunakan oleh Yuanita, almarhumah kakaknya, sebagai panggilan sayang.

Saat Tirta menawarkan hubungan yang lebih dari sekadar teman, ia pun menggunakan nama kecil itu, penuh kasih dan kelembutan. Namun, di dalam hatinya, Viona merasa tak pantas lagi mendapatkan kehangatan itu.

“Tapi aku udah nggak suci lagi, Tirta.” Suaranya pecah di antara isak. “Aku nggak sama kayak dulu lagi.” Air mata kembali mengalir deras, mengungkap kebenaran yang selama ini ia simpan rapat-rapat.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Our Happy Ending

    Viona terkekeh pelan mendengar jawaban Alfie yang begitu egois, namun juga penuh cinta. Tangannya mengelus pelan pipi pria itu, menatap mata hitam yang dulu tampak dingin dan menusuk, kini lebih bersinar dan hidup. Ada harapan, ada kehangatan… ada cinta yang utuh.“Padahal aku sudah membayangkan punya anak perempuan yang mirip kamu,” gumam Viona manja, seolah menggodanya.Alfie terkesiap, lalu mengangkat alis. “Kalau anak perempuan itu mirip aku, mungkin dia akan membantah semua omonganmu, dan menyeret pacarnya pulang jam dua pagi.”Viona tertawa. “Kamu kan sudah berubah. Siapa tahu anak kita nanti juga lembut dan pintar masak seperti Padma, tapi kuat dan bisa bela diri kayak kamu. Kombinasi yang sempurna.”Alfie menatap wajah perempuan yang dicintainya itu, penuh rasa. “Apa pun yang terjadi, Vi... aku akan selalu ada di sisimu. Aku mungkin sedang berproses menjadi satu pribadi yang utuh, tapi hatiku tetap satu—untukmu.”Viona terdiam, matanya berkaca-kaca. “Aku juga akan selalu di si

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Rela Membagi

    "Kemarin aku mencari terapis baru yang memiliki pengalaman menyembuhkan penyandang DID. Aku sudah menemukannya. Dan beberapa hari lalu aku mengirim email untuk meminta konfirmasi."Baru saja terapis itu mengatakan bisa bertemu denganku besok lusa. Sayangnya, dia tidak tinggal di Jakarta, tapi di Singapura. Dan kamu harus ikut karena kamu pasanganku sekarang."Viona meneguk ludah dengan susah payah. Dia sama sekali tidak tahu Alfie melakukan pencarian untuk mencari terapis baru. Bahkan selama di Paris pun, Alfie sama sekali tidak pernah menyinggung masalah ini.Dan mengetahui Alfie sudah menemukan terapis baru, tak urung menimbulkan kekhawatiran dalam hatinya."Al, kamu... tidak berniat untuk 'pergi", kan?" tanyanya ragu. Tolong katakan tidak atau dia akan patah hati lagi."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Alfie mengerutkan kening."Yang aku tahu, host kamu adalah Mas lan. Kalau kalian sembuh, itu artinya kamu akan 'hilang', kan?"Dari kasus penyandang DID yang pernah Viona baca, jik

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Punya Kabar Bagus

    "Done!" seru Viona dengan riang.Tatapannya tertuju pada gembok yang baru saja dia pasang di pagar jembatan Pont des Arts atau Jembatan Gembok Cinta, yang menghubungkan antara Louvre Museum dan Insititute de France.Gembok bertuliskan inisial D & A itu terpajang berdesakan dengan ribuan gembok lainnya yang memenuhi sepanjang pagar jembatan."Sekarang giliran kamu yang buang kuncinya." Viona menyerahkan kunci gembok yang sudah dia pasang pada Alfie.Alfie menatap kunci di tangannya lalu mengembuskan napas panjang. Sulit dipercaya dia melakukan hal sekonyol ini. "Apa aku harus melakukannya? Itu hanya mitos konyol, Viona.""Just-do-it!" Viona berkacak pinggang. "Apa susahnya, sih, lempar kunci ke sungai di depan kamu?""Astaga!" desah Alfie sambil melakukan apa yang Viona perintahkan. Kunci itu melayang dari tangannya lalu mendarat di sungai dengan bunyi kecipak cukup keras."Happy?" ejeknya pada Viona yang tersenyum senang."Happy! Thanks, Al." Viona berjinjit lalu mengecup pipi Alfie p

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Menyesalinya?

    Viona kembali menoleh pada Savannah yang melanjutkan ucapannya. "Maksudku, dulu kamu melihatnya sebagai kakak ipar, tapi sekarang dia suamimu. Apa kamu tidak merasa canggung?"Sepertinya Savannah tidak tahu Padma adalah penyandang kepribadian ganda dan Viona lebih sering berhubungan alter egonya hingga rasa canggung itu sama sekali tidak ada.Namun demi menyingkat waktu, Viona memilih jawaban diplomatis. "Awalnya pasti seperti itu, tapi seiring waktu semuanya berjalan secara natural."Savannah tampak termangu. Tatapannya beralih pada Mandala yang berdiri di samping Alfie dengan raut serius. Melihatnya seperti itu, Viona jadi ikut menatap Mandala.Mendadak dia bertanya-tanya, apa ada sesuatu di antara paman dan keponakan itu? Karena di matanya, tatapan Savannah sering kali terlihat berbeda saat berhadapan dengan Mandala.Bahkan saat dia melihat pagelaran busana Savannah tiga hari yang lalu, gadis itu terlihat begitu bahagia saat Mandala mampir dengan sebuket bunga. Hanya sepuluhTatapa

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Menyangka

    "Dadah, Sayang. Tunggu Bunda pulang, ya. Nanti Bunda bawakan oleh-olah yang banyak." Viona melambai pada Sabda lewat layar ponselnya.Bayi itu membalas dengan satu tabokan kencang di layar, seolah menunjukkan rasa kesalnya karena ditinggal Viona selama berhari-hari.Viona tertawa lalu mengakhiri panggilan video setelah melempar goodbye kiss pada bayi gendut itu. Saat menaruh ponselnya kembali ke dalam tas, Alfie tampak berjalan menghampirinya.Viona sontak melempar senyum pada lelaki tampan yang hari ini hanya memakai sweater dan celana jeans itu."Kamu tidak bosan?" tanya Alfie setelah duduk di samping Viona."Nope. Aku baru saja menelepon Sabda, dan dia sudah bisa memanggil 'Papa' dengan sangat jelas."Mata Alfie melebar sempurna. "Oya? Tapi kenapa setiap aku menelepon dia tidak pernah mengatakan itu?" gerutunya. "Di depanmu dia sangat cerewet, tetapi di depanku dia mendadak diam."Viona mengurai tawa sambil meremas tangan Alfie yang bertengger di atas pahanya. "Kamu harus lebih ser

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Mencari Alasan

    Pesan-pesan itu belum Viona balas sampai sekarang karena dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi mantan kekasihnya itu.Menyadari lelaki itu sudah mengetahui semuanya karena ibunya sudah bercerita, makin membuat Viona gamang.Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Tirta saat mendengar dirinya sudah menikah dengan orang yang sudah merenggut kehormatannya di masa lalu, bahkan mengandung anaknya-meski sekarang anak itu sudah tiada.Seharusnya Viona membalas pesan itu dan mengatakan maaf karena tidak bisa bertemu. Tetapi ternyata jarinya tak sanggup mengetikkan pesan semacam itu.Maka dia membiarkann pesan Tirta menggantung sampai sekarang. Mungkin setelah mereka kembali ke Jakarta, dia punya keberanian untuk membalas pesan mantan kekasihnya itu."Kalau kamu merasa bersalah karena sudah menghabiskan uang sebanyak itu, bukankah seharusnya kamu melakukan sesuatu untuk menebusnya? Minimal jangan punggungi aku. Suara parau Alfie membuyarkan lamunan Viona.Perlahan Viona membalikkan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status