Share

Bab 5: Dia tidak Tahu Apa-apa!

Author: Nhaya_97
last update Huling Na-update: 2024-10-26 22:15:01

Viona tak pernah merasa semarah ini dalam hidupnya. Dalam detik-detik mencekam seperti ini, ia biasanya mempraktikkan teknik pernapasan yang diajarkan Yuanita: menarik napas dalam selama empat hitungan, menahannya tujuh detik, lalu mengembuskannya perlahan selama delapan detik.

Namun kali ini, amarah dalam dirinya begitu pekat, tak teredam bahkan oleh napas teratur yang biasa.

Bergemuruhlah setiap langkahnya ketika ia membelah halaman rumah megah itu, tekad membara di balik setiap jejak yang ia tinggalkan di jalan setapak yang berhiaskan pepohonan rimbun.

Ia tak memedulikan dinginnya malam atau keheningan yang merayap, hanya satu yang ada dalam pikirannya: mencari Padma dan menuntut penjelasan atas kelakuan biadab yang hampir merenggut nyawa Tirta.

Baru beberapa jam lalu, pihak rumah sakit menelepon, mengabarkan bahwa Tirta menjadi korban tabrak lari—tabrakan yang hampir merenggut nyawa lelaki itu.

Seorang sopir taksi telah membawanya ke rumah sakit, dan Viona langsung berlari menuju rumah sakit untuk menemani Tirta.

Dengan tangan gemetar, ia menyetujui operasi mendadak karena adanya pendarahan di otak Tirta, yang bisa mengancam nyawanya jika tak segera ditangani. Dan di antara hiruk pikuk kesibukan rumah sakit, panggilan telepon dari Padma datang seperti palu godam di atas hatinya.

"Aku yang menyuruh orang suruhanku untuk menabrak kekasihmu itu. Bagaimana, kamu suka kejutanku? Tenang saja, aku masih punya banyak kejutan untukmu, Viona,” ucapnya dengan suara yang begitu dingin, begitu santai, seolah nyawa Tirta hanyalah mainan belaka.

Kini, berdiri di depan pintu besar rumah itu, Viona menekan bel berkali-kali tanpa jeda, tak peduli waktu atau kesopanan.

Pernah suatu waktu ia datang ke rumah ini dengan perasaan penuh kasih, disambut Yuanita di pintu dengan senyum hangatnya.

Namun kini, ia berdiri di tempat yang sama, namun dengan kebencian membara untuk pria yang seharusnya hanya menjadi kenangan manis dari Yuanita—pria yang kini berdiri sebagai musuhnya.

Pintu akhirnya terbuka. Seorang perempuan paruh baya, Bik Sari, menatap Viona dengan kaget.

“Mbak Viona?” sapanya penuh ragu, menatap tamunya dengan wajah heran. “Mau ketemu Mas Padma?”

Viona mengangguk kaku, ekspresi wajahnya menahan setiap kemarahan yang mengguncang dirinya. “Iya, Bik. Tolong panggilkan dia. Sekarang juga,” pintanya tanpa basa-basi.

Bik Sari menghela napas, kemudian mengangguk dan masuk ke dalam, membuka pintu lebih lebar agar Viona dapat masuk. “Masuk dulu, Mbak. Duduk di ruang tamu saja, saya akan membangunkan Mas Padma dulu.”

Namun, Viona menolak duduk di sofa yang pernah diduduki lelaki kejam itu. Ia memilih berdiri dengan tegap, mengalihkan pandangan pada foto pernikahan Yuanita dan Padma yang tergantung di dinding.

Di foto itu, Padma tampak tersenyum, citra seorang suami penuh kasih sayang, seorang yang tidak akan pernah dianggap psikopat oleh siapa pun.

Langkah berat terdengar dari arah tangga. Viona menoleh begitu mendengar suara dingin menyapa dari seberang ruangan, “Lihat siapa yang berani datang selarut ini.”

Di sana, di ujung tangga, berdirilah Padma, menatapnya dengan tatapan menusuk, seringai dingin menghiasi wajahnya yang tampan.

Viona dapat merasakan amarahnya kembali membuncah, tak teredam, tak terhenti. Rasa geramnya beriak, mendesak keluar seperti gelombang yang menghantam tanpa ampun.

Viona menghampirinya, langkahnya cepat dan tegap, tanpa sedikit pun menyurutkan keberaniannya meski ia harus mendongak untuk bertemu pandang dengan pria di hadapannya.

“Kenapa harus melibatkan Tirta, Mas Padma?” serunya dengan suara bergetar. Tubuhnya sedikit gemetar, namun sorot matanya teguh, dipenuhi oleh keberanian yang tak akan mudah goyah. “Apa salahnya? Dia tak tahu apa-apa!”

"Apa aku harus selalu mengingatkanmu bahwa aku akan membuatmu merasakan kesakitan dan kehilangan yang sama, seperti yang aku rasakan?" Suara Padma menggema, dingin, disertai tatapan tajam yang membekukan jiwa.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Our Happy Ending

    Viona terkekeh pelan mendengar jawaban Alfie yang begitu egois, namun juga penuh cinta. Tangannya mengelus pelan pipi pria itu, menatap mata hitam yang dulu tampak dingin dan menusuk, kini lebih bersinar dan hidup. Ada harapan, ada kehangatan… ada cinta yang utuh.“Padahal aku sudah membayangkan punya anak perempuan yang mirip kamu,” gumam Viona manja, seolah menggodanya.Alfie terkesiap, lalu mengangkat alis. “Kalau anak perempuan itu mirip aku, mungkin dia akan membantah semua omonganmu, dan menyeret pacarnya pulang jam dua pagi.”Viona tertawa. “Kamu kan sudah berubah. Siapa tahu anak kita nanti juga lembut dan pintar masak seperti Padma, tapi kuat dan bisa bela diri kayak kamu. Kombinasi yang sempurna.”Alfie menatap wajah perempuan yang dicintainya itu, penuh rasa. “Apa pun yang terjadi, Vi... aku akan selalu ada di sisimu. Aku mungkin sedang berproses menjadi satu pribadi yang utuh, tapi hatiku tetap satu—untukmu.”Viona terdiam, matanya berkaca-kaca. “Aku juga akan selalu di si

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Rela Membagi

    "Kemarin aku mencari terapis baru yang memiliki pengalaman menyembuhkan penyandang DID. Aku sudah menemukannya. Dan beberapa hari lalu aku mengirim email untuk meminta konfirmasi."Baru saja terapis itu mengatakan bisa bertemu denganku besok lusa. Sayangnya, dia tidak tinggal di Jakarta, tapi di Singapura. Dan kamu harus ikut karena kamu pasanganku sekarang."Viona meneguk ludah dengan susah payah. Dia sama sekali tidak tahu Alfie melakukan pencarian untuk mencari terapis baru. Bahkan selama di Paris pun, Alfie sama sekali tidak pernah menyinggung masalah ini.Dan mengetahui Alfie sudah menemukan terapis baru, tak urung menimbulkan kekhawatiran dalam hatinya."Al, kamu... tidak berniat untuk 'pergi", kan?" tanyanya ragu. Tolong katakan tidak atau dia akan patah hati lagi."Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Alfie mengerutkan kening."Yang aku tahu, host kamu adalah Mas lan. Kalau kalian sembuh, itu artinya kamu akan 'hilang', kan?"Dari kasus penyandang DID yang pernah Viona baca, jik

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Punya Kabar Bagus

    "Done!" seru Viona dengan riang.Tatapannya tertuju pada gembok yang baru saja dia pasang di pagar jembatan Pont des Arts atau Jembatan Gembok Cinta, yang menghubungkan antara Louvre Museum dan Insititute de France.Gembok bertuliskan inisial D & A itu terpajang berdesakan dengan ribuan gembok lainnya yang memenuhi sepanjang pagar jembatan."Sekarang giliran kamu yang buang kuncinya." Viona menyerahkan kunci gembok yang sudah dia pasang pada Alfie.Alfie menatap kunci di tangannya lalu mengembuskan napas panjang. Sulit dipercaya dia melakukan hal sekonyol ini. "Apa aku harus melakukannya? Itu hanya mitos konyol, Viona.""Just-do-it!" Viona berkacak pinggang. "Apa susahnya, sih, lempar kunci ke sungai di depan kamu?""Astaga!" desah Alfie sambil melakukan apa yang Viona perintahkan. Kunci itu melayang dari tangannya lalu mendarat di sungai dengan bunyi kecipak cukup keras."Happy?" ejeknya pada Viona yang tersenyum senang."Happy! Thanks, Al." Viona berjinjit lalu mengecup pipi Alfie p

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Menyesalinya?

    Viona kembali menoleh pada Savannah yang melanjutkan ucapannya. "Maksudku, dulu kamu melihatnya sebagai kakak ipar, tapi sekarang dia suamimu. Apa kamu tidak merasa canggung?"Sepertinya Savannah tidak tahu Padma adalah penyandang kepribadian ganda dan Viona lebih sering berhubungan alter egonya hingga rasa canggung itu sama sekali tidak ada.Namun demi menyingkat waktu, Viona memilih jawaban diplomatis. "Awalnya pasti seperti itu, tapi seiring waktu semuanya berjalan secara natural."Savannah tampak termangu. Tatapannya beralih pada Mandala yang berdiri di samping Alfie dengan raut serius. Melihatnya seperti itu, Viona jadi ikut menatap Mandala.Mendadak dia bertanya-tanya, apa ada sesuatu di antara paman dan keponakan itu? Karena di matanya, tatapan Savannah sering kali terlihat berbeda saat berhadapan dengan Mandala.Bahkan saat dia melihat pagelaran busana Savannah tiga hari yang lalu, gadis itu terlihat begitu bahagia saat Mandala mampir dengan sebuket bunga. Hanya sepuluhTatapa

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Tidak Menyangka

    "Dadah, Sayang. Tunggu Bunda pulang, ya. Nanti Bunda bawakan oleh-olah yang banyak." Viona melambai pada Sabda lewat layar ponselnya.Bayi itu membalas dengan satu tabokan kencang di layar, seolah menunjukkan rasa kesalnya karena ditinggal Viona selama berhari-hari.Viona tertawa lalu mengakhiri panggilan video setelah melempar goodbye kiss pada bayi gendut itu. Saat menaruh ponselnya kembali ke dalam tas, Alfie tampak berjalan menghampirinya.Viona sontak melempar senyum pada lelaki tampan yang hari ini hanya memakai sweater dan celana jeans itu."Kamu tidak bosan?" tanya Alfie setelah duduk di samping Viona."Nope. Aku baru saja menelepon Sabda, dan dia sudah bisa memanggil 'Papa' dengan sangat jelas."Mata Alfie melebar sempurna. "Oya? Tapi kenapa setiap aku menelepon dia tidak pernah mengatakan itu?" gerutunya. "Di depanmu dia sangat cerewet, tetapi di depanku dia mendadak diam."Viona mengurai tawa sambil meremas tangan Alfie yang bertengger di atas pahanya. "Kamu harus lebih ser

  • Pernikahan Palsu (Aku Bukan Istri yang Diinginkan)   Mencari Alasan

    Pesan-pesan itu belum Viona balas sampai sekarang karena dia tidak tahu bagaimana harus menghadapi mantan kekasihnya itu.Menyadari lelaki itu sudah mengetahui semuanya karena ibunya sudah bercerita, makin membuat Viona gamang.Dia tidak sanggup membayangkan bagaimana reaksi Tirta saat mendengar dirinya sudah menikah dengan orang yang sudah merenggut kehormatannya di masa lalu, bahkan mengandung anaknya-meski sekarang anak itu sudah tiada.Seharusnya Viona membalas pesan itu dan mengatakan maaf karena tidak bisa bertemu. Tetapi ternyata jarinya tak sanggup mengetikkan pesan semacam itu.Maka dia membiarkann pesan Tirta menggantung sampai sekarang. Mungkin setelah mereka kembali ke Jakarta, dia punya keberanian untuk membalas pesan mantan kekasihnya itu."Kalau kamu merasa bersalah karena sudah menghabiskan uang sebanyak itu, bukankah seharusnya kamu melakukan sesuatu untuk menebusnya? Minimal jangan punggungi aku. Suara parau Alfie membuyarkan lamunan Viona.Perlahan Viona membalikkan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status