Share

Bab 3: Lakukan Sesuatu Untukku!

Author: Nhaya_97
last update Last Updated: 2024-10-26 21:41:25

Tirta menatapnya, raut wajahnya dipenuhi kegetiran yang tak mampu ia sembunyikan. Viona tahu ia tidak bisa berbohong di hadapan Tirta, lelaki yang sangat baik dan tulus mencintainya.

Hubungan yang mereka jalin selama empat tahun ini penuh dengan kehangatan dan ketulusan, begitu pula dengan keluarga Tirta yang menerimanya sepenuh hati.

Karena itu, Viona memilih untuk jujur, tak ingin membohongi Tirta atau menyeretnya ke dalam kebohongan yang mengerikan.

"Maksud kamu apa?” tanya Tirta, suaranya tetap lembut meski terlihat jelas ada ketegangan di sana.

Viona yang gelisah hanya menatap kosong, enggan melanjutkan, namun Tirta menatapnya dengan penuh perhatian, "Aku janji nggak akan menghakimi kamu. Tolong, cerita apa yang bikin kamu kayak gini."

Dengan napas berat dan tubuh yang bergetar, Viona mulai bercerita. Perlahan namun pasti, seluruh kejadian subuh itu keluar dari bibirnya.

Tentang bagaimana Padma, mabuk dan kasar, datang ke rumahnya dan merenggut kehormatannya tanpa belas kasihan. Air mata mengalir deras ketika Viona menceritakan semuanya, luka yang bahkan tak sanggup ia lihat pantulannya di cermin.

Seluruh ruangan terasa membeku. Viona menggigil, rasa sakit, jijik, dan marah bercampur menjadi satu, hingga ia kembali terisak.

Di sebelahnya, Tirta mendengarkan dalam diam, kepalan tangannya di atas pangkuan perlahan mengepal semakin kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Rahangnya mengeras, dan Viona dapat melihat api kemarahan yang berkobar di dalam mata lelaki itu.

“Kurang ajar!” desisnya geram, suaranya rendah namun penuh dendam yang tertahan, mencerminkan api amarah yang nyaris tak dapat dikendalikan.

“Kamu harus melaporkan lelaki bejat itu ke polisi, Viona. Dia sudah memperkosa kamu. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” suara Tirta terdengar tegas, penuh keyakinan yang bulat.

Namun, Viona hanya menatapnya dengan tatapan kosong. Sungguh, bagaimana mungkin ia melaporkan Padma? Di mana bukti yang bisa ia tunjukkan?

Bayangan dirinya melangkah ke kantor polisi untuk mengadukan kejadian itu seakan menjadi lelucon yang pahit. Padma berasal dari keluarga terpandang, penuh kuasa.

Ayahnya adalah anggota dewan yang terhormat sekaligus pengusaha batu bara yang memiliki pengaruh luas, dan ibunya seorang sosialita dengan lingkar pertemanan berpengaruh.

“Bagi dia, aku ini cuma debu, Tirta. Melaporkannya sama saja dengan bunuh diri. Aku pasti kalah,” ucap Viona lirih.

Ia terbayang hujatan yang akan diterimanya jika kisah ini tersebar ke media sosial—komentar-komentar kejam yang tak hanya akan menghancurkan hidupnya, tapi juga meremukkan jiwanya hingga titik nadir. Tidak! Ia tidak sanggup.

“Aku nggak bisa, Tirta. Dia pasti akan lolos dengan mudah.” Suara Viona terdengar begitu rapuh ketika ia menenggelamkan wajah di kedua telapak tangannya.

Tirta menghela napas panjang, menyadari kebenaran pahit yang tersirat dari kata-kata Viona. Ia tahu siapa Padma, tahu keluarganya yang begitu kuat dan berpengaruh.

Bagi Padma, menggusur hidup orang biasa seperti Viona adalah hal yang sepele, bagaikan mengusir debu.

“Aku nggak pantas buat kamu,” lanjut Viona akhirnya dengan suara bergetar. “Aku bahkan jijik sama diriku sendiri. Kamu bisa pergi sekarang kalau kamu mau,” ucapnya lirih, menatap Tirta dengan keputusasaan.

Hati Viona telah hancur berkeping-keping. Jika Tirta benar-benar meninggalkannya, ia tak tahu bagaimana harus melanjutkan hidupnya.

Namun, ia pun tak ingin menjadi beban bagi lelaki itu, tak ingin menahan Tirta setelah mengetahui segalanya.

Namun, Tirta mendekat, menatap Viona dengan lembut dan berkata, “Viona, dengar baik-baik. Aku sayang kamu apa adanya. Kamu tetap perempuan yang sempurna dan terhormat, meskipun Padma sudah merenggut kehormatanmu dengan cara yang biadab.”

Sepasang mata Viona yang bulat mengerjap pelan. Kata-kata Tirta merasuk dalam dirinya, menyentuh lubuk hatinya yang paling dalam. “Kamu… sama sekali nggak keberatan?” bisiknya ragu.

Tirta menggeleng, kemudian kembali meraih tangan Viona, menggenggamnya dengan erat seolah hendak memberikan kekuatan.

“Rasa sayangku ke kamu nggak sedangkal itu, Viona. Apa pun yang terjadi, aku nggak akan ninggalin kamu. Justru sekarang, kamu harus bangkit. Jangan biarkan Padma puas karena sudah menjatuhkan kamu ke titik paling rendah dalam hidup kamu.”

Mendengar kata-kata itu, seberkas harapan mulai muncul dalam diri Viona. Hatinya yang hancur perlahan sembuh, dihangatkan oleh ketulusan cinta Tirta.

Dengan lembut, Tirta menariknya ke dalam pelukan, memeluk Viona erat-erat seolah ingin melindunginya dari segala derita yang ada.

Viona memejamkan mata, merasakan rasa tenang yang telah lama hilang. Bersama Tirta, ia kembali merasa dihargai, merasa aman.

Ia tahu ia telah menemukan harapan untuk masa depan yang selama ini ia kira telah hilang. Harapan itu, yang bernama Tirta Adhyaksa.

Namun, di balik pintu ruang tamu yang sedikit terbuka, Padma berdiri memperhatikan. Tadinya, ia hendak mengambil dompetnya yang tertinggal.

Namun langkahnya terhenti begitu melihat pemandangan di depannya—Viona dan Tirta dalam pelukan erat, keduanya tampak bahagia seolah tak ada yang bisa memisahkan mereka.

Amarah mendidih dalam dada Padma. Giginya menggeletuk, dan tangan yang tergenggam di samping tubuhnya bergetar.

Lihatlah, pikirnya, perempuan itu masih bisa tertawa bahagia setelah apa yang terjadi. Isak tangisnya yang pilu saat memohon maaf hanya kepalsuan belaka.

Tidak hanya seorang pembohong, Viona juga seorang penipu ulung! Padma merasa bagaikan dihantam oleh rasa kehilangan yang dalam, seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan sejak Yuanita, istrinya, meninggal.

Kalau hidup memang setidak adil ini, maka Padma-lah yang akan menciptakan keadilannya sendiri, dan Viona harus merasakan apa yang ia rasakan sekarang—kesakitan yang mengguncang setiap inci tubuhnya.

Ia mengambil ponsel dari saku jaketnya dan menghubungi seseorang yang ia percayai untuk menjalankan perintahnya.

"Lakukan sesuatu untukku," ujar Padma dingin, suaranya seperti serpihan es yang jatuh ke lantai yang dingin, penuh dendam yang tertahan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Our Happy Ending

    Viona terkekeh pelan mendengar jawaban Alfie yang begitu egois, namun juga penuh cinta. Tangannya mengelus pelan pipi pria itu, menatap mata hitam yang dulu tampak dingin dan menusuk, kini lebih bersinar dan hidup. Ada harapan, ada kehangatan… ada cinta yang utuh.“Padahal aku sudah membayangkan punya anak perempuan yang mirip kamu,” gumam Viona manja, seolah menggodanya.Alfie terkesiap, lalu mengangkat alis. “Kalau anak perempuan itu mirip aku, mungkin dia akan membantah semua omonganmu, dan menyeret pacarnya pulang jam dua pagi.”Viona tertawa. “Kamu kan sudah berubah. Siapa tahu anak kita nanti juga lembut dan pintar masak seperti Padma, tapi kuat dan bisa bela diri kayak kamu. Kombinasi yang sempurna.”Alfie menatap wajah perempuan yang dicintainya itu, penuh rasa. “Apa pun yang terjadi, Vi... aku akan selalu ada di sisimu. Aku mungkin sedang berproses menjadi satu pribadi yang utuh, tapi hatiku tetap satu—untukmu.”Viona terdiam, matanya berkaca-kaca. “Aku juga akan selalu di si

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Rela Membagi

    "Kemarin aku mencari terapis baru yang memiliki pengalaman menyembuhkan penyandang DID. Aku sudah menemukannya. Dan beberapa hari lalu aku mengirim email untuk meminta konfirmasi."Baru saja terapis itu mengatakan bisa bertemu denganku besok lusa. Sayangnya, dia tidak tinggal di Jakarta, tapi di Singapura. Dan kamu harus ikut karena kamu pasanganku sekarang."Viona meneguk ludah dengan susah payah. Dia sama sekali tidak tahu Alfie melakukan pencarian untuk mencari terapis baru. Bahkan selama di Paris pun, Alfie sama sekali tidak pernah menyinggung masalah ini.Dan mengetahui Alfie sudah menemukan terapis baru, tak urung menimbulkan kekhawatiran dalam hatinya."Al, kamu... tidak berniat untuk 'pergi", kan?" tanyanya ragu. Tolong katakan tidak atau dia akan patah hati lagi."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Alfie mengerutkan kening."Yang aku tahu, host kamu adalah Mas lan. Kalau kalian sembuh, itu artinya kamu akan 'hilang', kan?"Dari kasus penyandang DID yang pernah Viona baca, jik

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Punya Kabar Bagus

    "Done!" seru Viona dengan riang.Tatapannya tertuju pada gembok yang baru saja dia pasang di pagar jembatan Pont des Arts atau Jembatan Gembok Cinta, yang menghubungkan antara Louvre Museum dan Insititute de France.Gembok bertuliskan inisial D & A itu terpajang berdesakan dengan ribuan gembok lainnya yang memenuhi sepanjang pagar jembatan."Sekarang giliran kamu yang buang kuncinya." Viona menyerahkan kunci gembok yang sudah dia pasang pada Alfie.Alfie menatap kunci di tangannya lalu mengembuskan napas panjang. Sulit dipercaya dia melakukan hal sekonyol ini. "Apa aku harus melakukannya? Itu hanya mitos konyol, Viona.""Just-do-it!" Viona berkacak pinggang. "Apa susahnya, sih, lempar kunci ke sungai di depan kamu?""Astaga!" desah Alfie sambil melakukan apa yang Viona perintahkan. Kunci itu melayang dari tangannya lalu mendarat di sungai dengan bunyi kecipak cukup keras."Happy?" ejeknya pada Viona yang tersenyum senang."Happy! Thanks, Al." Viona berjinjit lalu mengecup pipi Alfie p

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Menyesalinya?

    Viona kembali menoleh pada Savannah yang melanjutkan ucapannya. "Maksudku, dulu kamu melihatnya sebagai kakak ipar, tapi sekarang dia suamimu. Apa kamu tidak merasa canggung?"Sepertinya Savannah tidak tahu Padma adalah penyandang kepribadian ganda dan Viona lebih sering berhubungan alter egonya hingga rasa canggung itu sama sekali tidak ada.Namun demi menyingkat waktu, Viona memilih jawaban diplomatis. "Awalnya pasti seperti itu, tapi seiring waktu semuanya berjalan secara natural."Savannah tampak termangu. Tatapannya beralih pada Mandala yang berdiri di samping Alfie dengan raut serius. Melihatnya seperti itu, Viona jadi ikut menatap Mandala.Mendadak dia bertanya-tanya, apa ada sesuatu di antara paman dan keponakan itu? Karena di matanya, tatapan Savannah sering kali terlihat berbeda saat berhadapan dengan Mandala.Bahkan saat dia melihat pagelaran busana Savannah tiga hari yang lalu, gadis itu terlihat begitu bahagia saat Mandala mampir dengan sebuket bunga. Hanya sepuluhTatapa

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Menyangka

    "Dadah, Sayang. Tunggu Bunda pulang, ya. Nanti Bunda bawakan oleh-olah yang banyak." Viona melambai pada Sabda lewat layar ponselnya.Bayi itu membalas dengan satu tabokan kencang di layar, seolah menunjukkan rasa kesalnya karena ditinggal Viona selama berhari-hari.Viona tertawa lalu mengakhiri panggilan video setelah melempar goodbye kiss pada bayi gendut itu. Saat menaruh ponselnya kembali ke dalam tas, Alfie tampak berjalan menghampirinya.Viona sontak melempar senyum pada lelaki tampan yang hari ini hanya memakai sweater dan celana jeans itu."Kamu tidak bosan?" tanya Alfie setelah duduk di samping Viona."Nope. Aku baru saja menelepon Sabda, dan dia sudah bisa memanggil 'Papa' dengan sangat jelas."Mata Alfie melebar sempurna. "Oya? Tapi kenapa setiap aku menelepon dia tidak pernah mengatakan itu?" gerutunya. "Di depanmu dia sangat cerewet, tetapi di depanku dia mendadak diam."Viona mengurai tawa sambil meremas tangan Alfie yang bertengger di atas pahanya. "Kamu harus lebih ser

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Mencari Alasan

    Pesan-pesan itu belum Viona balas sampai sekarang karena dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi mantan kekasihnya itu.Menyadari lelaki itu sudah mengetahui semuanya karena ibunya sudah bercerita, makin membuat Viona gamang.Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Tirta saat mendengar dirinya sudah menikah dengan orang yang sudah merenggut kehormatannya di masa lalu, bahkan mengandung anaknya-meski sekarang anak itu sudah tiada.Seharusnya Viona membalas pesan itu dan mengatakan maaf karena tidak bisa bertemu. Tetapi ternyata jarinya tak sanggup mengetikkan pesan semacam itu.Maka dia membiarkann pesan Tirta menggantung sampai sekarang. Mungkin setelah mereka kembali ke Jakarta, dia punya keberanian untuk membalas pesan mantan kekasihnya itu."Kalau kamu merasa bersalah karena sudah menghabiskan uang sebanyak itu, bukankah seharusnya kamu melakukan sesuatu untuk menebusnya? Minimal jangan punggungi aku. Suara parau Alfie membuyarkan lamunan Viona.Perlahan Viona membalikkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status