Share

Bab 7 - One Night Stand Partner

Author: EYN
last update Last Updated: 2025-06-27 11:00:00

"Party starts! My One Nite Stand Partner," Sienna menyentuh bibir Erland yang terluka dengan gerakan sangat lambat dan menggoda. Meski ada bekas memar dan luka di wajah, lelaki muda di hadapannya ini masih terlihat tampan.

"Are you ready?" godanya sambil duduk di pangkuan Erland. Dia kembali menyodorkan gelas minuman  Pantatnya yang bulat penuh menempel pada bagian sensitif Erland.

Napas Erland makin cepat, tangannya mencengkeram pinggang Sienna dan bibir mereka nyaris bersentuhan.

Sienna mulai melepaskan kancing kemejanya sendiri satu per satu, lambat dan menggoda. Setiap gerakan dilakukan dengan sangat erotis.

Erland terdiam. Dia bisa merasakan bagian bawah tubuhnya menggeliat.

"Jangan diam saja. Tenang saja. Aku tidak akan menuntut tanggung jawabmu," bisik Sienna di telinga Erland.

Ujung lidahnya menjilat lembut daun telinga Erland dan bermain - main disana.

Erland menggeram saat bibir wanita itu mulai menjelajahi lehernya, "Sienna..."

"Aku suka aromamu, terutama saat mabuk begini," bisik Sienna dengan suara yang parau.

Setelahnya tanpa menunggu lama, Sienna langsung membungkam bibir Erland dengan penuh gairah. Dan, Erland pun membalas dengan intensitas yang sama dahsyatnya.

Aroma alkohol yang menguar dari napas keduanya membuat gairah mereka membuncah tidak terkendali. 

Sentuhan Sienna seakan menyejukkan rasa panas yang terasa membakar kulit Erland. Entah penggaruh alkohol atau karena gairah. Erland tidak tahu mana yang lebih dominan yang dia rasakan.

Yang jelas lelaki muda itu kini mengambil kendali, merubah posisi untuk menyatukan tubuh mereka.

Sienna mulai meloloskan kaos Erland dengan disertai suara - suara yang kian membakar Erland.

Menggebu - gebu, mereka terus menyentuh dan meluapkan hasrat. Satu per satu pakaian mereka mulai terlepas dan jatuh begitu saja di lantai. Tubuh mereka saling merespons diantara desah yang kian intense.

Erland mendorong tubuh Sienna hingga rebah di sofa. Sepasang bukit milik Sienna seakan menantang Erland untuk bermain-main disana.

"Let's play," desah Sienna, membusungkan dadanya supaya Erland lebih leluasa bergerak.

Namun, saat bibir Erland nyaris menyentuh dada Sienna, bayangan Maureen muncul begitu saja di pikirannya. Gadis itu berjalan anggun di gazebo, mengenakan gaun putih, menatapnya tanpa kata. 

Erland mencoba mengabaikan, dia mulai menjelajahi bukit kembar tapi wajah Maureen tidak juga menghilang. Sekarang semua berantakan bagi Erland.

Gairahnya surut.

Konsentrasinya buyar.

"Shit!" desis Erland, bangkit tiba-tiba.

"Eh? Kenapa?" Sienna tergagap, kecewa.

"Sorry, tiba-tiba aku ingat kalau ada urusan," bohong Erland.

Dia meraih celana dan bajunya yang berceceran di lantai, lalu memakainya kembali hingga rapi. 

"Hah?! Apa?" pekik Sienna tanpa bisa menyembunyikan kekesalannya. Berhenti ditengah-tengah seperti ini rasanya sungguh tidak menyenangkan.

Tapi, Erland tidak peduli. Dia berbalik badan dan meninggalkan ruangan. 

"Sialan. Si Kutilang Darat itu paling pintar merusak moodku," gerutunya, keluar dari club dan melompat ke dalam mobil.

Gas diinjak dalam-dalam, mobil pun melaju liar. Lampu-lampu kota dan pohon-pohon tampak berkejaran begitu cepat di kaca kanan dan kiri mobil yang ditumpangi Erland.

Tiba-tiba, Erland membanting setir. Suara decitan rem terdengar menyakitkan di telinga saat Erland menghentikan mobilnya di sebuah club mewah berikutnya.

"Aku butuh lebih banyak alkohol," gumamnya seraya keluar dari mobil. Pintu mobil berdebam dengan keras.

Di dalam club, Erland duduk sendiri dan memesan tequila. Satu gelas. Lalu dua gelas. Hingga akhirnya habis satu botol. Semuanya dia teguk dalam tempo cepat.

"Bro, pelan-pelan...." Pelayan memperingatkan.

"Tutup mulut!" bentaknya. "Tuang lagi!"

Pelayan mengangguk ragu - ragu. Semua orang di kota ini tahu siapa orang tua Erland, tapi tak urung pelayan terus menuangkan minuman demi minuman sesuai permintaan tamunya.

Puas minum, Erland keluar dan kembali mengemudi. Mobilnya oleng ke kanan dan kiri.

TIIIIN!

Klakson pengendara mobil dibelakangnya terdengar penuh emosi, memprotes kelakuan Erland. Tapi, Erland terus melaju. Mobilnya meliuk-liuk dengan kecepatan tinggi diantara padatnya jalanan.

"Goblok!" umpat seorang laki-laki, mengacungkan jari tengahnya kearah Erland.

Erland tidak peduli. Dia terus melaju hingga akhirnya dia sampai di tujuan. Malam belum larut saat dia memarkir mobilnya secara sembarangan di pekarangan rumah utama keluarga Diandra.

Seorang petugas keamanan menghampiri, hendak membantu. "Tuan Muda...--"

"Minggir! Aku bisa sendiri," sergah Erland sembari mendorong lelaki bertubuh tinggi dan besar di hadapannya.

Petugas keamanan menyingkir, matanya mengawasi punggung Erland dengan sikap serba salah. Anak majikannya itu berjalan sempoyongan menuju paviliun belakang.

"Maureen!" seru Erland sembari mendorong pintu paviliun dengan kasar.

Tidak ada jawaban. Erland mengedarkan pandangan ke ruangan yang ada di hadapannya. Tiba - tiba saja dia kesal karena tidak menemukan Maureen. Kakinya terseok - seok menuju kamar pengantin mereka.

"Maureen!" teriak Erland dengan suara lebih keras.

Tak lama, Maureen menghampiri dengan wajah kebingungan. "Ada apa, Erland? Kenapa teriak-teriak?"

Erland menoleh. Sepasang mata merah itu menatap tajam seakan Maureen baru saja melakukan kesalahan besar.

"Darimana saja kamu, hah?" tanyanya saat Maureen sudah mendekat. Bau alkohol menguar kuat dari napasnya.

"Kamu mabuk lagi?" desis Maureen, tidak menjawab pertanyaan.

Erland mendekatkan wajahnya ke Maureen. "Kenapa kamu tidak ada di kamar?!"

"Karena itu bukan kamarku!" ketus Maureen kesal, mundur satu langkah karena tak tahan dengan aroma Erland.

"Kamu itu istriku...ugh!"  Wajah Erland berkerut seperti orang menahan muntah.

"Eh?! Kamar mandi! Kamar mandi!" seru Maureen panik, sembari mendorong sekuat tenaga tubuh Erland kearah kamar mandi.

Tapi, terlambat!

"UGH! Hoeek..."

"Argh! Astaga!" seru Maureen kesal luar biasa. Erland muntah dilantai kamar mandi, cipratannya mengenai kaki Maureen. 

"Panas... Aku mau mandi..." Erland terus mengoceh.

"Sana mandi! Menjijikkan sekali!" ketus Maureen masih dengan kemarahan yang memuncak. Dia ikut masuk ke kamar mandi untuk mencuci kaki dan membersihkan lantai yang kotor.

Namun yang terjadi berikutnya sungguh membuat Maureen ternganga. Saat berbalik badan, dia mendapati Erland sedang melucuti baju dan celananya.

"Erland! Erland! Hey! Hey!"

"Panas sekali...," keluh Erland, sekarang hanya memakai boxer.

"Aku keluar dulu! Woy! Erland!" pekik Maureen horor.

"Mau mandi..." gumam Erland seakan tidak mendengar pekikan Maureen. Kemudian, dengan cepat boxer yang dipakai meluncur ke lantai.

Maureen menjerit sambil membalikkan badan. "Kamu gila!"

"Ayo mandi!" ajak Erland. Lelaki itu melingkarkan tangannya ke leher Maureen dengan tiba - tiba.

"HADUH! Ugh! Sakit... Sialan kamu, Erland," umpat Maureen menahan sakit. Mereka terjerembab ke dalam bathub. Untung saja posisi Erland ada dibawah, setidaknya tidak sesakit kalau terbanting langsung di bathub.

"Dasar pemabuk!" umpat Maureen, beranjak dari posisinya.

Tapi ternyata, Erland mencengkeram tangannya dengan kencang. Maureen menarik napas panjang, bersiap menghembuskan napas sembari menyembur Erland dengan kemarahan.

"ER... --"

"Jangan pergi!" potong Erland dengan suara yang mirip sebuah rengekan anak kecil.

Maureen menatap frustasi pada seorang laki - laki muda sedang duduk tanpa sehelai benang pun di dalam bathub. Rambut panjangnya menjuntai tak beraturan. Bahu Erland luruh. Kepalanya tertunduk lesu, sementara mulutnya berkeluh kesah.

"Dari dulu aku selalu sendiri. Mommy meninggalkan aku. Mama tiri dan Papa sibuk dengan keluarga mereka. Sudah menikah pun aku tetap sendiri..."

Seketika Maureen trenyuh. Dia memandangi sosok Erland yang lesu dan tampak kesepian. Yang dia tahu, Erland dibesarkan oleh seorang Ibu Tiri.

"MAUREEN!"

Suara keras itu memecah lamunan Maureen, membuatnya menghela napas. Baru saja iba, sekarang Erland sudah kembali garang.

"Masuk!" titah Erland dari dalam bathub.

"HAH?! A-apa? Tidak mau!"

""Aku bilang masuk, itu artinya masuk! Buka bajumu!"

Erland menyeringai, sementara Maureen ternganga. Penikahan mereka hanya pura-pura, tapi perintah Erland terdengar sungguh - sungguh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 37 - Istri Tercinta

    Sesaat Erland berdiri canggung. Jujur hatinya bergetar setiap melihat wanita yang sudah melahirkannya ini. "Kalau Ibuku datang berkunjung, pasti aku akan senang sekali." Suara Maureen terngiang di kepalanya, seakan mengingatkannya untuk memperlakukan Lillian dengan lebih sopan. “Terima kasih sudah datang, Nak," ucap Lillian akhirnya. Suara lembutnya menyusup masuk ke telinga Erland, lalu merasuk hingga ke dalam hatinya. Terasa hangat dan tulus. "Aku kesini karena mengantar Maureen. Kalau bukan demi dia, aku tidak akan pernah mau menginjakkan kaki kesini," ucap Erland dengan nada tajam. Ah, lagi-lagi Erland mengeraskan hati. Dia sedikit berbohong pada Lillian, padahal Maureen tidak pernah mengusulkan untuk datang ke Oddelia House. Ini semua murni idenya karena melihat rancangan Lillian sangat pas di tubuh Maureen. Lillian tersenyum penuh pengertian, tatapannya teduh saat berkata, "Apapun alasanmu datang, aku tetap berterima kasih atas kunjungannya. "Aku ada urusan penting," jawab

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 36 - Ingin Mendekat Dan Memeluk

    "Dia mau datang kesini saja, sudah sangat bagus," ketik Lillian di ponselnya. Satu tetes air mata meluncur saat dia mengirimkan pesan pada Marco, orang yang selama ini selalu memberikan informasi tentang puteranya.Wanita itu duduk dengan anggun di ruangan yang letaknya tepat bersebelahan dengan ruang dimana Erland dan Maureen berada. Matanya tak bisa lepas dari layar CCTV besar yang menampilkan suasana ruang fitting utama. Dari layar itu, setidaknya dia bisa lebih lama melihat puteranya.Dia mengerjapkan mata supaya pandangannya tidak kabur. Tidak hanya rindu tapi juga ada haru menyesakkan dada Lillian."Ini kabar baik, Nyonya. Sepertinya Nona Maureen membawa kebaikan untuk Tuan Muda. Akhir-akhir ini, Tuan Muda juga lebih fokus bekerja dan tidak pernah pergi ke club malam," balas Marco, sekaligus menceritakan kabar baik tentang Erland. "Dia kesini sebagai pelanggan, bukan untuk menemuiku. Meski begitu aku sudah senang sekali," tambah Lillian. Sudah bertahun-tahun Erland menjauh dari

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 35 - Mencium Dengan Perasaan

    "Boleh aku menciummu?" bisik Erland dengan suara serak."Eh?" Maureen mendongak kaget. Erland adalah tipe lelaki yang melakukan apa pun sesuka hatinya, tapi sekarang dia minta ijin untuk menciumnya."Boleh?" tanya Erland lagi, menarik tubuh Maureen lebih merapat hingga tubuh bagian depan mereka saling menempel."Eeerr.. Erland?" lirih Maureen, sedikit menjauhkan badan, tapi tidak bisa karena pelukan Erland terlalu kuat. Satu-satunya yang bisa dia lakukan hanyalah sedikit memalingkan wajah.Kepala Erland menunduk, menghirup aroma shampoo Maureen yang lembut. Tangannya merayap di punggung Maureen yang terbuka."Oh, Erland!" pekik Maureen. Dia menarik napas, berusaha meredakan jantungnya yang berdebar tak terkontrol. Gelenyar-gelenyar aneh merambati tubuhnya tanpa bisa dicegah."Kenapa? Tidak boleh?" bisik Erland didekat telinga Maureen. Tangan satunya mengarahkan wajah Maureen kepadanya dengan tangan yang lain menahan tubuh sang istri supaya tidak menjauh darinya.Selanjutnya, Erland mu

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 34 - Boleh Aku Menciummu?

    "Sayang, yuk shopping..." Erland menoleh sekilas, lalu mengedipkan sebelah mata. Tangannya terjulur seperti seorang pengawal menyambut seorang tuan puteri. Maureen kembali menoleh cepat, matanya tertuju pada tangan Erland yang terulur sementara perasaannya masih campur aduk saat mendengar sebutan sayang untuk kedua kalinya. Sebutan sayang itu tidak hanya canggung di telinga, tapi juga mendebarkan hati. Namun, diantara perasaan itu ada sebuah hati kecil yang terus mengomel, "Ingat, Maureen! Erland punya banyak wanita. Pasti dia terbiasa berbicara manis." "Ayo! Lambat banget sih?" Tidak sabar, Erland menarik tangan Maureen yang terbengong-bengong, lalu menggandeng gadis itu masuk ke dalam rumah mode. Seorang perempuan cantik menyambut mereka. "Selamat siang, Tuan dan Nyonya, silahkan," sapanya dengan keramahan yang luar biasa. Maureen mengangguk canggung, matanya melirik kearah tangannya yang digandeng oleh Erland. Dia memberi kode pada Erland untuk melepaskan tangannya, tapi Erlan

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 33 - Sayang, Ayo...

    "Jahat sekali! Mereka menggunakan Nenek untuk menekan aku," geram Maureen dalam hati. Miris sekali, padahal Nenek Argantha adalah ibu mertua Paulin dan nenek kandung Jillian. "Apa mau kalian sebenarnya?" tanya Maureen pelan, kedua tangannya mengepal di pangkuan. "Tidak ada. Aku cuma ingin mendidikmu supaya tidak suka merebut milik orang," ucap Paulin dengan intonasi yang tenang namun menusuk. "Merebut apa? Kapan?" dengus Maureen. Selama ini Jillian yang selalu merebut semua miliknya, bahkan hadiah ulang tahun dari Kakek dan Nenek Argantha. "Pertama Reinner, sekarang Erland! Kamu masih mau menyangkal? Dasar penggoda!" sergah Jillian penuh kebencian. Maureen menghela napas panjang. Masalah Reinner sudah lama berlalu, tapi dendam Jillian berkepanjangan. "Aku mengenal Reinner lebih dulu darimu. Soal penolakan itu, aku tidak tahu menahu. Lalu, Erland..." Maureen berhenti sejenak dan menarik napas, lalu melontarkan jawaban ambigu, "aku bekerja di Argantha Group. Papa Erland adalah boss

  • Pernikahan Rahasia Dengan Tuan Muda Berandal   Bab 32 - Sentuhan Menegangkan

    "Dasar manja! Sekarang kamu tidak bisa tidur karena tidak ada yang menemani." Erland mengomeli dirinya sendiri di dalam hati. Hampir semalaman dia main gitar, tapi matanya tetap terbuka lebar. Turun ke dapur, ingin mencari minuman untuk teman tidur, tapi ternyata Maureen cerdik. Gadis itu mengunci lemari penyimpanan dan menyimpan kuncinya entah kemana. Entah jam berapa Erland baru bisa tidur semalam. Pagi ini dia berusaha sekuat tenaga menahan matanya untuk tidak menatap Maureen yang sedang menikmati sarapan di hadapannya. Istrinya itu sudah siap untuk pergi ke kampus. Dia baru menyadari kalau Maureen hari ini juga berdandan, otomatis pandangannya turun ke pakaian Maureen. Istrinya itu memakai blus dengan potongan mengikuti bentuk tubuh. Memang pakaian Maureen tetap sopan dan rapi, tapi dibanding outfit oversize yang biasa dia pakai, penampilannya hari ini cukup menonjolkan lekukan bagian depannya. Menyadari matanya mulai salah arah, Erland buru-buru mengalihkan pandangan. berdehe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status